29. Sekedar ucapan

289 18 0
                                    

Ketika Tuhan mengambil semua yang menjadi sumber kebahagiaanku,
Dia masih berbaik hati mengirimmu untuk mengembalikan setitik senyumku yang sempat hilang.

*****

Dira harus menahan rasa malunya saat mereka yang ada diruang rawat Arga terus mengejeknya. Ia sungguh malu membayangkan bagaimana tadi ia menangis histeris, padahal ini semua hanya prank. Gadis itu menatap kesal kearah Arga yang saat ini tengah menyunggingkan senyum geli. Hal yang mungkin jarang diperlihatkan pemuda itu. Dengan perasaan gemas bercampur kesal, Dira mencubit lengan pemuda itu tanpa ampun membuat sang empunya meringis kesakitan dan berusaha menghindari cubitannya.

"Nyebelin ih, ide siapa coba?" tanya Dira dengan raut kesal, nada suaranya masih terdengar sumbang karena terlalu lama menangis.

Arga yang tengah mengusap lengannya langsung menunjuk kearah Dinda. Dira menghujami sepupunya itu dengan tatapan tajam. Dinda yang tertuduh sebagai tersangka langsung menggelengkan kepalanya dengan tangan yang mengibas.

"Bukan gue doang, ini ide bareng-bareng. Parah lo Ar cuma nyalahin gue." ujar Dinda tak terima.

"Eh tapi gue nggak ikutan nyumbang ide ya." elak Arga membuat kepala Dira semakin pusing.

"Iya-iya, emang cuma ide berempat. Sorry banget nih. Kita cuma mau ngasih kejutan yang nggak akan pernah lo lupain seumur hidup lo."

Dira mendengus kesal saat melihat Dinda yang menyengir lebar setelah berucap. Ia merasa sangat bodoh karena berhasil dikerjai oleh mereka. Gadis itu tak habis pikir bagaimana rencana mereka untuk mengerjainya bisa sesempurna ini, dan bagaimana suster Devi setuju untuk menbantu mereka, membuat Dira menggelengkan kepalanya takjub.

"Kalo mau bercanda jangan kelewatan gini. Kalo kejadian beneran gimana? Gue nggak mau itu terjadi. Gue nggak mau lo pergi, dan gue nggak mau kehilangan lo." Adel berucap dengan nada yang dibuat-buat, membuat Dira melotot kesal.

"Gue timpuk lo ya, Del?"

Melihat wajah Dira yang memerah, membuat Adel semakin gencar menggoda gadis itu. "Lo jahat Ar, sumpah."

"Adel, ih! Lo nyebelin banget sih!" Dira yang kesal memukul-mukul Adel dengan bantal sofa yang ia rebut dari Arsen. Adel berusaha menghindari pukulan Dira dengan tawa yang terus berderai. Bukan hanya Adel yabg tertawa, melainkan semua yang ada diruangan itu, kecuali Dira dan Arga.

"Udah, Ra. Lo bisa dilaporin ke komnas HAM dengan tuduhan penganiayaan loh." ujar Jeri dengan sisa-sisa tawanya. Pemuda itu memegangi pipinya yang terasa pegal.

"Iya, udah. Jangan bikin kesayangan gue kesel, ah."

Segala umpatan dan ungkapan takjub langsung terdengar saat Arga berucap seperti itu. Pasalnya Arga yang dingin dan cuek bisa mengucapkan kalimat yang menggelikan seperti itu.

Wajah Dira kembali memerah mendengar kalimat Arga. Gadis itu kembali duduk di samping bankar Arga, dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Berusaha terlihat tenang, tetapi wajahnya tak bisa berkomporomi. Membuatnya sangat kontras dengan kelakuannya.

Arga tersenyum miring melihat reaksi Dira, sedangkan Dira yang melihat senyum Arga, langsung melotot tajam.

"Apa lo liat-liat?!"

"Jangan marah-marah, nanti cepet tua." tangan Arga mendarat di puncak kepala Dira dan mengelusnya pelan, membuat Dira berusaha keras menetralkan jantungnya yang berdetak diluar kerja normal. Gadis itu menepis tangan Arga untuk mengurangi kegugupannya.

"Ngapain ngelus-ngelus? Lo kira gue hewan peliharaan yang ditenangin kayak gitu apa?!"

"Nah, ngaku dia."ujar Jeri dengan raut polos yang disambut gelak tawa semuanya.

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang