Keesokkan harinya di panas siang yang menyengat, aku malah merasa kedinginan. Aku pun turun dari kamarku dan menghampiri David di kamarnya yang berwarna gelap itu. Mataku teralihkan oleh tas dengan tongkat kasti yang mencuat keluar berada di sudut ruangannya. Apakah dia memikirkan hal yang sama denganku atau ia memang punya firasat buruk sama sepertiku?
“Mau apa kau kemari?” tanyanya padaku.
“Hmmm, aku tak tahu. Aku hanya merasa,… yah kau tau, tak enak” jawabku.
“Sama seperti yang sedang kurasakan sekarang, El” katanya.
“Mungkinkah semuanya akan baik-baik saja?” ia melanjutkan.
“Aku harap begitu” jawabku.
Aku pun kembali ke kamarku dan tidur sebentar. Mungkin tidur sebentar dapat menenangkan perasaanku. Aku pun mematikan lampu dan menyalakan lampu tidurku. Setelah menarik selimutku, aku pun tertidur lelap.
.
Suara rintik hujan dan firasat buruk yang besar membangunkanku. Aku pun melihat sekeliling kamar. Gelap.“Ugh, gelap sekali” pikirku.
Aku pun mengecek lampu tidurku. Mati. Lampunya mati. Aku pun turun ke bawah dan ternyata listriknya mati. Keadaan rumahku dan mungkin rumah tetangga-tetanggaku saat ini sangat gelap. Aku pun turun ke bawah dan menghampiri David yang mungkin sedang tidur di kamarnya.
“David, David, bangun!” kataku sambil menggoyang-goyangkan tangannya.“Ngh, ada apa, El?” tanyanya masih mengantuk.
“Hujannya mulai deras” kataku berbisik padanya.
Seketika itu ia langsung bangun dan memakai jaketnya. Ia pun berlari ke teras dan melihat sekeliling.
“Apa yang sedang kau lakukan, David?” tanyaku padanya.
“Sssst, aku sedang memastikan sesuatu” katanya.
Tiba-tiba….
“AAAAAAKK!!” pekik seseorang dari luar, mungkin dari rumah 2 blok sebelah rumahku.
David pun berlari masuk ke dalam dan mengambil tasnya dengan cepat.
“Apa yang sedang kau lakukan? Cepat pakai jaketmu dan ambil tasmu! Makhluk itu sudah lolos!” katanya.
Akupun panik dan langsung lari ke atas, ke kamarku untuk memakai jaket dan mengambil tasku secepat yang aku bisa. Setelah itu, aku pun turun dengan terburu-buru. David menungguku di bawah dan langsung menarik tanganku ke pintu.
“Tunggu! Bagaimana dengan Mama? Mama sedang sakit sekarang dan kita tidak mungkin meninggalkannya, kan?” tanyaku padanya.
“Lalu kau ingin aku menggendong Mama sambil berlari?” tanyanya.
“Ti-tidak, maksudku bukan begitu” kataku bingung.
“Lalu kau mau aku bagaimana, El?!” teriaknya dengan ekspresi wajah yang hampir menangis.
“Kita tidak bisa meninggalkan Mama sendirian, David!” kataku balas teriak.
“Lalu kau ingin mati disini, hah?! Itu maksudmu?! Zombie itu sekarang sudah lolos dan makhluk itu pasti akan menjadi lebih banyak lagi!” katanya teriak padaku.
“Demi apapun, aku tidak akan meninggalkan Mama sendirian!” bentakku padanya.
“Haha haha,…” ia tertawa putus asa. “Kalau begitu, mati saja disini” lanjutnya sambil melangkah pergi.
Aku pun terduduk sambil menangis. Terjebak perasaan untuk melarikan diri atau tetap disini, bersama ibuku. Tiba-tiba, David pun kembali, ia menghampiriku dan terduduk.
“Maafkan aku, El. Aku tau aku akan kehilangan Mama, dan aku tak mau kehilangan kau juga” katanya sedih.
“Tak apa, David, El. Tinggalkan saja Mama disini” suara ibuku tiba-tiba terdengar di belakangku.
“Mama tau ini akan terjadi. Pergilah, selamatkan hidupmu. Selamatkan semuanya seperti yang dilakukan kakekmu dulu” lanjut ibuku sambil ikut terduduk bersama kami.
“Tapi, Mama… kami tak bisa meninggalkan Mama sendirian disini…” kataku padanya sambil menangis.
“Sssst, tak apa… Percayalah Mama akan baik-baik saja” katanya sambil memeluk kami.
“AAAKK!!” jerit seseorang dari luar.
“Cepat, pergilah!” kata ibuku panik.
“Good bye, Ma” kata David sambil berlari keluar bersamaku lewat pintu belakang.
Kami pun mulai meninggalkan rumah, berlari sejauh mungkin dari suara-suara teriakan warga yang mungkin sedang diserang zombie. Entah berapa warga yang telah berubah, kami pun tak tahu. Di hari yang mulai malam, di tengah derasnya hujan, kami terus berlari sebisa mungkin meninggalkan tempat tinggal kami yang mulai tersebar virus zombie itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death : Re-50.years
Adventure(LANJUTNYA DI S2) Terkadang, penasaran itu bisa membunuhmu. Maksudku, benar-benar membunuh. Sialnya, rasa penasaranku justru menyebabkan kekacauan di seluruh dunia. Makhluk-makhluk sialan itu- ah. Aku bersumpah aku akan menyelesaikan kekacauan ini...