Empat Puluh Dua

665 112 6
                                    

Beberapa hari telah berlalu dari sejak kami berpisah dengan Dayne dan Yuki. 2 hari? 3 hari? Sungguh, demi apapun aku juga tak yakin. Hari ke hari kepalaku semakin pusing dan kakiku semakin sakit.

Ex? Tentu saja ia sudah bangun. kami tak mempunyai persediaan makanan lagi. Syukurnya kami masih bisa bertahan karena David, Mark, dan Ex bisa memakan buah. Ah, kenapa pula aku membenci buah, ya?

Demi Tuhan, aku sangat kehausan. Entah ini dimana, tapi cuacanya benar-benar panas. Gersang, tandus, kering, kata apalagi yang cocok untuk menggambarkan tempat ini? Bahkan pohon-pohon di sekitar sini juga terlihat kehausan, seperti tenggorokanku. Kami beristirahat sebentar, sekedar meregangkan kaki kami yang sudah jelas kau tahu rasanya bagaimana. Tapi tiba-tiba…

  “Yuki?” tanya Ex pada seseorang disana.

  “Itu Yuki?” tanya Mark.

  “Yuki!!!” teriak Ex kencang.

  “Euh?! Teman-teman!!!” teriaknya sambil berlari ke arah kami. Matanya berkaca-kaca. Ia langsung memeluk Ex dan mulai menangis.

  “Yuki, kemana Dayne?” tanya Mark tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

  “Dayne… Dayne…” kata Yuki lirih sambil terus menangis. Firasatku buruk tentang ini.

  "Apa? Dayne kenapa?!” kata Mark tak sabar sambil mengguncang-guncangkan badan Yuki.

  “Mark, jangan kasar padanya” kataku.

  “Aku… aku sudah mencoba menolongnya, Mark. Aku sudah berusaha! Tapi…” Yuki memotong kalimatnya dan lanjut menangis.

  “TAPI APA? TAPI APA?!” teriak Mark putus asa. Kurasa ia sudah tahu sendiri kelanjutannya.

  “Tapi zombie-zombie itu terlalu banyak! Aku hampir menyelamatkannya… tapi aku terlambat, Mark. Aku terlambat” katanya. Tangisannya menjadi semakin keras. Ia memegang kepalanya, menarik poninya ke belakang kepalanya tanda frustasi.

  “ARGH SUDAH KUDUGA INI AKAN TERJADI. UNTUK APA DAYNE MENGEJARMU SIH?!” teriak Mark mendorong Yuki sampai terjatuh.

  “Mark tenanglah, Mark” tarik David.

  “BAGAIMANA AKU BISA TENANG? DAYNE TELAH TEWAS!” teriak Mark penuh amarah. Apakah ia selalu seperti ini?

  “Tapi bukan seperti itu caranya, Mark! Mendorong Yuki tak akan membuat Dayne hidup kembali! teriak Ex pada Mark.

  “KENAPA KALIAN SEMUA TAK ADA YANG BISA MENGERTI PERASAANKU?!” seru Mark menjadi-jadi.

  “Mark… shh…shhh… kendalikan dirimu, Mark” kataku menangkannya sambil menarik tangannya ke belakang.

Mark terduduk, wajahnya berkeringat dan sepertinya ia akan menangis lagi. Sementara Yuki masih belum bangkit dari sejak ia jatuh oleh Mark. Ia masih menangis. Situasi semakin rumit. Dayne telah tiada, dan Yuki kembali dengan banyak luka di wajahnya. Wajahnya memerah.

Sejujurnya aku juga sedih dengan kepergian Dayne, tapi entah mengapa aku tak bisa mengekspresikannya. Air mataku tak mau keluar lagi, mungkin aku sudah terlalu lelah karena beberapa hari yang lalu pun aku menangis cukup lama. Mark menutup wajahnya. Aku yakin air mata sudah berlinang di pelupuk matanya.

Life in Death : Re-50.yearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang