Empat Puluh Satu

662 106 0
                                    

Setelah beberapa menit dalam posisi berpelukan seperti ini, akhirnya kami mengusap air mata kami. Keadaan David sepertinya sudah mulai membaik, namun Ex masih belum juga sadar.

  “Ayo kita bersiap-siap. Kita harus mencari tempat yang lebih aman” kataku sambil mengemasi tasku.

  “Huh? Bagaimana dengan Yuki dan Dayne? Mereka belum juga kembali” kata Mark.

  “Tapi kita juga tak bisa berdiam diri disini, Mark. Kita tetap harus bergerak. Kalau takdir mengijinkan, kita akan bertemu mereka lagi” kata David.

  “Tapi… tapi aku tak bisa tenang kalau aku tak tau keadaan Dayne. Maksudku, kalian tau, kita bersama sejak kecil” jawab Mark agak ragu.

  “Mark, jangan seperti anak kecil” jawabku ketus.

  “Kau juga sama kan, El? Saat kau berpisah dengan David tanpa tau keadaannya bagaimana, kau juga merasa cemas kan?” kata Mark menarik perhatianku.

  “Mark… percayalah. Kita harus pergi dari sini” kata David sambil mulai berdiri.

Mark mengalah. Kini ia berdiri dan mulai menggendong Ex. Walaupun ia kelihatan kelelahan, tapi aku kagum ia masih bisa menggendong Ex. Kami berjalan melanjutkan perjalanan. Langit mulai berubah menjadi gelap. Cahaya matahari yang mulai terbenam itu menimbulkan bayang-bayang kami yang memanjang. Dan sekali lagi, kami masih di daerah hutan, yang berarti sangat susah mencari sebuah penginapan atau gedung tak terpakai. Dan seperti yang kalian duga, kami harus berkemah di atas rumput dibalik semak-semak lagi.

Kami menepi di tempat yang sepertinya cukup aman, terhalang oleh rumput-rumput ilalang yang tumbuh liar. Dan  sampai akhirnya senja sudah berganti malam dan cahaya sudah tak tampak di langit. Dan lagi, tak ada bintang-bintang yang menghiasi malam. Aku mendongkak ke atas, bulan sabit yang bercahaya redup tertutup awan itu masih ada disana. Aku menghela nafas panjang dan mengeluarkan makanan dari dalam tas. Hanya beberapa karena tas penuh yang berisi makanan dibawa oleh Yuki dan sekarang aku tak tahu ia ada dimana.

  “Makanan apa saja yang kalian punya?” tanyaku pada mereka.

  “Maaf El, tapi di tasku tak ada makanan. Hanya beberapa alat perkakas dan air mineral” kata Mark sesaat setelah mengobrak-abrik tasnya.

  “Di tasku juga tak ada makanan, El” kata David.

  “Bagaimana ini? Tasku isinya hanya cemilan saja, tak ada makanan berat. Apa kita bisa bertahan dengan 3 bungkus keripik kentang, rumput laut kering, dan makanan ringan lainnya?” tanyaku bingung.

  “…” keadaan hening. Mereka berdua kelihatan cemas. Ah, aku paling benci keadaan canggung seperti ini.

  “Eh tunggu sebentar! Kalau tak salah, di tas Ex ada makanan” kata David tiba-tiba.

  “Hm?” tanyaku sambil mengecek tas Ex.

  “Ah syukurlah masih ada nasi kemasan” kataku sedikit senang. Setidaknya, iya, ini setidaknya.

Nasi kemasan dalam box transparan itu hanya berjumlah 3 buah. Dan kami tak sebodoh itu untuk berencana menghabiskannya. 2 box kita makan bersama, tapi Ex masih belum juga bangun. Ah, aku harap ia segera sadar dari pingsannya. Setelah selesai makan, kami menghubungi Jesica, Hany, dan Fauzia untuk memberitahukan keadaan kami. Mereka cukup terkejut saat tau bahwa Yuki dan Dayne terpisah dan belum juga kembali. Entahlah, aku benar-benar lelah.

Life in Death : Re-50.yearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang