“El, ayo cepat!” teriak David yang tiba-tiba muncul sambil menarik lenganku.
Kami pun merangkak dengan cepat menuju jalan keluar sebelum zombie itu sampai. Ah, sialnya aku menghancurkan papan kayu penutup terowongan itu.
“Bagaimana ini?” Tanya David gelisah.
“Timbun jalan keluarnya!” kataku sambil mencoba menutup jalan keluar dengan tanah dan batu-batu besar. Dan untungnya, kami berhasil menutup jalan sebelum zombie itu merangkak keluar dari sana.
“Cari sesuatu dari gudang untuk menutup ini, David! Cepat!” kataku padanya.
Ia pun pergi untuk mengambil barang-barang apa saja yang sekiranya bisa menahan pintu terowongan itu. Dan disini aku sendiri, di lubang ini, menyesali perbuatanku yang teramat bodoh itu. Aku berharap dapat mengetahui arti dari “akhir dari segalanya” tapi bukan ini yang kumaksud! Ya, maksudku, siapa orang di dunia ini yang berharap dikejar zombie di suatu terowongan yang gelap gulita?
Setelah beberapa menit, David kembali dengan beberapa barang seperti papan kayu, triplek tipis, paku kecil, dan palu. Kami pun mulai menambal mulut terowongan itu dengan terburu-buru. Setelah selesai, kami pun kembali ke rumah, berharap tak ada apapun yang bisa membuka terowongan itu kembali.
Malam pun tiba, aku turun ke bawah untuk makan malam. Untung saja aku membawa cadangan kacamata, sehingga aku masih bisa melihat, yaaa walaupun tak sebaik dengan kacamata sebelumnya. Kami pun duduk di kursi meja makan dan mulai menyantap makanan kami.
“Uhukk uhuk” batuk ibuku.
“Ma? Mama gak apa-apa?” tanyaku.
“Its okay. Mama terlalu buru-buru makannya” kata ibuku.
Setelah selesai makan malam, adikku pergi ke kamarku lagi untuk membicarakan hal mengerikan yang terjadi sore tadi.
“Okay, David. Bagaimana kau bisa tau aku ada disana tadi?” tanyaku pada David.
“Aku mengikutimu! Maksudku, bukannya aku ingin peduli padamu, tapi kau itu keras kepala, El” jawabnya.
“Huft, hari ini hari yang melelahkan dan aku harap apapun yang berada di terowongan sana tak akan pernah keluar” kataku.
“Aku harap begitu” jawabnya.
Keesokkan harinya, aku terbangun pagi-pagi sekali karena mendapat mimpi buruk, mungkin karena zombie itu. Entah mengapa, aku selalu mendapat firasat buruk yang seakan-akan menyuruhku berkemas dan pergi sejauh mungkin. Semoga itu hanya firasatku.
Aku turun ke bawah untuk mengambil sarapan, beberapa roti bakar coklat keju dengan segelas susu adalah favoritku. Aku pun pindah ke teras rumah yang ternyata sudah ada David yang sedang menikmati sarapannya.
“Menyingkirlah dari sini. Aku mau sarapan” kataku padanya.
“Bukan begitu caranya. Biasakan meminta tolong” katanya.
“Huft, tolong geser sedikit” kataku.
“Oke” jawabnya sambil menggeser duduknya ke bagian kanan sofa panjang itu.
“Ngomong-ngomong, sudah berapa lama sejak kemunculan zombie dari zaman kakek?” tanyaku padanya.
“Kakek berperang melawan zombie itu di usia 20 tahun, dan meninggal di umur 65. Kakek kita meninggal 5 tahun lalu. Jadi tahun ini tepat 50 tahun sejak kemunculan zombie itu” jelasnya panjang lebar.
“Ah sial, perasaanku tak enak” pikirku.
Setelah selesai makan, aku pun kembali ke kamarku. Firasat tak enak itu muncul lagi, dan sepertinya aku benar-benar harus berkemas. Yah, lagipula berkemas tak ada salahnya, kan? Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku pun mengambil tasku dan memasukkan beberapa bajuku ke dalamnya. Tak hanya baju, aku juga memasukkan beberapa makanan, alat P3K, dan alat semacam gergaji mesin namun lebih kecil dan lebih ringan yang sekiranya bisa digunakan sebagai senjata. Aku pun tak tahu mengapa aku melakukan ini, tapi aku merasakan firasat buruk. Lebih tepatnya, sesuatu yang buruk akan terjadi.
Jam menunjukkan pukul 2 siang. Aku pun turun dari kamar untuk sekedar bersantai di teras depan. Saat aku melewati kamar ibuku, aku mendengar suara ibuku yang sedang batuk-batuk. Aku pun menghampirinya.
“Ma?” tanyaku.
“Ya? Mama cuma sedikit batuk” katanya.
“Mama yakin? Mama mulai batuk-batuk dari kemarin makan malam” tanyaku.
“Iya, Mama yakin kok ini cuma batuk biasa” jawabnya.
“El?? Dimana kau?!” teriak adikku mencariku.
“Aku disiniii!” kataku sambil menghampirinya yang sepertinya berada di ruang tengah.
“Lihat ini, ramalan cuaca bilang kalau besok akan terjadi badai besar, El” katanya padaku sambil menonton berita televisi.
“Kau tau apa yang kupikirkan?” tanyaku padanya sambil duduk di sebelahnya.
“Aku harap bukan tentang bakteri dari air hujan” katanya.
“No, David. Aku hanya berharap zombie itu tak keluar dari terowongan karena hujan” kataku sambil melirik padanya.
“Itulah sebabnya aku memanggilmu kesini” katanya sambil menatapku.
Entah mengapa tiba-tiba seluruh bulu kudukku merinding. Perasaan takut mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Bagaimana jika hujan membuat zombie itu keluar? Bagaimana jika ia keluar dari sana? Ugh, aku bahkan tak sanggup memikirkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death : Re-50.years
Aventura(LANJUTNYA DI S2) Terkadang, penasaran itu bisa membunuhmu. Maksudku, benar-benar membunuh. Sialnya, rasa penasaranku justru menyebabkan kekacauan di seluruh dunia. Makhluk-makhluk sialan itu- ah. Aku bersumpah aku akan menyelesaikan kekacauan ini...