Masalahnya

37 7 0
                                    

"Thanks bro, buat yang kemaren" Tutur Leon saat Wildan baru duduk di dalam cafe.

Ingat kejadian saat Keynand marah pada Fura? Wildan sedang membantu Leon yang katanya jatuh saat mau membuka cafe.

Untunglah hanya terkilir biasa dan kakinya sempat lebam berwarna hitam keunguan. Terpaksa Wildan yang membantu Leon karena hanya Wildan yang dapat dimintai bantuan saat itu. Begitu pula sebaliknya, Leon pun berusaha membantu Wildan saat butuh bantuan.

"Hmmm"

"What's wrong? Katanya cewe lo lagi kesini, ngga lo ajak kesini, gue pengen liat aslinya. Mana tau aslinya lebih cantik dari fotonya"

"Cacat dia" ucap cuek Wildan karena sedang pusing dengan masalah yang sedang dihadapinya.

Adiknya? Yang benar saja, bertahun-tahun ia mencoba mencari informasi tentang adiknya yang hilang.

Tapi kenyataannya, selama ini dia disampingnya? Selama ini dia ada bersamanya? Menjadi kekasihnya? Yang benar saja. Bahkan bisa Wildan lihat tadi kalau wajah muda Kinar sangat mirip dengan Fura.

Berkali-kalipun Wildan mencoba tak memikirkannya tetap saja hal itu langsung terbayang dalam pikirannya.

Pernah sih Wildan menduga bahwa Fura adalah seseorang yang seharusnya ia kenal. Bisa dilihat ada bagian wajah yang sangat mirip dengan Wildan. Tentu saja dibagian mata mereka yang memiliki bola mata yang berwarna coklat muda dan bentuk mata yang sama.

"Maksud lo?" Tanya Leon tak tahu maksud dari Wildan.

"Habis kesrempet truk"

"Lo bete karna cewek lo habis kecelakaan? Gila ya, jadi selama ini lo cuma liat wajahnya"

"Bukan gitu goblok"

"Terus??"

"Au'ah" Pasrah Wildan

"Mana gue tau kalau lo ga ngomong. Lagipun kalau mau uring-uringan jangan kesini. Bikin suasana cafe gue berubah"

Wildan tak bisa cerita masalah pribadinya. Dia bahkan tak pernah terbuka dengan orang lain, satu-satunya tempat ternyamannya bercerita hanya pada Bella dan Fura.

Tapi Bella sedang tak bersamanya, gengsi buat dia memulai telfon pada Bella yang notabenya hanya ibu tirinya. Dan mana mungkin Wildan mau mengungkapkan perasaannya sekarang pada Fura. Jelas-jelas Fura adalah akar dari masalah yang dihadapinya.

"Cerita aja kalik" ujar Leon sembari memberi Wildan secangkir kopikopi. "Siapa tau gue bisa kasih masukan"

"Masalahnya..." Ucap Wildan menggantung dan langsung terdiam.

"Lo mau gue bikin bonyok?" Tutur Leon tak sabaran.

"Bunda.." Gumam Wildan saat melihat ke arah ponselnya.

'Sayang...jemput bunda dong'

"Bunda di Australia juga?" Tanya Wildan sambil meletakkan ponselnya di dekat telinga.

'Bunda gabut dirumah. Makanya ikut kesini'

Wildan memutar bola matanya malas. Jujur bundanya ini masih seperti anak kecil. Ucapannya seperti pindah negara adalah hal yang gampang.

"Bunda dimana?"

'Di bandara dong sayang. Jangan bilang sama ayah hlo'

"Keluar tanpa ijin suami dosa" ucap sarkastik Wildan

'Sekali-kali boleh lahh. Udah cepet!!'

"Otewe" Ucap Wildan malas.

Hembusan nafas terdengar keluar dari rongga mulut Wildan. Baru saja ia bergelut dengan pikirannya membicarakan Bella. Dan ternyata Bella sudah sampai di Australia saja.

"Cabut dulu"

"Kemana?"

"Bandara. Pinjem mobil" jawabnya sambil memakai jaket.

"Nih. Jangan sampai lecet" pesan Leon dan memberikan kunci mobilnya pada Wildan.

"Hmm"

Wildan langsung keluar dari kafe dan mengendarai mobil milik Leon. Mobilnya pun mulai memasuki jalanan yang sedang sepi pengendara menuju bandara.

°°°°°

Fira sedang duduk sendirian di ruang tengah apartemen Wildan. Hanya ada dirinya dan sedang berceloteh ria dengan ponselnya sendiri.

Semua memilih untuk keluar apartemen sekedar jalan-jalan berkeliling Melbourn city. Tentu saja untuk menghibur Fura, apalagi lusa harus pulang ke Indonesia.

Fira memilih tidak ikut karena dia tidak terlalu kuat dengan cuaca yang dingin, tidak terbiasa dengan cuaca biasanya di Indonesia. Untung saja ada seseorang yang memecah keheningannya di dalam apartemen sendiri.

Siapa lagi kalau bukan pacarnya yang sampai sekarang masih langgeng saja. Fira bersyukur, hubungannya tidak mendapat banyak masalah seperti Fura. Walau kadang sedih melihat Fura yang murung dan tidak seperti dahulu yang sangat cerewet.

"Wildan sudah tahu?" Tanya Bima dari sebrang telfon

"Begitulah. Aku sedih melihat Fura tidak seperti dulu"

"Wahh bagus dong, jadi ngga cerewet dan banyak ngomen aku"

"Kak Bim..."

"Bercanda elahh...gimana disana?" Tanyanya.

"Ngga ada yang bagus" Jawab Fira cuek.

"Yahh padahal niatnya mau honeymoon kesana" Goda Bima

"Sama siapa"

"Sama istriku lah"

"Uang aja belom ada udah istri-istrian" Fira memutar bola matanya malas.

"Ya kan planning dulu"

"Sok"

"Aku ngga bilang kalau sama kamu"

"Ishhh"

"Jadi lusa balik?"

"Hmm" Jawab singkat Fira.

"Ngambek ih"

"Hmm"

"Aku mingdep balik juga, jadwal kuliah kosong" Ujar Bima

"Terus??"

"Nggak, cuma mau kasih tahu"

"Hmm"

"Bercanda sayang...ayok keluar"

"Hmm"

"Ih udah ah ngambeknya"

Fira terdiam dan tersenyum. Tentu saka Bima tidak mungkin tahu jika Fira sedang tersenyum.

"Fir...sayang...Fira sayang..." panggil Bima dari sebrang sana. "Ih ngambek beneran. Ya udah ku tutup telfonnya yaa"

Fira masih terdiam, tapi dengan raut wajah jutek. Bisa-bisanya mau menutup telfon begitu saja.

Tut. Tut.

Bola mata Fira sudah benar-benar membola. Apa? Ditutup? Bisa-bisanya, haishh...dasar laki-laki tidak peka.

Fira benar-benar menggerutu dan mengutuk laki-laki yang bernama Bima itu.

Fira menghembuskan nafasnya pasrah. Sama saja dengan Wildan-Wildan yang diceritakan Fura padanya.

"Huft..."

°°°°°°

Part berapa ya ini...

Yukkk tetep simak cerita aku yaa, dan baru tahu apa yang terjadi sama Wildan n' Fura kedepannya

Salam dari Salmara_

🍁🍁🍁

UNTHINKABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang