_Ragu_√

1.5K 158 23
                                    

Readeul pasti tahu cara menghargai seorang penulis.
(◍•ᴗ<◍)♡

.
.
.

Bagian 42 • Ragu
____________________

Lembut bagai sutra, tak ada yang bisa menikmati kelembutan seprai yang sekarang ia rasakan. Mengusak-ngusak pelan seprai yang membuatnya nyaman sampai pagi hari. Rasanya tak ingin bangkit dari kenyamanan pagi. Ia mengucek matanya, dan menguap sambil menggeliat. Segar sekali rasanya. Sampai sesuatu pikiran terbesit, matanya langsung membulat bingung. Bukankah kemarin ia ketiduran di tepi lapangan. Beruntung ia bangun di ranjangnya, kalau di ranjang orang lain berbahaya. Seragamnya juga sudah digantikan oleh piyama. Mungkin eomma-nya yang mengganti.

Setelah membersihkan diri, seperti biasa ia menyapa kedua orang tuanya dan abangnya, menikmati sarapan sambil berbincang ringan. Ia juga bertanya pada eomma-nya dan ternyata benar, yang mengganti seragamnya adalah beliau.

"Dek sarapannya dicepetin, kasihan yang nunggu tuh." Nakyung menghentikan kegiatan menggigit rotinya, "Siapa? Abang?" Taeyong yang merasa disangkut pautkan ambil bicara, "Weh kagaklah, itu pacar lo nunggu, btw kemarin yang nganterin pulang tuh pacar lo."

"Gak tanya weh." Nakyung tidak menyangkal ucapan abangnya, ia tahu kalau abangnya tak tahu menahu tentang Renjun, "Udah ya eomma, Nakyung pamit." Nyonya Lee mengangguk.

Ternyata benar yang dikatakan eomma dan abangnya, Rengun menunggu di depan dengan mogenya dan masih asik bermain dengan ponselnya. Nakyung menghampiri dengan mengendap-ngendap, bermaksud untuk mengejutkan tapi gagal, Rengun sudah lebih dulu menyadari kedatangannya.

"Ga pro sih," kata Rengun sambil memberikan helm ke Nakyung, "Biarin." Nakyung mengambil helm tidak santai. Langsung saja ia gunakan. Tapi ia tidak kunjung naik, "Mau telat lo?" Nakyung malah memajukan bibirnya, kalau saja tidak kekasih orang sudah disamber itu bibirnya Nakyung.

Beruntung Rengun termasuk manusia peka, dia melepaskan jaket jeansnya dan diberikan pada Nakyung untuk menutupi pahanya, "Sekarang apa lagi?"

"Ish, motor lo kegedean, gua ga bisa naik." Rengun menepuk jidatnya, lupa dia, "Yaudah sini duduk di depan." Rengun mencoba untuk menggoda Nakyung dan menepuk-nepuk jok depannya, "Gua bukan anak kecil Ren."

"Pegangin pundak gua." Nakyung memegang pundak Rengun sambil kakinya naik. Memposisikan tempat yang enak lalu jaketnya di pahanya. Dia menepuk pundak Rengun pelan, "Yok berangkat."

"Gua mau ngebut lho Na." Hah? Rengun memanggil dirinya Na? Tidak salah dengar? Yaudah Nakyung memegang kemeja hitam Rengun sedikit, "Bukan gitu." Rengun malah menarik kedua tangan Nakyung dan dilingkarkan ke perutnya.

"Ren jangan gitu." Nakyung melepas tangannya dari perut Rengun, "Lo seharusnya udah tau." Rengun diam mendengar kalimat yang dilontarkan Nakyung, dia langsung saja mulai mengendarai motor dengan kecepatan biasa lalu karena jamnya sudah mepet, dia mulai menambah kecepatan. Nakyung spontan melingkarkan tangannya di perut Rengun.

"Sorry ya Na, tapi gua butuh kehangatan lo. Untuk beberapa hari ini, gua berharap rencana untuk malingin lo dari Renjun bisa berhasil. Atau..."

Monolog Rengun dalam hati dengan sudut bibirnya tertarik ke atas sedikit.

***

Setelah sampai di kampus, Nakyung tidak menyadari, masih dalam posisi memeluk perut Rengun dan memejamkan matanya takut. Rengun terkekeh pelan, melihat ekspresi Nakyung hawanya ingin mencubit. Beruntung MOS-nya hanya sehari, tidak mengerti alasan jelasnya. Padahal biasanya tiga hari berturut-turut. Dan hari ini kelas dimulai pukul 08.00 AM. Rengun sengaja mengendarai motor cepat, tujuannya supaya bisa modus. Posisinya sekarang juga enak. Sampai ada suara yang membuat ia berdecak malas.

Cupu [Huang Renjun]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang