18 | Aku Mencintaimu

106 25 23
                                    

Seoul, Mei 2011

"Yah! Kenapa kau lama sekali?!" Jian menggerutu kesal saat melihat kedatangan Seongwoo.

Seongwoo hanya tersenyum kemudian memberikan gelas berisikan coklat panas kepada Jian dan duduk tepat di depan Jian.

"Kenapa kau kesal seperti itu? Aku baru meninggalkanmu sebentar, kau sudah merindukanku?" Seongwoo menyeringai membuat Jian menatapnya jengah.

Seongwoo kemudian tersenyum dan mencubit pipi Jian gemas. "Aku tidak meninggalkanmu, kan? Aku kembali setelah memesan minuman untukku." Katanya.

"Terimakasih." Kata Jian datar, lalu ia menyeruput minumannya segera.

Sedetik kemudian, terlihat sebuah senyuman tipis di wajahnya yang membuat Seongwoo juga tersenyum. Jian terlihat bahagia dan itu membuat Seongwoo tenang.

"Yah, apa kau bisa pelan-pelan meminumnya? Itu masih panas, nanti lidahmu terbakar." Ujar Seongwoo.

Jian tersenyum. "Gwaenchana. Ini sangat enak diminum saat panas dan membuatku bahagia." Ujarnya.

"Benarkah? Kalau begitu, aku akan mentraktirmu minuman itu setiap hari agar kau bahagia, Jianku." Kata Seongwoo.

Jian tersenyum. "Kau mau berjanji padaku?" Tanya Jian.

Seongwoo mengangguk. "Tentu saja. Janji." Seongwoo menjulurkan jari kelingkingnya pada Jian.

"Janji." Jian melingkarkan jari kelingkingnya pada Seongwoo. "Aku akan memperingatkanmu jika kau lupa." Kata Jian bersemangat.

Seongwoo terkekeh. "Kenapa kau sangat bersemangat, Jianku?" Tanya Seongwoo gemas.

Jian tertawa kecil. "Tentu saja. Jika kau mentraktirku minuman ini setiap hari, aku akan menjadi bahagia setiap hari dan dapat mengingat seseorang yang berharga untukku." Ujar Jian.

Seongwoo tersenyum. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke wajah Jian dengan kedua tangan yang ia biarkan menjadi tumpuan kepalanya. "Benarkah? Yah, aku jadi ingin bertemu dengan orang yang sangat kau hargai itu Bae Jian dan berterimakasih karena sudah membuatmu bahagia." Ujar tersenyum.

Jian tersenyum simpul. "Kau tidak akan bertemu dengannya." Lirih Jian. Raut wajahnya seketika berubah menjadi muram.

"Wae?" Tanya Seongwoo bingung.

Jian tersenyum getir dan menghela nafasnya berat. "Seingatku dia sudah pergi jauh ke tempat yang tidak bisa kita jamah." Lirih Jian.

"Apa maksudmu, Jianku?" Tanya Seongwoo semakin bingung.

Jian menatap Seongwoo dengan tatapan datar, kemudian tersenyum miris. "Di ingatanku, dia sudah meninggal, Seongwoo-ya." Ujar Jian.

Seongwoo tersentak kaget. "Maaf. Aku tidak tahu." Katanya merasa bersalah.

Jian tersenyum. "Gwaenchana. Aku memang tak memberitahu kepadamu tentangnya." Kata Jian.

Gadis itu kemudian menatap kearah jendela dan memandangi sisa hujan tadi. Mata indahnya yang sebelum berbinar kini menjadi redup. Terlihat sangat jelas kesedihan nampak dari kedua bola matanya.

Seongwoo menatap Jian dan merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Jian. Ia kemudian menggenggam tangan Jian yang berada diatas meja dan tersenyum. Gadis itu kini menatapnya dan tersenyum.

"Jangan tersenyum jika kau tidak ingin tersenyum, Jianku. Jangan memaksa, jika kau tidak bersungguh-sungguh." Ujar Seongwoo.

"Aku bersungguh-sungguh, saat ini aku memang sedang ingin tersenyum." Ujar Jian.

✔ Dear My Youth (Ong Seongwoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang