22 | Bae Jian

111 19 20
                                    

Seoul, Agustus 2019

Seongwoo baru saja selesai mengetik halaman demi halaman tulisan miliknya. Ditatapnya rentetan kata-kata itu dengan matanya yang sedikit merah. Setiap kali menuliskan tentangnya dan Jian di masa lalu, hatinya menjadi sakit dan membuatnya menangis.

Mengenang masa-masa itu membuatnya selalu ingin kembali dan memperbaiki semuanya. Namun, itu adalah hal yang paling mustahil.

Jian tetap akan membenciku. Batinnya.

Setelah dianggap selesai, Seongwoo langsung mematikan laptop miliknya dan menyeruput es kopi yang sudah dipesannya. Udara diluar cafe tempatnya berada begitu panas, ditambah menunggu seseorang yang tak kunjung datang begitu menyebalkan.

Seharusnya hari ini ia bertemu dengan editor yang mengurus masalah tulisannya. Namun, sudah satu jam editor itu tak kunjung datang dan itu membuatnya kesal.

"Daeseong Yi jagganim?"

Seongwoo terperanjat saat mendengar suara seorang perempuan memanggil nama pena miliknya. Ia pun langsung memutuskan untuk berbalik dan melihat siapa yang memanggil nama penanya itu.

Seongwoo terkejut melihat sosok yang berada di hadapannya, begitupun dengan wanita yang kini diam mematung melihat sosok Seongwoo.

"Bukankah kita pernah bertemu?" Tanya Seongwoo. Wajah wanita itu benar-benar tidak asing untuknya.

Kedua bola mata wanita itu terlihat bergetar. Ia benar-benar terkejut melihat sosok Seongwoo berada di hadapannya. Sosok laki-laki yang selalu ada di dalam ingatan adik perempuannya, kini sudah kembali.

"Ah, anyeonghaseyo, Jagganim." Irene berusaha untuk pura-pura tidak mengenalnya. Ia yakin Seongwoo akan melupakan pertemuan dengannya di masa lalu yang hanya sekilas.

Seongwoo terdiam. Ia berusaha untuk memperhatikan setiap fitur wajah wanita itu. Ia sangat yakin peenah bertemu dengannya, tapi tidak ingat.

"Perkenalkan saya Bae Joohyun. Kepala editor Daehan Minguk Publisher." Kata Irene. Ia masih mempertahankan muka bebal, seolah tak mengenal Seongwoo dan menyembunyikan nama Irene Bae pada tanda pengenalnya.

"Ah, Anyeonghaseyo, Daeseong Yi imnida." Seongwoo membalasnya. "Silahkan duduk." Titah Seongwoo.

Irene pun langsung duduk di kursi yang sudah dipersilahkan oleh Seongwoo.

"Apakah kita benar tidak pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Seongwoo lagi.

Irene berusaha untuk tersenyum dan bersikap tenang. "Benarkah? Mungkin kau melihat seseorang yang mirip denganku." Ujar Irene.

Seongwoo hanya tersenyum simpul. "Jadi, kau adalah editor untuk karyaku?" Tanya Seongwoo.

Irene menggelengkan kepalanya. "Bukan aku. Aku hanya menggantikannya untuk bertemu denganmu, karena dia memiliki urusan yang lain." Jawab Irene. "Dan juga keras kepala." Lirih Irene.

"Oh begitu. Baiklah, tolong sampaikan salamku untuknya dan juga ini draft final yang sudah selesai." Seongwoo tersenyum sembari memberikan tumpukan draft pada Irene.

Irene tersenyum menerima draft milik Seongwoo dan membacanya sebagian.

"Ah ya!" Tiba-tiba Irene teringat sesuatu.

Seongwoo yang sedang menyeruput minumannya kini beralih menatap Irene bingung. "Waeyo? Apa ada yang salah?" Tanya Seongwoo.

Irene tersenyum canggung. "Sebenarnya aku sudah ingin mempertanyakannya sejak lama. Apa alasanmu menulis cerita ini? Bukankah tulisannya kau tunjukkan untuk seseorang?" Tanya Irene.

✔ Dear My Youth (Ong Seongwoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang