Seoul, Januari 2012
Pagi sekali, Seongwoo sudah berdiam di depan gerbang sekolahnya bersama dengan guru-guru yang bertugas untuk piket hari ini, termasuk Hyesun, kakaknya.
Kemarin malam, saat Seongwoo menolak pertunangan antara dirinya dan Miyeon, gadis itu malah membuat ulah dengan memberitahu kebenaran diantara mereka pada Jian. Tentu saja, Jian marah dan terluka meskipun mungkin tak menunjukkannya. Mungkin saja Jian sedang mengutuk dirinya di perjalanan berangkat sekolah.
Seongwoo bertekad untuk meluruskan semuanya. Sangat jelas jika hanya Miyeon yang terobsesi padanya dan Seongwoo sudah menolak Miyeon dengan sangat jelas. Ini waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya sebelum Miyeon menyebarkan berita pertunangan mereka ke seantero sekolah. Seongwoo harus berbicara dengan Jian, apapun yang terjadi.
"Yah, lebih baik kau masuk." Kata Hyesun yang mulai khawatir melihat adiknya harus kedinginan menantikan Jian yang tak kunjung datang.
"Ssaem, aku harus bicara dengan Jian sebelum masuk kelas. Sebelum Miyeon membuatnya menjadi masalah." Seongwoo terlihat bertekad.
"Maafkan Appa." Kata Hyesun lirih.
Seongwoo menatap Hyesun. "Jangan minta maaf. Abeoji yang seharusnya minta maaf." Kata Seongwoo seraya menenangkan Hyesun yang sudah terlihat mengkhawatirkan dirinya sejak malam tadi.
"Joheun achim, ssaem"
Sapa seseorang yang suaranya benar-benar tidak asing. Seongwoo dan Hyesun menoleh kearah sunber suara. Ternyata benar Jian. Gadis itu baru saja datang dan menyapa Hyesun lalu berlalu dan mengabaikan Seongwoo yang sudah jelas berada disana.
"Yah, Jianku. Tunggu aku." Seongwoo berlari-lari menghampiri Jian yang berjalan di depannya.
Jian, gadis itu langsung memakai earphone miliknya dan melepas alat bantu dengarnya. Sama seperti Seongwoo yang penuh tekad, Jian juga bertekad untuk tidak mendengar dan mempercayai satupun kalimat yang terlontar dari mulut seorang Ong Seongwoo.
Jian masih belum bisa melupakan bagaimana Miyeon meneleponnya di perjalanan saat ia pulang bersama dengan Seungyoun. Hatinya sakit dan terluka. Jian juga menangis di hadapan Seungyoun yang bukan siapa-siapanya. Untung saja, Seungyoun pemuda yang baik. Bisa bayangkan bagaimana rasanya menjadi Jian malam itu. Ia bahkan tidak bisa beepikir jernih dan banyak meminum obat tidur semalam, sehingga membuatnya kurang sehat pagi ini.
"Jian-a." Seongwoo langsung meraih tangan Jian. Namun gadis itu langaung menepisnya dan mengabaikannya.
Seongwoo tidak akan mundur begitu saja. Laki-laki itu langsung menarik earphone milik Jian dan membuangnya agar Jian dapat mendengarkannya.
Jian menatap Seongwoo jengah. Hatinya benar-benar hancur dan ingin sekali menampar laki-laki di hadapannya. Kenapa Seongwoo begitu tidak tahu malu dengan menghancurkan pagi milik Jian?
"Wae?" Tanya Jian ketus.
"Aku ingin bicara denganmu, Bae Jian." Ujar Seongwoo.
"Kau ingin ucapan selamat dariku? Selamat kalau begitu." Ketus Jian.
Seongwoo terlihat kesal. "Yah! Aku bahkan tidak bertunangan dengannya, kenapa kau harus mengucapkan selamat?!" Tukas Seongwoo.
"Benarkah? Tapi semalam aku mendengar kalimat yang berbeda dari tunanganmu itu." Tukas Jian.
"Jian-a, bisakah kau tidak bersikap seperti ini?" Tanya Seongwoo frustasi.
"Kau yang membuatku bersikap seperti ini." Tukas Jian.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Dear My Youth (Ong Seongwoo)
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Meskipun terasa menyakitkan, semua yang sudah berlalu itu, terlalu indah untuk dilupakan. Namun, aku tidak sanggup untuk mengenangnya sendirian. Kenangan itu akan selalu menjadi milik kita, meskipun kita sudah tak lagi bersama. Part of...