40 : Epilog

16.2K 969 835
                                    

Kehilangan nyawa selama beberapa detik memberikan banyak pengaruh. Saat di mana dimensi membawa jiwanya pergi, meronggoskannya ke dalam lubang hitam, terhisap dan hilang di antara pusarannya. Ternyata itulah detik kesatu di mana jiwanya terlepas dari raga. Kala itu, hal pertama yang ia temukan setelah terbangun di dunia asing adalah dunia yang resih dan damai.

Aromanya semerbak seperti di atas langit-langitnya di gantungi pengharum. Ada jingga yang mengisi bentala, meraup banyak tatapan kagum dari kedua sorot mata. Pun, ia berkeliling penuh esoteris. Beranggapan bahwa ini adalah mimpi menakjubkan dari yang pernah ia rasakan, di tambah danau kemilaunya, benar-benar indah sampai kelopak matanya tak mau berkedip. Sungguh luar biasa.

Ini dunia akhirat, tetapi Taehyung bahkan begitu amerta hanya untuk menyadari kalau itu bukanlah dunia mimpi. Melainkan dunianya yang sekarang. Dunia di mana hanya jiwa murni dari seorang manusia yang bisa hidup di sana.

Tidak untuk senggok raga pun.
Sedangkan Taehyung yakin ia tengah bermimpi, sangat nyata, tetapi ia jelas bingung karena perpindahan dimensi. Ia hanya pakai celana jeans panjang dengan aksen robek-robek di lutut, sepatu bot usang dan satu balutan kemeja tipis yang menampilkan banyak tonjolan otot. Itu saja jelas memperlihatkan betapa Taehyung baru saja pergi dalam keadaan yang mendesak. Sedangkan pria yang baru saja menepuk bahunya dengan tersenyum-senyum, memakai kemeja putih, dengan celana yang tak kalah resihnya. Bersinar seperti ada setengah matahari hinggap di tubuhnya.

"Hyung! Ini bukan tempatmu, sebaiknya kembali, dan tepati janjimu."

"Jungkook...."

"Hyung, kenapa kau bisa ada di sini, dan ehw lihat dirimu, seperti gembel." Jungkook tersenyum, senyuman yang cerah dan begitu indah, mirip; seperti senyuman bocah itu ketika masih kecil.

"Jungkook...."

Dalam sekon ketiga setelah Jungkook berujar, Taehyung melangkah mendekat, pria itu langsung saja mendekap si adik, yang jahatnya bukan main. Memeluk tubuh itu dengan penuh kerinduan. Taehyung menangis di sana, menumpahkan ribuan kupu-kupu rindu, beserta ratusan titik liquid asin. Jungkook membalas pelukan Taehyung, membiarkan kakaknya menangis pilu di bahunya.

"Jungkook, maafkan aku...."

"Hyung, aku yang harusnya minta maaf." Jungkook menitikan air mata. Nampak begitu haru dan menyesal.

"Kenapa kau melakukan semua ini, Jungkook. Kau tahu aku sangat menyayangimu. Aku bilang kembali pulang bersamaku, bukan pulang ke rumah Tuhan!"

"Hyung, lambat laun kau juga akan datang ke sini. Dan kau datang bersama pakaian gembelmu, Tuhan sepertinya hanya ingin mempertemukan kita. Bukan untuk mempersatukan kita."

Taehyung melepaskan pelukan, benar-benar sangat merah wajahnya; seperti tomat hidungnya, dan seperti kepiting rebus telinganya. Jungkook tersenyum, menatapi kakaknya yang rapuh di balik bahu kekarnya. Jungkook menyesal telah berbuat begitu banyak kejahatan pada Taehyung, kakaknya. Hanya supaya ia mendapatkan perhatian. Mereka kelihatan saling membenci, padahal di dalam hati, benar-benar saling mencintai. Cintai sejati antara saudara.

"Hyung, jangan jadi begini. Kau terlihat menyedihkan. Ironis sekali. Kalau saja aku masih hidup, aku ingin sekali membunuhmu, supaya kau mati sedikit lebih terhormat." Jungkook berujar. Dan Taehyung nampak memperhatikan sang adik.

"Kupikir kau masuk neraka." Taehyung berujar sinis. Kembali lagi pada dirinya yang sama.

"Tahu tidak, Tuhan itu tidak pernah menutup mata. Dia menghitung semua kejahatan dan kebaikan yang aku lakukan dengan begitu teliti. Di persidangan yang Tuhan berikan padaku. Aku memenangkan amal baik. Hyung, percaya tidak, itu aku dapatkan hanya karena aku yang beberapa kali memberikan bahan makanan untuk seorang nenek jelata yang hidup sendirian di lahan kumuh."

[KTH] My Patron ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang