03 : Foreign Place

12.7K 1.6K 117
                                    

     Ternyata, pria itu membawanya ke sebuah pondok mungil yang letaknya berada tepat di tengah-tengah kerumunan pohon pinus, ada kawat-kawat yang sengaja dipasang untuk pembatas. Pria itu menancapkan obor ke pagar rumah, tak lama setelah itu ia merasa tubuhnya di baringkan pada sebuah alas lembut, hangat dan nyaman. Ia sempat memejamkan mata, tahu-tahu saja pria itu sudah membungkuk di atasnya.

"M-mau apa kau?" Soojae bertopang pada dua siku tangan. Memandangi kedua lengan sekuat baja milik si pria tengah berusaha melepaskan pakaiannya.

"Diamlah!" Soojae bungkam, ia tidak tahu harus menunjukan reaksi seperti apa. Tubuhnya terlalu letih dan sakit sampai ia tidak bisa memprotes apa-apa lagi.

"Jangan banyak bergerak."

Soojae patuh dan tak bergerak, ia bernapas perlahan untuk menormalkan detak jantung, berusaha membasahi bibirnya dengan lidah, tapi itu tidak berhasil, ia malah semakin gugup saat pria itu merobek celana panjang yang ia kenakan.

"Kau... kenapa kau merobek celanaku?"

"Karena aku mesti melihat lukamu." Si pria bertampang kasar itu mengamati salah satu kaki Soojae, ia merobek celananya dari mata kaki sampai ke bawah celana dalam.

"Semoga kau cukup tahu diri untuk tidak menatapiku."

Kendati ia tahu kalau pria itu telah menolongnya, tapi ia tidak suka bagaimana cara pria itu menatapnya.
Seringai itu terbentuk di bawah kumisnya yang tipis, sampai Soojae pening tak karuan. Pria itu melirik dari ekor mata. Soojae memalingkan wajah, ia mengutuk pipinya yang memerah malu saat menangkap celana dalamnya yang berenda.

Dengan sigap, pria itu mulai membersihkan luka cakar di paha Soojae. Ia merobek-robek sebuah kain lembut untuk dijadikan sebagai bebat dari lukanya. Soojae meringis, ia mencengkram pakaian pria itu untuk melampiaskan rasa sakit. "Kenapa kau bisa ada di hutan?"

"Kecelakaan, aku hanyut..." Air mata gadis itu mengalir tanpa disadarinya. Si pria berwajah kasar tersebut membubuhkan peroksida yang diletakan dalam kotak kayu kecil. Soojae menjerit kesakitan, gigi-giginya gemertak, urat-uratnya mengejang dan ia terkulai lemah saat pria itu sudah selesai mengobati lukanya. "Ini di mana?"

"Hutan."

"Aku tahu, maksudku ini di..."

"Aku ingin tidur. Jangan berisik."

Seharusnya ia menyadari kalau pria itu sungguh kasar. Perlakuannya yang bar-bar membuatnya menyimpulkan kalau pria itu adalah pria yang sulit. Entah kenapa, Soojae benci pada orang yang telah menolongnya tersebut. Ia akhirnya mengusap peluh di dahi, lalu memejamkan mata dan terbangun esok paginya.

****

"Sam!"

"Sam! Sedang apa kau?"

Itu pria tadi malam. Pria yang menyelamatkannya dari kematian. Pria yang menggendongnya meski sambil menyumpah-nyumpah kasar.
Soojae meringis kesakitan. Ia terbangun. Bagaimana bisa ia tidur sedangkan pria itu terus membuat suara sedemikian berisiknya. Meski ia sudah terbangun cukup lama, tapi tidak sekali pun ia berhasil untuk bangkit duduk.

Jadi ia terbaring lemah di atas kasur tipis yang terbuat dari kapuk tersebut.
Lama tidak terdengar suara lagi, pintu pondok tiba-tiba saja terbuka lebar, hawa dingin dari embun pagi masuk, menyentuh pipinya yang pucat. Bersamaan dengan itu si pria
berjalan mendekat dengan langkah-langkah lebar. Soojae merasa malu sendiri ketika mendongak melihat wajah sang adam. Betapa tidak, semalam ia memeluk pria itu erat sekali, seperti koala yatim piatu. Tapi kembali pada kenyataan bahwa pria itu sungguh kasar, membuatnya mengulum bibir sengit.

[KTH] My Patron ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang