3 - Teman

1.8K 165 32
                                    

Harap tahu, bahwa aku bukan seseorang yang mudah untuk mundur, sekalipun kamu adalah penghalang terbesarnya.

...

"Lagi apa?" Tanya Mean yang melihat Perth belum tidur.
"Lagi kerjain tugas Phi, Phi belum tidur?" Tanya Perth melihat Phi Meannya masuk ke kamarnya.
"Mau tidur setelah cek kamu, kenapa tugasnya susah?" Tanya Mean lalu melihat isi tugas Perth.
"Cuma harus salin saja kok Phi." Kata Perth sambil tersenyum.
Nyatanya memang dia tinggal menyalin tugas yang tadi sebagian diajari oleh Mark.
"Kalau ada yang susah, beritahu Phi, biar aku bantu yah. Jangan terlalu malam belajarnya, istirahat agar tidak sakit." Pesan Mean sambil mengusak lembut rambut Perth.
"Iya Phi, terimakasih." Kata Perth sambil tersenyum.
Lalu Mean meninggalkan Perth untuk kembali ke kamarnya.
Perth mulai sibuk dengan dunia tugasnya sendiri.

...

"Hah jadi Perth itu adiknya Mean?" Tanya Plan heboh saat Mark bercerita tentang Perth.
"Belum  tahu adik kandung apa bukan, yang jelas mereka tinggal serumah." Mark pusing mengetahui bahwa pujaan hatinya berhubungan dengan Mean, musuh bebuyutannya.
"Wah, jangan-jangan Perth bukan adiknya tapi malah kekasihnya?" Tebak Plan semakin heboh. Sedangkan Mark melotot tidak terima. Ia tidak mau percaya dengan kemungkinan satu itu.
"Jangan asal bicaramu atau mulutmu itu mau kugunting?" Ancam Mark dengan kejamnya.
Ia tidak mau terima dengan kemungkinan satu itu.

"Yaelah bucin amat kamu." Cibir Plan gemas.
Sedangkan Mark hanya mendengus sebal.
Ia membaringkan tubuhnya lelah, entah mengapa baru berpisah sekian jam, rasa rindunya untuk Perth hadir.
Definisi bucin.

Sedangkan Plan menghela nafas melihat sahabatnya yang baru merasakan cinta pertama.

Sahabat baiknya sekaligus cinta pertamanya.
Malang sekali nasib Plan, jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Yang jelas hanya melihatnya sebagai sahabat.

Jatuh cinta pada sahabat sendiri itu membingungkan, dan membuat hati menjadi kacau. Namun Plan tidak menyesali perasaannya, jika itu pada Mark, ia sama sekali tidak keberatan.

Keduanya saling memejamkan mata, berkutat pada angan masing-masing.
Yang jelas keduanya sama dilema atas perasaan yang mereka miliki.

Mark yang jatuh cinta pada Perth.
Dan Plan yang jatuh cinta pada Mark.

...

"Lagi sendiri?" Perth menoleh ke asal suara, dan mendapati Mark yang tersenyum ke arahnya.
"Ya Phi, mau duduk sini?" Tanya Perth dengan sopan, dan tanpa ditawari pun Mark memang niat duduk depan Perth.
"Bagaimana tugasmu yang kemarin?" Tanya Mark penasaran.
" Ah sudah selesai, terimakasih yah Phi sudah mau membantuku." Perth sangat senang karena dibantu oleh Mark.

"Iya kalau ada yang perlu dibantu, bilang sama Phi saja." Kata Mark sambil tersenyum.
Perth tertegun.
"Memang boleh Phi?" Tanya Perth meyakinkan apa yang ia dengar barusan bukan bercandaan.
"Boleh kok." Mark tersenyum melihat Perth antusias menyambut perkataannya.
Tidak apa secara perlahan, Mark akan membuat Perth menyukai dirinya hingga nanti Perth sendiri yang memutuskan untuk bersama Mark dalam status yang lebih.

Perth hanya tersenyum senang, dan melihat Perth tersenyum saja jantungnya bisa berdegup menggila semacam ini.

Jantung Mark berdegup menggila hanya karena berada didekat Perth Tanaphon.

"Kamu ada hubungan apa dengan Mean?" Tanya Mark ditengah obrolan sederhana keduanya.
Perth mendongak melihat Mark yang tiba-tiba bertanya tentang P'Mean.
"Adik angkat, Phi kenal P'Mean?" Tanya Perth kembali.
Mark menghela nafas lega.
"Kenal, dulu kita teman, tapi kemudian saling menjauh karena sebuah masalah kecil." Jelas Mark, Perth mengangguk paham.
"Tapi setahuku, Mean tidak pernah cerita dia memiliki adik." Tanya Mark karena masih bingung.
Apa selama ini Mean sengaja tidak pernah cerita tentang adiknya?
"Adik angkat, setelah kedua orang tuaku meninggal, orang tua P'Mean ingin mengasuhku." Jelas Perth.
Perth sendiri tidak paham mengapa ia seterbuka ini pada seseorang yang baru dikenalnya.

"Ah kalau begitu maaf, pertanyaanku pasti membuatmu teringat dua orang yang kamu sayang." Kata Mark takut membuat Perth sedih.
Tapi Perth malah menanggapinya dengan senyum lembut.
"Tidak apa kok Phi, terimakasih sudah mengkhawatirkan perasaanku." Ucap Perth dengan tulus.
Lalu keduanya saling melempar senyum.

Disisi lain, Mean merasa terganggu, bagaimana bisa Mark mendekati adiknya.
Dia merasa risih melihat adiknya tertawa dengan orang asing.

Orang asing yang dulu pernah menjadi temannya.

Mean mengepalkan tangan karena marah.

...

"Plan." Mark memanggil Plan dengan nada kesal.
"Apa?" Tanya Plan bingung.
"Kenapa kamu tidak pernah memberitahu Mark tentang perasaanmu? Dan sekarang kamu biarkan dia mendekati Perth?" Tanya Mean to the point membuat Plan bingung.
"Apa urusannya denganmu? Tentang perasaanku itu urusanku, tapi mengapa kamu marah Perth didekati Mark?" Tanya Plan tidak mengerti.
"Kamu tahu benar kan apa alasanku membiarkan kalian berdua? Agar kamu tidak merasa bersalah padaku saat itu, tapi kamu malah membiarkan perasaanmu tidak dianggap, seolah kamu memang ingin aku pergi dari kalian. Lalu sekarang mengapa Mark harus mendekati Perth? Untuk mempermainkan Perth? Aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Kata Mean dengan tegas pada seseorang yang menjadi alasan dia meninggalkan persahabatannya dengan Mark. Yah dulu, memang Mean sangat menyukai Plan, tapi itu dulu.

Dan Mean tidak akan terima jika Mark mendekati Perth hanya untuk mempermainkannya.

"Mengapa kamu tidak bertanya pada Mark sendiri apa niatnya mendekati Perth. Dan soal perasaan antara aku dan kamu, bukankah kita berdua sama? Kamu yang tidak mau memperjuangkan ku, juga aku yang tidak memperjuangkan Mark. Perasaan itu soal pilihan, jangan anggap kamu meninggalkan Mark itu karena ku, itu hanya sebuah keegoisanmu sendiri." Maka Plan meninggalkan Mean yang termenung.

Iya, perasaan itu soal pilihan, dan persahabatan itu soal keyakinan.

...

"Perth." Perth berhenti melangkah dan menghadap Mark.
Keduanya sedang berjalan di lorong menuju kelas masing-masing.
Sepi karena rata-rata semua sudah masuk kelas, yah tinggal dua bocah ini.
Perth menunggu dengan sabar apa yang ingin dikatakan Mark.

Mark merasa bingung dan susah bicara, tapi dia mengulurkan tangannya untuk mengusak lembut rambut Perth.
"Aku harap, kamu nggak akan pergi dariku." Kata Mark dengan menatap lurus pada obsidian Perth.
Keduanya merasa detik berhenti berdetak.
Yang mampu mereka dengar jelas adalah degupan jantung masing-masing yang berdebar seirama menggila.

Perth merasa lidahnya Kelu, meski ia tidak tahu apa maksud Mark, tapi yang ada ia hanya mengangguk.
Sedangkan Mark tersenyum melihat tingkah Perth yang malu-malu.

Biar saja begitu awal pertemanan mereka.
Karena Mark yakin, ia tidak akan melepaskan Perth terlepas anak itu mau atau tidak.
Tidak ada alasan untuk tidak memperjuangan Perth.
Keduanya pun melanjutkan langkah dengan saling diam.

...

Mark menatap seseorang yang juga menatapnya dengan penuh kemarahan.
Mark tahu Mean akan datang dengan emosi begini.

"Jadi, mengapa kamu tetap mendekatinya setelah tahu dia adikku?" Tanya Mean dengan kasar.
Sedangkan Mark hanya menatap dengan kalem.
"Karena tidak ada alasan mundur saat aku yakin telah jatuh hati pada adikmu. Harap tahu, bahwa aku bukan seseorang yang mudah untuk mundur, sekalipun kamu adalah penghalang terbesarnya." Kata Mark dengan kalemnya.
Sedangkan Mean hanya mendengus sebal.
"Tapi selama aku masih ada, jangan harap aku biarkan kalian dekat." Ancam Mean.
Lalu meninggalkan Mark tanpa mendengar lagi apa yang akan dikatakan Mark.
Sedangkan Mark hanya menatap punggung penuh emosi itu.

Bagaimanapun juga mereka pernah menjadi sahabat. Trio yang konyol.

...

Tbc

...

Haha konfliknya sederhana banget lah

Enjoy to the story.

...

Heartbeat (MP - End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang