16 - Senja Kita

642 74 23
                                    

Hari mulai beranjak senja, pasangan yang baru saja resmi berkencan pun juga akan bersiap pulang.
Namun, mereka memutuskan untuk berjalan di sekitar pantai guna menikmati senja.

Perth sibuk memotret senja dan laut yang mulai menjingga, terlihat indah dimata bocah satu itu.
Sedangkan si bucin pun juga mengabadikan senja, terlebih siluet Perth yang menyatu bersama cahaya jingga.

Mark tidak henti tersenyum, di sore ini, Tuhan memberikan 3 keindahan yang ia abadikan dalam potret kameranya, yaitu Senja, Perth dan Senyum Perth.
"Phi." Perth menyuruh Mark berpose untuk ia potret dengan ponselnya.

Dan Mark pun tersenyum ke arah Perth.

Ini tentang cerita Senja dan Kita.

"Senjanya cantik Perth." kata Mark sambil menggandeng tangan Perth berjalan-jalan.
"Iya, tapi aku lebih suka langit fajar Phi." kata Perth.

"Hemb, apa alasannya kamu lebih suka langit fajar? biasanya sih kebanyakan kan lebih suka sama senja." kata Mark penasaran.
Perth berhenti sejenak.
"Kenapa?" tanya Mark bingung Perth berhenti melangkah, padahal mereka harus berjalan cepat, sebelum senja menghilang dan waktunya harus pulang.
"Berhenti sebentar, kakiku pegal." kata Perth sambil tertawa.

"Ah kenapa aku nggak peka yah." kata Mark sambil mengusak rambut Perth karena gemas.
"Phi jadi berantakan." protes Perth membuat Mark semakin semangat menggoda.
Mark berjongkok depan Perth.

"Ayo kugendong, kita harus berjalan terus, sebelum senja pergi, agar kita bisa segera pulang." kata Mark membuat Perth jadi malu.

"Aku udah besar, masa digendong?" protes Perth.
"Naik dulu cepetan." kata Mark, dan Perth ogah-ogahan tapi tetep naik juga.

Jadilah Perth digendong di punggung oleh Mark.

"Punggung Phi hangat sekali." puji Perth membuat Mark jadi semakin gemas.
"Hatiku lebih hangat karena kamu sekarang milikku." kata Mark malah membuat Perth jadi tersipu.
"Iya, aku miliknya Phi Mark." kata Perth sambil tersenyum.

"Jadi mengapa kamu menyukai langit fajar daripada Senja?" tanya Mark yang masih kepo.

"Karena menurutku, seindah-indahnya langit Senja, itu hanya datang sebagai pengganti, seolah bahagia dan duka itu pasti datang dengan jeda waktu ibarat senja. Sedangkan Langit Fajar itu ibarat sebuah komitmen, mau mendung, mau gerimis, mau bersalju, mau cerah pun, cahaya biru di Langit Fajar tidak pernah berubah. Dia tetap biru, sedangkan Senja hari ini, tidak akan sama dengan senja esok hari, bahkan senja selalu berbeda di tempat yang berbeda. Namun langit fajar selalu biru dimanapun kita memandang." kata Perth sambil mengeratkan pelukan di punggung Mark, sepertinya bocah itu mulai kedinginan karena senja mulai menghilang.

Mark tersenyum mendengar filosofi Langit Fajar dari pandangan Perth.

"Sama seperti aku, yang dari pertama kali melihatmu, aku berkomitmen untuk menjadikanmu milikku, seberapa kerasnya usahaku, seberapa besar halangannya, aku tetap menginginkan kamu." kata Mark masih melancarkan rayuannya.
"Terimakasih karena bersedia menunggu." kata Perth sambil tersenyum senang.

"Sama-sama, terimakasih juga mau denganku, sekarang kita pulang yah, nanti Phi mu ngamuk kalau sampai terlalu malam." kata Mark sambil melangkah menuju arah pulang dengan Perth yang masih ia gendong.

Ini terlalu menakjubkan bagi Mark, akhirnya Perth mau dengannya.

...

Sepanjang perjalanan Perth malah asyik tidur, dasar bocah, kelelahan mungkin seharian main dan berlari melulu.

Mark sesekali tersenyum melihat wajah polos pacarnya yang sedang tertidur.
Cantik sekali.

Dan perjalanan pulang ditempuh 2 jam, sama dengan pas berangkat tadi.

Heartbeat (MP - End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang