13 - Drama

846 85 23
                                    

Dalam suatu hubungan persahabatan, terkadang bisa saja tumbuh rasa yang tidak pernah diantisipasi. Entah karna terlalu nyaman, atau karena terlalu tidak pernah ada dugaan nyata dimana cinta datang karena terbiasa.

Mungkin itu yang menjadi alasan bagaimana Plan terlambat menyadari hingga ia menemukan hatinya terlalu menyukai Mark, sahabat yang hanya menganggap hubungan keduanya murni sahabat.

Salah pada siapa jika Mark akhirnya menyesal ketika tahu perasaan Plan padanya tumbuh sejak lama, dipendam hingga sahabatnya terluka diam-diam.

"Ngapain kamu?" Tanya Plan melihat Mark berjongkok didepan kursinya.
Kelas Plan telah berakhir, namun ia tidak beranjak pergi, masih memilih tenggelam pada tugas menumpuknya. Atau sengaja menghindar dari Mark?

Entahlah rasanya Plan tidak punya nyali bertemu dengan bocah itu.

"Antisipasi biar kamu nggak kabur." Jawab Mark masa bodoh.
Ia pun mengeluarkan tali dari tas nya dan mengikat kaki Plan dua-duanya agar bocah itu tidak kabur.
Sial.
Menyebalkan.
Tapi ini yang Plan rindukan.
Sahabatnya merusuh.

Lalu Mark mengambil kursi lain dan duduk depan Plan.

Menatap sahabatnya lalu tersenyum dengan manisnya.

Bocah yang susah bikin move on.

"Kamu tahu, aku emang kesel sama kebegoanmu, menyakiti diri sendiri dengan memendam cinta hanya atas namanya persahabatan. Tapi kamu itu bodoh, kalau nggak bisa ngatasin sampai akhir, kenapa sok sekali." Kata Mark mulai ceramah.
"Aku nggak mau Bebani kamu dengan perasaan sebelahku." Kata Plan yang mulai mau bicara depan Mark.

Mark menghela nafas.

"Tapi hatiku terasa sakit membayangkan betapa kamu terluka selama ini. Ini bukan sinetron, bukan cerita novel, aku dan kamu tidak ditakdirkan untuk jadi pemeran utama. Aku dan kamu memiliki kisah yang berbeda, kita berdua hanya berjalan beriringan sebagai sahabat. Kamu punya kisah lain yang harus kamu rajut tidak denganku." Terdengar kejam.
Terdengar menyakitkan.

Tapi ini realitanya.

Ini nyatanya.

Mark dan Plan di takdirkan berjalan bersama sebagai sahabat.

"Aku menghargai kamu, aku sangat menyayangi kamu, aku nggak mau lihat kamu terluka untuk alasan apapun, tapi pernahkah kamu berpikir aku terluka saat tahu perasaanmu?" Tanya Mark.

"Mengapa kamu jadi mendadak egois begitu? Selama ini kamu sudah egois memendam rasa, berteman dengan sakit yang kau buat sendiri, lalu mengapa kini kamu menceritakan segala yang sudah kamu pendam?" Tanya Mark tidak mengerti.
Plan tertegun.

Dia memang salah.

Berniat memendam agar tidak melukai, namun akhirnya ia malah jadi egois.

"Semua orang berhak jatuh cinta, tapi ada batasan yang harus kamu pahami. Aku ini sahabat kamu, mengapa kamu menyembunyikan ini dariku?" Tanya Mark marah.
Hatinya terasa sakit.
Seolah dadanya terisi oleh beban yang membuat dirinya perih.

"Jika dulu aku menyatakan perasaanku, apa yang terjadi semarah itukah kamu sama seperti sekarang?" Tanya Plan pada akhirnya.

"Kamu tahu benar, jawabanku akan berbeda dari sekarang, meski hatiku akan tetap sama." Kata Mark.

Plan cukup mengerti.
Disini memang dirinyalah yang menjadi tempatnya salah.

"Aku pikir aku hanya harus nyatakan meski terlambat dan kamu telah dengannya. Sebab aku sadar perasaanku ini terlalu menyakitkan." Kata Plan sambil menutup mata.
Menahan air mata memberontak tuk jatuh.

Heartbeat (MP - End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang