43.//Cry//Bonus Part II

25K 1.1K 35
                                    

#Bonus Part II

⛔Awas Banyak Typo
















































≈≈≈

Dokter telah menangani eyang Sela di dalam sana. Dengan perasaan campur aduk Sela terus saja menangis di depan pintu ruang tindakan tersebut.

Sejak dalam perjalanan, Sela selalu menggenggam erat tangan sang Eyang sembari berurai air mata.

Will yang melihat istrinya menangis pilu, berusaha menenangkannya dengan pelukan terbaik yang pernah Will berikan bagi wanita.

Sentuhan demi sentuhan yang Will berikan perlahan dapat menenangkan Sela. Wanita itu menatap Will dengan tatapan mata yang sayu.

"Eyang akan baik - baik saja bukan?" gumam lirih Sela dengan mencengkeram erat tangan Will.

Bingung harus menjawab apa, Will lebih memilih memeluk Sela dan mengecup keningnya.

"Dengar, apapun yang akan terjadi di masa depan, kau percaya bukan jika itu sudah takdir Allah. Kita pasrahkan saja kepada Allah, apa yang terbaik untuk eyang pasti terbaik untuk mu pula." ucap Will di telinga Sela saat wanita itu masih menangis di dada bidangnya.

Mereka cukup lama menunggu bagaimana hasilnya. Hingga pintu kaca otomatis itu terbuka, menampakan seorang dokter dan perawat disampingnya berjalan keluar mendekati Sela dan Will.

Raut wajah dokter dan perawat itu sebenarnya sudah menjadi firasat buruk bagi Will.

"Selamat malam, bapak, ibu." basa basi dokter tersebut yang berusaha menyunggingkan senyuman.

"Bagaimana keadaan nenek saya, dokter?"

"Pendarahan hebat di kepala nyonya Lastri yang mungkin disebabkan oleh benturan saat terjatuh tadi, tidak bisa kami hentikan."

"Pendarahan tersebut mengakibatkan Gagar otak dan seketika beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Kami tidak bisa kami selamatkan nyawa beliau."

Deg!

Tubuh Sela melemas, jika Will tidak siap menopang tubuh istrinya itu, maka Sela sudah terjatuh di sana.

Dokter dan perawat itu membukukan badannya sembari meminta maaf.
"Kami mohon maaf, sekali lagi kami mohon maaf. Kami turut berduka cita."

***

Saat mata Sela terbuka perlahan, samar - samar wanita berhijab itu dapat melihat plafon putih dan ada sekantung infus yang menggantung di sana.

Tubuhnya terasa lemas, kepalanya pening. Air mata wanita itu kembali turun membasahi pipi mulusnya.

Sela kembali teriang akan sang eyang yang telah meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Ucapan sang eyang tempo hari mungkin adalah sebuah firasat yang diberikan, tapi Sela tidak mengetahui itu.

"Bukankah sudah eyang katakan, eyang ini sudah tua. Eyang ingin lahir dan meninggal disini bukan di negeri orang."

Destiny (Mafia Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang