🔹 k e d e l a p a n 🔸

630 77 8
                                    

Seokjin turun ke bawah tatkala mendengar bunyi ketukan pintu. Yang Seokjin yakin, tamu itu adalah Sojung. Dan benar saja, ketika pintu dibuka, Sojung hadir dengan senyuman manis yang selalu Seokjin rindukan.

"Kau datang lebih cepat dari yang kukira, Sayang," kata Seokjin. "Di mana Ayah? Dia tidak mampir dulu?"

Sojung menggeleng. "Ibu menyuruhnya untuk segera pulang."

Seokjin manggut-manggut. "Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Kau tidak akan membiarkanku masuk?" tanya Sojung yang kesal karena sedaritadi Seokjin menghalangi jalannya.

Tak mendapat respon lagi, akhirnya Sojung mengambil langkah ke kanan agar bisa masuk menyampingi Seokjin. Tapi di luar dugaan, Seokjin justru sengaja menghalangi jalan Sojung, bahkan ketika mengambil langkah ke kiri.

"Seokjin, biarkan aku masuk," protes Sojung.

Seokjin malah tersenyum usil dan terus menghalangi jalan masuk Sojung. Kesal karena terus dihalangi, Sojung akhirnya menerobos masuk dan mendorong Seokjin.

Alih-alih jatuh, Seokjin masih tetap berdiri dan menahan pinggang Sojung, memeluk gadis itu dari belakang.

"Seokjin, nanti makanannya tumpah!"

Seokjin tertawa kemudian melepaskan Sojung. "Aduh, pinggangmu benar-benar kecil," komentar Seokjin.

Sojung yang kesal lantas memukul bahu Seokjin. "Jadi kau menghinaku, hah?!"

"Tidak, Sayang... Aku hanya bercanda."

"Berhenti memanggilku sayang, kau baru saja menghinaku," kata Sojung kesal. Sojung berjalan menuju meja makan, dan meletakkan kotak bekal itu di atas meja makan. "Kau makan sendiri saja, aku marah padamu."

Setelahnya, Sojung benar-benar meninggalkan Seokjin. Tapi alih-alih pergi ke luar, dia justru pergi masuk ke kamar Seokjin.

Seokjin yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia tidak tahu kalau rupanya Sojung juga bisa kesal, seperti halnya gadis yang lain.

Seokjin membuka kotak bekal yang dibawa Sojung, melihat apa isinya. Kemudian menaruhnya di atas piring. Lalu dia bawa piring itu ke kamarnya, menghampiri Sojung yang saat ia lihat sedang bermain dengan ponselnya.

"Dokter Sojung melewatkan makan malam, harusnya sebagai seorang dokter, kau tidak boleh melewatkan jam makanmu," kata Seokjin ketika memasuki kamarnya.

Dia menaruh piring itu di nakas, kemudian mendekati Sojung. "Sayang, kau bilang kau akan menemaniku makan malam, 'kan?"

"Tidak jadi, karena kau tadi menghinaku. Kau bilang pinggangku kecil," kata Sojung.

"Aku hanya bercanda, Sojung. Jangan dibawa serius, lagipula aku 'kan mencintaimu, mana mungkin aku benar-benar menghinamu," kata Seokjin.

"Tapi laki-laki 'kan memang suka begitu, mereka lebih suka dengan perempuan berisi dibanding perempuan yang terlalu kurus sepertiku."

Seokjin tertawa. "Laki-laki mana yang kau maksud? Aku tidak suka dengan perempuan berisi, seperti apa yang kau katakan. Yang aku suka adalah perempuan cantik, baik hati, dan cerdas seperti dirimu."

"Iya begitu?"

Seokjin mengangguk mantap. "Sayang, sudah berapa kali aku bilang kalau aku selalu mencintaimu. Tidak peduli bagaimana keadaan fisikmu, bagiku kau itu sudah seperti seorang dewi. Bahkan semua siswa di SMA dulu mengakui itu, 'kan?"

Sojung akhirnya tersenyum. "Aku sampai lupa kalau aku punya gelar dewi aphrodite di sekolah dulu."

"Ya, aku senang akan itu," kata Seokjin.

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang