🔸 k e e m p a t p u l u h l i m a 🔹

601 77 14
                                    

Dari kemarin Sojung terus mengeluh, merengek pada Seokjin agar dia bisa keluar dari rumah sakit. Dia bilang tidak enak jadi pasien, kerjanya hanya dilayani, bukan melayani.

Sojung juga bilang kalau dia merindukan suasana rumah. Lagi pula dirinya dan Johnson juga sudah cukup siap kalau harus benar-benar keluar dari rumah sakit.

"Iya, Sayang. Nanti akan kukonsultasikan pada dokter yang menanganimu," kata Seokjin sembari menimang-nimang anaknya.

"Sedari kemarin kau terus bilang begitu. Tapi apa kenyataannya, aku dan Johnson masih di sini," kata Sojung kesal.

Seokjin menghela napas. "Kemarin aku belum sempat berkonsultasi, masih banyak tugas yang harus kuurus. Aku janji, hari ini aku akan berkonsultasi dengan dokter."

"Aku tidak mau tahu, hari ini aku mau pulang! Aku bosan kalau harus di sini terus, Seokjin!"

"Iya, Sayang. Iya ...." Seokjin berusaha meyakinkan istrinya. "Hari ini kau akan pulang, aku janji."

"Kalau begitu buktikan, jangan hanya bisa berucap saja."

Seokjin menyeka napasnya sebentar atas tingkah istrinya ini. Keras kepala! Kalau Sojung mengatakan ini, maka Seokjin harus melakukan ini untuk istrinya. Sabar Seokjin, kau harus sabar ....

"Kalau begitu jaga Johnson,"–Seokjin memberikan Johnson pada Sojung–"aku mau pergi menemui dokter yang menanganimu."

◾▪▪▪◽

Setelah menandatangani surat perizinan pulang paksa, Seokjin kembali ke ruang perawatan Sojung.

Dia masih rada ragu sebenarnya, takut-takut sesuatu terjadi pada istri atau anaknya. "Sayang, kita menginap satu malam lagi di sini, ya? Aku takut ada sesuatu yang akan terjadi padamu atau Johnson."

Sojung tanpa menatap Seokjin menjawab, "aku tidak mau. Aku sudah sehat, Johnson juga tidak perlu bantuan medis lagi."

"Tapi, Sayang―"

"Kau tidak mau aku marah padamu, 'kan?" tanya Sojung yang kali ini menatap Seokjin tajam, "jangan terus memaksa istrimu untuk tinggal di rumah sakit! Aku memang bekerja di rumah sakit, tapi ruanganku 'kan bukan di sini!"

Seokjin menghela napas mengalah. Dia sudah kehabisan kata-kata ... maksudnya tak berani berbuat apa-apa lagi. Sojung tak pernah main-main dengan ucapannya, dia takut kalau Sojung benar-benar akan marah padanya kalau dia terus mengoceh bak burung di kandang yang minta dilepaskan.

"Sudah sana duduk, aku mau menyusui Johnson dulu, habis itu baru beres-beres," kata Sojung memerintah suaminya.

Seokjin duduk, menyandarkan badannya pada kepala sofa. Matanya ia arahkan ke depan, pandangannya terfokus pada istri dan anaknya. Malaikat yang Tuhan kirim untuk menemani hari-harinya, bahkan hingga akhir hayatnya.

Seokjin tidak bisa berbohong kalau dia benar-benar mencintai dua malaikat yang Tuhan kirim. Terutama Sojung, istrinya yang selalu punya kehebatan di matanya.

Apalagi baru-baru ini, Sojung telah berhasil melahirkan putra pertamanya. Putra yang selalu ia idam-idamkan. Dia kagum saat menyaksikan langsung bagaimana proses persalinan yang Sojung lakukan.

Ribuan air peluh membasahi dahinya, jeritan kesakitan yang Seokjin dengar dengan telinganya sendiri. Tapi meskipun begitu, istrinya tak juga gentar, dia masih terus berusaha. Sampai terlahirlah Johnson ... Adipati Johnson.

Seokjin sangat berterimakasih, sangat ....

◾▪▪▪◽

Seokjin meletakkan kopernya di samping lemari, kemudian berjalan menghampiri istrinya yang sudah duduk di tepi ranjang usai membaringkan tubuh anaknya yang tertidur.

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang