🔸 k e t i g a p u l u h s a t u 🔹

494 70 23
                                    

Seokjin duduk dengan mata sembab sembari menunggu operasi Sojung selesai. Dia sudah tidak punya pikiran apa-apa lagi, selain khawatir akan keselamatan istrinya.

Dia bahkan lupa menghubungi orang tuanya, memberi kabar duka yang mungkin akan membuat orang tuanya ikut bersedih.

Begitu operasi selesai dan Sojung sudah dipindahkan ke ruang perawatan, Seokjin langsung menghubungi orang tuanya. Dia menangis sembari memberi tahu kabar duka tersebut.

Seokjin berjalan mendekati Sojung, dia duduk di kursi yang ada di sisi ranjang pembaringan tempat Sojung menutup matanya.

Dia meraih tangan wanitanya, berungkali menciuminya dan meletakkan tangan kanan Sojung di antara kedua tangannya. "Sayang, aku ... aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar bodoh, aku mohon maafkan aku ...."

Seokjin tahu tak akan ada jawaban sampai Sojung sadar, tapi laki-laki itu terus saja mengucap kata maaf sembari menitikkan air matanya.

Sampai saat Sojung mulai membuka mata, Seokjin sedikit mengembangkan senyum di wajahnya. "Kau sudah sadar?"

Alih-alih menjawab, Sojung justru kembali bertanya, "apa yang terjadi padaku dan anakku?"

Seokjin dengan berat hati menjawab, "kau baru saja selesai operasi, dan anak kita ... anak kita tidak bisa diselamatkan, dia gugur."

Sojung menggeleng tidak percaya. Dia menangis, dan langsung menghempaskan tangannya yang digenggam Seokjin. "Kau membunuh anakku lagi! Kau jahat! Kau penjahat!"

Seokjin kembali menangis ketika melihat istrinya terisak kembali. "Aku memang salah, tapi aku bukan penjahat."

"Hari ini kau sudah melukai hatiku, bahkan membunuh anakku. Apa bukti itu belum cukup untuk membuatmu mendapat sebutan sebagai penjahat?" Sojung bertanya sembari menekan setiap kalimatnya.

Pintu ruangan terbuka, menghadirkan ayah dan ibu Seokjin setelahnya. Ibu Seokjin buru-buru menghampiri Sojung yang menangis, sementara ayahnya, mendekati Seokjin yang juga sama terisaknya.

Ibu Seokjin memeluk menantunya yang menangis. "Kenapa begini, Sayang? Apa yang telah terjadi padamu?"

"Anakmu yang telah membunuh anakku, Bu. Tadi kami bertengkar karena aku melihatnya sedang berpelukan dengan perempuan lain. Dia mengkhianatiku, Bu," jelas Sojung sembari terisak.

Ibu Seokjin menatap anaknya tak percaya, "Ibu tidak pernah mengira kau sehina ini, Seokjin ...."

Seokjin menggeleng. "Aku tidak mengkhianati Sojung, Bu! Aku bersumpah, Sojung hanya salah paham."

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Seokjin!" kata Sojung.

Ayah Seokjin langsung meninju putra tunggalnya. Dia juga ikut menitikkan air matanya lantaran kecewa pada Seokjin. "Ayah tidak pernah mengajarkanmu untuk berperilaku seperti ini. Ayah bahkan selalu berpesan padamu untuk selalu mencintai istrimu, Seokjin ...." Sekali lagi, Ayah Seokjin meninju putranya.

Seokjin pasrah, dia memang harus menerima hukumannya lantaran telah menyakiti hati Sojung dan kembali membunuh anak mereka. Tapi pasal dia yang mengkhianati Sojung, itu sama sekali tidak benar.

"Aku terima kalau kau meninjuku terus seperti ini, tapi perlu kau ketahui bahwa aku tidak pernah mengkhianati Sojung! Aku selalu mencintai Sojung!"

Bugh!

Seokjin kembali menerima tinjuan dari Ayahnya. "Apa salah ayah padamu? Ke mana Seokjin yang ayah kenal? Ke mana Seokjin yang selalu menghargai wanita ... ke mana?"

Seokjin semakin terisak. "Aku tidak mengkhianati Sojung ... aku tidak melakukan itu!"

Tepat setelah Seokjin menyelesaikan kalimatnya, pintu ruangan kembali terbuka. Ibu Sojung masuk dan langsung menghampiri putrinya, sementara Tuan Hans buru-buru menarik kerah baju Seokjin dengan tatapan marah.

"Bilang padaku, kau apakan putriku!"

Ibu Seokjin yang masih setia berdiri di sisi Sojung menjawab, "maafkan putraku, dia sudah mengkhianati putrimu."

Seokjin menggeleng tidak percaya, air matanya jatuh semakin deras. "Atas nama Tuhan aku bersumpah, aku tidak mengkhianati Sojung! Aku tidak pernah melakukan itu!"

Bugh!

"Kurang ajar!" maki Tuan Hans. "Aku menyerahkan putriku padamu dengan harapan bahwa kau akan mencintai dan mengasihi putriku sampai mati, bukan malah untuk kau khianati!"

"Ayah―"

Tuan Hans kembali meninju Seokjin. "Aku selama ini menjaga Sojung untukmu, melarangnya untuk tidak berteman dengan banyak laki-laki dengan tujuan melatih kesetiannya pada suaminya nanti. Tapi kenyataannya saat dia sudah menikah, dia malah dikhianati!"

"Tidak punya hati! Kau menyakiti anakku sampai dia keguguran untuk yang kedua kali!" sahut Ibu Sojung marah sembari menangis.

"Mulai sekarang, Sojung kembali pada Ayah!" tekan Tuan Hans, "Sojung akan tinggal di rumah Ayah sampai kau benar-benar menyadari kesalahanmu!"

Seokjin menggeleng cepat tidak setuju. "Sojung itu istriku, dia harus tinggal bersamaku. Ayah tidak bisa―"

"Tentu saja Ayah bisa," potong Tuan Hans, "Ayah punya hak untuk mengambil anak Ayah kembali saat suaminya menyakiti hatinya!"

"Tapi aku tidak mengizinkan! Sojung harus tinggal bersamaku, dia istriku! Sojung istriku!" Seokjin berucap sembari memandang istrinya berharap Sojung ikut mendukung perkataan Seokjin.

Tapi yang Sojung lakukan adalah dengan cepat dia memalingkan wajah, menangis tapi berusaha tidak peduli akan semua perkataan Seokjin.

"Aku Ayahnya, aku lebih berhak atas Sojung!"

Seokjin tetap menolak, dia tidak mau dipisahkan dengan istrinya atas kesalahpahaman ini. Tidak mau.

"Lebih baik kau keluar sekarang! Pergi dan tinggalkan anakku!" tekan Tuan Hans.

Ayah Seokjin yang sedaritadi menangis, kini menarik putranya untuk keluar dari ruangan. "Ikut Ayah, kita keluar dari sini."

Begitu mereka sudah berada di luar ruangan, dan Ibu Seokjin ikut menyusul. Seokjin dihadiahi tamparan lagi oleh Ibunya. "Kau bukan Seokjin yang Ibu kenal! Ibu membencimu!"

"Dulu kau selalu bilang kalau kau mencintai Sojung, sangat. Ibu yang bercerita begitu pada Ayah. Tapi kenapa sekarang kau malah mendua dengan perempuan lain? Kau mengecewakan kami berdua, Seokjin," timpal Ayah Seokjin.

Seokjin benar-benar frustrasi, kenapa semua orang menyalahkannya? Ini salah paham, sudah berkali-kali dia bilang kalau ini adalah kesalah pahaman!

"Aku masih mencintai Sojung, selamanya dan akan selalu begitu. Aku sudah bilang kalau ini adalah kesalah pahaman," kata Seokjin, "kenapa tidak satu orang pun yang mempercayaiku? Bahkan Ayah dan Ibu kandungku ...."

"Karena Ibu lebih percaya pada Sojung! Sojung tidak mungkin berkata bohong!" jawab Ibu Seokjin, "harusnya kau bersyukur karena Sojung tidak menuntut perpisahan! Kalau Ibu jadi Sojung, Ibu sudah langsung menuntut perpisahan itu sekarang!"

Seokjin bergeming tanpa menghentikan aliran air deras di matanya. "Sudah, Bu. Kita pulang, kita tinggalkan Seokjin di sini. Biar dia menyadari dulu kesalahannya," kata Ayah Seokjin sembari menuntun istrinya pergi meninggalkan Seokjin.

Tubuh Seokjin meringsut ke bawah, dia berteriak, mengusak kepalanya frustrasi.

"Tuhan, cobaan macam apa ini? Kenapa tidak satu orang pun yang ada di pihakku? Kenapa semua membenciku atas kesalah pahaman ini? ... dan kenapa kau ambil lagi anak keduaku...."

Seokjin benar-benar terpukul, dia benar-benar menangis karena menyesal. "Aku mencintai Sojung ... aku tidak pernah mengkhianatinya. Ini hanya salah paham." Seokjin melirih, mengaduh pada Tuhannya.

◾▪▪▪◽

A/N:
Tbh, guis. Ini yang buat aku takut bawa-bawa orang tua dalam cerita genre marriage life😌
Conflictnya bakal berat banget, bro.
Nggak kuat ngeliat Pepa Mema dipisahin
sama Tuan Hans, hiks😭
Sing tabah Pepa Seokjin, I know you pasti kuat😭
/anak jaksel detected/

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang