🔹 k e d u a p u l u h 🔸

548 87 10
                                    

Sojung menyuruh Seokjin untuk membuka bajunya, kemudian melihat apa yang terjadi pada punggung Seokjin.

Sojung bilang, "Ayah memang keterlaluan. Dia membuat punggungmu jadi luka begini. Maafkan Ayah, ya?"

Seokjin tersenyum. "Tidak apa-apa, lagipula luka ini tidak sakit. Tidak berdarah juga, 'kan? Hanya luka memar?"

"Memar dan ada luka seperti bekas sayatan," kata Sojung. "Kalau aku sentuh begini, sakit tidak?"

"Aw! Sakit, Sojung!" Seokjin langsung meringis tatkala tangan Sojung benar-benar menyentuh punggungnya yang terluka

"Kalau begitu aku akan ambil air hangat, untuk mengompres luka di punggungmu itu," kata Sojung yang kemudian pergi meninggalkan Seokjin. "Tunggu sebentar di sini, ya?"

Seokjin mengangguk, kemudian hanya menatap kosong arah depan sembari menunggu istrinya kembali.

Mungkin selang waktu lima menit, Sojung kembali dengan membawa apa-apa yang tadi ia sebutkan.

Sojung meletakkan wadah air di atas nakas, kemudian mencelupkan kain ke dalam air yang dibawanya. Setelah itu baru dia tempelkan kain itu pada punggung Seokjin.

Tapi lagi-lagi Seokjin menjerit sakit. "Bukan hanya sakit, Sojung. Ini juga panas. Kau bisa bayangkan bagaimana rasanya."

"Iya, aku tahu. Tapi kalau tidak diobati, luka memarnya tidak bisa segera sembuh. Kau juga akan terus merasa sakit. Tahan sebentar, ya?" kata Sojung berusaha meyakinkan Seokjin.

"Hati-hati," ucap Seokjin ketika Sojung mulai menutul punggungnya dengan kain yang masih hangat tadi.

"Iya, Seokjin..."

◾▪▪▪◽

Usai mengobati bahu Seokjin, Sojung kini mengajak Seokjin untuk pergi ke rumah orang tua suaminya; Seokjin.

Seokjin langsung mengiyakan, kemudian pergi berkemas. Sementara Sojung, dia harus ke bawah untuk merapihkan kembali alat-alat yang sudah digunakan untuk mengobati luka memar suaminya.

Tapi saat menginjak tangga terakhir, dia mendengar suara canda tawa Ayah dan Ibunya. Kemudian melihat pemandangan yang sama sekali tidak mengenakkan.

Dia melihat bagaimana Ayah dan Ibunya begitu memanjakan istri Mingyu, yang sedang mengandung anak pertama. Mereka; Ayah dan Ibunya terlihat sangat bahagia.

Coba saja dirinya tidak keguguran. Mungkin dia akan diperlakukan sama seperti istri Mingyu saat ini. Tapi ya sudahlah, anggap saja ini sebagai ujian pertama dan terakhir dalam rumah tangganya.

Semoga saja kedepannya, dia dan Seokjin selalu hidup damai dan bahagia. Juga segera mendapatkan pengganti.

"Sojung, kenapa diam saja di situ? Mari bergabung."

Perkataan Mingyu barusan membuat Sojung tersadar dari lamunannya. Dia mendadak salah tingkah, kemudian langsung pergi ke belakang tanpa memedulikan perkataan kakaknya.

Usai merapihkan, Sojung kembali lagi ke atas. Menjemput suaminya dan mengajaknya untuk segera pergi. Sojung mulai tak nyaman tinggal di rumahnya sendiri.

"Oh ya, jangan lupa bawa pakaian. Kita akan tinggal di rumah ibu dan ayahmu untuk beberapa hari," kata Sojung.

"Kenapa mau tinggal di sana? Bukannya lebih nyaman di sini?" tanya Seokjin.

"Kau bercanda, ya? Lebih nyaman apanya, rumah ini sama sekali tidak memberiku kenyamanan lagi sekarang. Apalagi tingkah penghuninya. Sekarang, aku rasa mereka lebih menyayangi istri Mingyu dibanding aku," kata Sojung kesal.

"Tidak mungkin begitu, mereka pasti tetap jauh lebih menyayangimu. Kau 'kan anak kandung mereka," ujar Seokjin sembari mendekati istrinya kemudian merangkulnya hangat.

"Semua mungkin saja, Seokjin. Istri Mingyu sedang hamil sekarang, dia pasti mendapat perhatian lebih dari banyak orang, termasuk ayah dan ibuku."

"Inilah kehidupan rumah tangga, Sojung. Pahit dan manisnya kita rasakan bersama. Mungkin kau pernah kehilangan calon anak pertamamu, tapi Tuhan akan segera memberikan pengganti, percaya pada-Nya," nasihat Seokjin pada istrinya.

Sojung merubah posisi, dia memeluk suaminya. "Kita harus segera menyusul Mingyu dan istrinya. Aku tidak mau kalau perhatian dan kasih sayang orang tuaku benar-benar direbut oleh istri Mingyu."

Seokjin menghembuskan napas sejenak, "iya. Aku akan berusaha. Sekarang kau jangan sedih lagi, ya?"

◾▪▪▪◽

Ayah dan Ibu Seokjin menyambut kedatangan mereka berdua dengan baik. Bahkan Ibu langsung menyiapkan banyak makanan ketika tahu menantunya; Sojung, akan datang dan tinggal di rumahnya.

Sojung selalu terlihat senang kala Ibu Seokjin memanjakannya, lebih dari Ibu kandungnya sendiri.

Usai makan malam bersama, mereka berempat berkumpul untuk berbincang santai di ruang keluarga sembari menonton acara di televisi.

Saking santainya, Seokjin bisa melihat Sojung menjelaskan penyebab dirinya; Sojung keguguran beberapa waktu lalu dengan tanpa raut wajah sendu.

"Jangan khawatir, kalian masih muda, masih punya banyak waktu. Jangan terburu-buru, santai saja. Nikmati saja dulu masa-masa berdua kalian," tutur Ibu Seokjin dengan penuh perhatian.

Seokjin bangga, Ibunya dari dulu selalu pandai menjaga perasaan seseorang. Dia tahu kalau Ibunya juga ingin segera memiliki momongan, tapi dia juga tahu kalau Ibunya tidak mungkin mengatakan itu pada Sojung karena takut nantinya Sojung akan merasa terbebani.

"Ibu benar, untuk saat ini, nikmati saja dulu masa berdua kalian. Jangan terlalu mengharapkan kehadiran anak, usia pernikahan kalian bahkan belum menginjak usia tiga bulan, 'kan?" timpal Ayah Seokjin.

"Dengar 'kan, Sojung? Kita harus menikmati masa ini, agar saat kita sudah punya anak nanti, kita tidak menyesal karena melewatkan masa ini," sahut Seokjin ikut menimpali.

"Iya, harusnya memang seperti itu. Kalau begitu, setelah ini akan ku lepas semua beban pikiran yang mengharuskanku untuk segera mendapatkan calon anak pengganti," kata Sojung tersenyum menatap suaminya.

"Biarkan waktu yang membawa kalian dalam lingkup kebahagiaan," kata Ayah Seokjin.

"Ingat, satu anak sudah lebih dari cukup," lanjut Ayah Seokjin yang dilanjut tawa kecil saat kalimatnya berakhir.

"Aku sudah bilang, aku mau tiga putra," sahut Seokjin bercanda.

"Ya ampun. Sojung, kau harus berhati-hati kalau begitu," pesan Ibu Seokjin setengah berbisik, tapi sebenarnya suara Ibu Seokjin masih bisa didengar oleh suami dan anaknya.

"Aku pasti akan berhati-hati. Nanti malam, akan kusuruh Seokjin tidur di luar," balas Sojung ikut bercanda.

Setelahnya, semua tertawa bahagia. Obrolan ringan ini, benar-benar menghanyutkan semua beban-beban pikiran dalam pikiran mereka.

Seokjin juga senang, karena orang tuanya pandai mencairkan suasana. Hingga raut wajah sendu di istrinya, tak pernah terlihat lagi bahkan sampai dirinya tertidur malam ini.

Seokjin masih memerhatikan wajah damai Sojung yang tertidur. Beberapa menit setelahnya, baru perlahan dia memejamkan mata. Kemudian pergi menuju alam bawah sadar.

◾▪▪▪◽

A/N:
Karena part kemarin tembus satu hari, jadilah aku update hari ini.
Jangan lupa tekan bintang lagi, ya! 🌟⭐🙆

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang