🔹 k e e m p a t p u l u h 🔸

553 73 25
                                    

Sekembalinya Seokjin dari dapur usai membuatkan teh untuk Yuna, dia melihat istrinya sedang memeluk Yuna hangat, mungkin mereka berdua sedang melepas rindu.

Seokjin meletakkan teh Yuna di atas nakas, kemudian mendudukan dirinya di sisi ranjang. Menyimak semua pembicaraan istrinya dengan Yuna.

"Terimakasih, Seokjin," kata Yuna kepada Seokjin, "anyway, itu teh lemon milik siapa? Apa itu milik Sojung?"

Sojung mengangguk. "Iya, itu milikku. Seokjin yang membuatkannya, sampai jari tangannya ikut teriris," kata Sojung, "coba tunjukkan jarimu yang tadi terluka, Sayang."

Seokjin menuruti, dia memperlihatkan jarinya yang terluka pada Yuna. "Tapi ini sudah tidak sakit, sudah lebih baik."

"Ya ampun, aku jadi iri padamu, Sojung. Suamimu perhatian sekali," kata Yuna sembari mendongak menatap wajah Sojung di atas kepalanya.

"Kalau begitu segeralah menikah," sahut Seokjin yang membuat Yuna tertawa. "Aku sudah menikah, Seokjin. Kau mau menyuruhku menikah lagi?"

"Kau serius, Yuna?" tanya Sojung tidak percaya, mewakili keterkejutan Seokjin akan ucapan Yuna barusan.

"Serius, Sojung. Bahkan aku sudah punya anak,"–Yuna keluar dari pelukan Sojung–"biar kutunjukkan foto anakku."

Sojung kembali menyahut, "kenapa kau tidak pernah bilang padaku?"

"Sudah kubilang, aku kehilangan kontakmu selama ini," kata Yuna sembari mencari benda pipih berbentuk persegi panjang di dalam sling bag miliknya.

Usai mendapatkan benda itu, Yuna buru-buru mencari foto keluarga kecilnya, kemudian menunjukkan itu pada Sojung dan Seokjin bergantian. "Mereka adalah anak dan suamiku."

"Sudah lumayan besar juga ya, anakmu," komentar Seokjin, "berapa umurnya?"

Yuna menjawab, "tiga tahun."

"Lalu di mana anakmu sekarang, Yuna?" tanya Sojung pada Yuna.

"Ada di Malang, bersama suamiku."

"Jangan bilang kalau kau pergi ke Jakarta sendiri."

Yuna tersenyum kikuk. "Aku memang pergi sendiri. Habisnya aku merindukanmu. Lagi pula tidak mungkin aku membawa anakku ke sini, kasihan dia kalau harus menempuh perjalanan jauh."

"Tapi kau tahu rumah, dan nomorku dari mana? Kau bilang kau kehilangan kontak Sojung tadi." Seokjin masih bingung, jadi dia mengeluarkan pertanyaannya.

"Dari suamiku, dia mengenalmu. Kau kepala Perusahaan Penerbit Laksana Dipati, 'kan? Suamiku pemilik toko buku Dhyaksa Media di Malang," ungkap Yuna.

"Oh, Jimin? Jimin itu suamimu?" tanya Seokjin, "aku mengingat namanya, tapi agak sedikit lupa dengan wajahnya."

"Suamiku itu terlalu tampan memang, makanya wajahnya susah sekali untuk diingat," bual Yuna.

"Ah, itu tidak benar. Jelas jauh lebih tampan aku," ujar Seokjin percaya diri.

"Iya, suamiku jauh lebih tampan," timpal Sojung.

"Hah, apa yang kalian bilang? Aduh, telingaku hanya bisa mendengar suara dengung nyamuk."

◾▪▪▪◽

Sekarang sudah sore, tadinya Yuna berniat untuk pamit pulang. Tapi Sojung terus memaksanya untuk menginap di sini untuk semalam.

"Kau di sini saja, ya? Tidur bersamaku, temani aku ...."

"Tapi nanti bagaimana dengan Seokjin?"–Yuna menatap Seokjin–"kasihan 'kan dia kalau malam ini tidak tidur bersama denganmu."

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang