🔹 k e e n a m 🔸

666 98 5
                                    

Seokjin menginjak pedal rem semampunya, sementara Sojung panik hampir menutup matanya.

Mereka berharap hal buruk tak jadi datang menimpa. Namun kenyataan berkata lain, hal buruk benar-benar datang menimpa mereka.

Pasalnya, Seokjin baru saja menabrak seorang perempuan...

"Seokjin..." lirih Sojung panik.

Seokjin menatap Sojung gelagapan. Dia sama paniknya dengan Sojung.

"Cepat turun dan bantu dia!"

Perkataan Sojung itu membangunkannya, kemudian buru-buru dia melihat keadaan perempuan yang tidak sengaja ia tabrak.

Seokjin membawanya masuk ke dalam mobil, kebetulan jalanan ini cukup sepi tidak ada warga yang berlalu-lalang. Setidaknya, Seokjin selamat dari amukan warga.

Tapi tetap saja, dia harus bertanggung jawab... Bahkan dia harus siap menerima kalau hukum nanti mengharuskannya membayar denda.

Jujur saja, tak hanya Sojung yang panik. Seokjin sendiri sedaritadi terus berdoa dalam hati, agar perempuan yang ditabraknya tidak kenapa-kenapa.

Sekarang perempuan itu sudah masuk dalam Ruang Instalasi. Beberapa saat setelahnya, dokter keluar dan berkata kalau perempuan itu tidak mengalami luka yang cukup serius.

Setidaknya sekarang harusnya mereka berdua bernapas lega. Tapi Sojung malah menitikkan air hangat yang berasal dari matanya.

"Sojung, jangan menangis..."

Sojung menyeka air matanya sebentar. "Bagaimana aku tidak menangis? Dokter bilang kalau perempuan itu selamat, dan dia tidak kenapa-kenapa. Lalu bagaimana nasibmu setelah ini? Bagaimana kalau dia menuntutmu dan memasukkanmu ke dalam penjara. Aku tidak mau pisah denganmu... Kita harus menikah dan hidup bahagia!"

Seokjin meneguk salivanya, kalau dipikir-pikir, Sojung ada benarnya. Bagaimana kalau korban yang ia tabrak malah menuntutnya?

Tidak, dia tidak mau dipisahkan dengan Sojung. Bulan depan dirinya dan Sojung akan menikah, dia tidak mau mendapat gelar narapidana...

"Pasien sudah sadar. Kalian bisa menemuinya sekarang."

Ucapan perawat barusan, membuat Sojung dan Seokjin semakin gugup. Sojung benar-benar tak bisa menahan tangisannya.

Dia... dia tidak pernah mengira kalau kejadiannya akan begini.

Sekarang yang harus Sojung lakukan adalah memohon dengan sangat pada korban, agar korban tidak membawa masalah ini ke jalur hukum.

Sojung benar-benar tidak mau dipisahkan dengan Seokjin, sungguh...

Pelan-pelan dia membuka pintu ruangan, kemudian takut-takut dia menatap wanita yang sedang duduk di atas pembaringan. "K-kau, tidak kenapa-kenapa?" tanya Sojung mewakili Seokjin.

"Kau tidak melihat kalau kepalaku dibalut dengan kapas? Itu artinya aku tidak sedang baik-baik saja," balas wanita itu sinis.

"Oh ya, siapa di antara kalian yang mengemudi mobil yang menabrakku tadi?" tanya wanita itu, sinis lagi. Tampaknya, dia sangat tidak suka dengan musibah ini.

"Aku yang mengemudi," jawab Seokjin. "Aku mohon maaf atas kecerobohanku, aku bersedia membayar denda padamu. Tapi aku minta tolong padamu, jangan bawa masalah ini ke jalur hukum."

Wanita itu menyunggingkan senyumannya. "Tidak bawa ke jalur hukum, seenaknya saja kau berbicara. Kejadian ini bisa saja membunuhku, kau tahu."

"Tapi kenyataannya kau tidak mengalami sesuatu yang serius sekarang. Lagipula calon suamiku sudah bertanggung jawab, membawamu ke rumah sakit. Setidaknya dia tidak lari dari tanggung jawabnya," kata Sojung yang berusaha membela Seokjin.

"Tapi dia sudah membahayakan nyawaku. Dia tidak mengemudi dengan baik!" protes wanita itu lagi tak mau kalah.

"Sojung? Seokjin?"

Di tengah-tengah perdebatan mereka, Sojung dan Seokjin dibuat terkejut lantaran seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba datang dan menyebut nama mereka.

"N-nenek?"

Wanita paruh baya yang Sojung panggil Nenek itu akhirnya masuk ke dalam, bersama anak perempuannya yang waktu itu ditemui Sojung dan Seokjin di rumahnya.

"Ibu mengenal mereka?" tanya wanita yang tadi menjadi korban tabrak mobil Seokjin.

"Iya, Ibu mengenal mereka," kata Nenek. "Mereka ini orang baik–"

Belum selesai sang ibu berbicara, wanita itu memotong perkataan ibunya. "Orang baik bagaimana? Mereka ini jelas-jelas bersalah, telah menabrakku. Tapi laki-laki ini tadi berbicara supaya aku tidak membawa masalah ini ke jalur hukum. Padahal bisa saja 'kan nyawaku jadi taruhannya..."

"Christabelle, dengar ibu dulu..." ucap Nenek akhirnya. "Mereka berdua itu orang baik yang Ibu ceritakan kemarin. Mereka berdua yang membantu Ibu, mengantarkan Ibu pulang, memberikan Ibu sarapan... Coba kau pikirkan, kalau tidak ada mereka, bagaimana nasib Ibumu sekarang? Ibu ini sudah tua, dan jelas sekali membutuhkan pertolongan dari orang seperti mereka berdua."

"Lagipula yang harus kau ketahui, mereka berdua sebentar lagi akan menikah... Kasihan Sojung kalau calon suaminya kau penjarakan. Kau ini wanita, harusnya kau tahu apa yang akan dirasakan Sojung kalau Seokjin mendekam di balik penjara. Gunakan nalurimu sebagai wanita, Belle..."

Sojung dan Seokjin hanya diam. Berharap Nenek berhasil meyakinkan anaknya agar tidak jadi menuntut Seokjin.

"Aku pikir apa yang dikatakan ibu benar," sambar anak Nenek yang lain. "Yang paling penting mereka tidak lari dari tanggung jawab, dan telah membawamu ke rumah sakit."

Sojung meneguk saliva sebelum berkata, "aku mohon padamu ... jangan tuntut calon suamiku." Ada getaran dalam nada bicaranya barusan.

Wanita yang tadi disebut dengan nama Christabelle itu menghela napas. Kemudian berkata, "ini karena ibuku, dan perasaanku sebagai seorang wanita. Aku dengan sedikit berat hati, melepaskan calon suamimu dan tidak jadi menuntutnya karena telah menabrakku."

Nenek beserta anaknya tersenyum, bahkan Seokjin dan Sojung juga senang mendengar perkataan Christabelle barusan.

"Aku sangat berterimakasih padamu," kata Seokjin.

Sojung sedikit berjalan, mendekati posisi Christabelle sekarang. Air mata lagi-lagi jatuh dari matanya. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih padamu. Tapi kau benar-benar wanita yang baik, kau mau mengerti perasaanku dan mampu merasakan perasaanku kalau seandainya aku tidak jadi menikah. Boleh aku ... memelukmu?"

Christabelle mengangguk. "Kau bisa memelukku sekarang."

Sojung dengan senang hati merentangkan tangannya, kemudian meraih tubuh Christabelle. "Aku sangat-sangat berterimakasih padamu..."

"Berterimakasihlah pada Ibuku, kalau bukan dia yang menyadarkanku, mungkin sekarang aku sudah ada di kantor polisi, menuntut calon suamimu."

Sojung merenggangkan pelukannya. Kemudian tersenyum menatap Nenek di sebrang. "Terimakasih, telah membantuku dan Seokjin."

Nenek itu membalas, "ini belum sebanding dengan bantuanmu dulu. Terimakasih juga karena telah membawa anakku ke rumah sakit."

◾▪▪▪◽

A/N:
Tbh, bukan karena lagi rajin atau gimana sih. Emang belakangan ini tuh mood nulis aku tuh kyk byk bgt gt.
Jadinya up setiap hari deh. Do'a-in semoga konsisten ya, kayak gini terus...
Biar cepet selesai juga, hihi

Anyway, jangan lupa tekan bintang!🌟⭐

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang