🔹 k e e m p a t p u l u h e m p a t 🔸

634 73 27
                                    

Musim demi musim silih berganti, hari demi hari sudah berhasil mereka lewati. Sekarang keduanya tengah duduk di sofa, sembari memerhatikan kalender di hadapan mereka.

Mereka sibuk menghitung tanggal, kapan masanya akan tiba. Masa di mana mereka berdua akan tersenyum bahagia karena kedatangan malaikat kecil.

Seokjin sesekali menatap perut Sojung yang kian membesar. Sekarang usia kandungan Sojung sudah menginjak sembilan bulan tujuh hari. Itu artinya, tiga hari lagi Sojung akan melahirkan buah hatinya.

Seokjin menundukkan tubuhnya, mengelus halus perut Sojung kemudian menciumnya penuh cinta; mencium anak yang ada dalam kandungan Sojung.

"Ternyata sebahagia ini menanti akan hadirmu, Sayang," kata Seokjin pada anaknya.

Sojung menimpali, "tapi rasa bahagianya akan bertambah, saat anak kita berhasil lahir ke dunia."

Seokjin membenarkan posisinya lagi, dia menatap Sojung haru. "Terimakasih, sudah menjaga bayiku di dalam perutmu selama sembilan bulan ini. Aku mencintaimu." Tanpa sadar laki-laki itu menitikkan air matanya.

Sojung dengan lembut menghapus sedikit jejak air mata suaminya. Kemudian memberi Seokjin sedikit lumatan halus di bibir, guna mengembalikan senyum cerah suaminya. "Jangan menangis, nanti bayi kita akan kecewa kalau tahu bahwa Pepanya itu mudah sekali menangis."

"Ini namanya menangis bahagia, bukan tangisan kepedihan, apalagi karena aku yang lemah," jawab Seokjin, "aku tidak tahu bagaimana lagi caranya berterimakasih padamu. Memang kau selalu mengeluh pegal, bahkan sering menangis ketika merasakan keram pada perutmu. Tapi sampai saat ini, kau masih memertahankan bayi kita, aku benar-benar berterimakasih!"

"Aku juga berterimakasih, karena kau sudah membantuku merawat kandunganku. Dengan sabar melayani segala tingkah dan permintaan anehku, I love you."

Seokjin memeluk istrinya bahagia. "I love you more ...."

◾▪▪▪◽

Seokjin yang sedang tertidur dikejutkan oleh pukulan Sojung. Awalnya dia kira kalau pukulan ini adalah pukulan seperti biasanya saat Sojung minta dibuatkan makanan malam-malam.

Tapi ternyata Seokjin salah, sekarang dia justru melihat istrinya menangis dan menjerit kesakitan. Sojung dengan tertatih-tatih berkata, "tolong, perutku sakit! Sakit sekali ...."

Seokjin bingung bercampur panik. "Apa ... apa kau akan melahirkan?"

Sojung menggeleng cepat. "Tidak tahu, tapi tolong segera antar aku ke rumah sakit. Ini sakit sekali!"

Setelah itu Seokjin benar-benar membawa tubuh Sojung dan memasukkannya ke dalam mobil. Dia langsung bergegas pergi ke rumah sakit, tanpa mengganti piamanya terlebih dahulu yang tadi dia kenakan saat tidur.

Begitu sampai di rumah sakit, Seokjin langsung berteriak. Memanggil para perawat untuk segera menangani istrinya.

Kemudian Sojung dibawa perawat masuk ke dalam ruang bersalin, sementara Seokjin menunggu di luar dengan perasaan panik.

Tapi tiba-tiba perawat keluar lagi, menyampaikan pesan Sojung pada Seokjin bahwa Seokjin diminta untuk masuk menemani. Seokjin dengan sedia mengangguk, sebagai suami yang baik, dia memang harus menemani istrinya pada saat-saat yang menyulitkan begini.

Seokjin dibuat tidak tega, saat cengkraman tangan Sojung menguat, dan jeritan wanita itu semakin kuat, apalagi air peluh yang kian membasahi dahinya. Ternyata ... sebegitu besar perjuangan seorang wanita untuk melahirkan anaknya ke dunia.

Begitu suara tangis bayi terdengar, mereka berdua saling menatap kemudian menangis haru. Seokjin berulangkali menciumi istrinya, terus-menerus mengucapkan kata terimakasih ....

SOJUNG ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang