10. Pemakaman

383 28 0
                                    

Yang pergi dan tak kembali hanya tubuh yang tidak ada rohnya lagi, jika belum pergi menjauh, lebih baik selesaikan permasalahan sebelum semua terlambat.

***

Rasanya sudah seminggu ia tak pulang ke rumah ibunya, sekarang ia kembali berada di depan gerbang rumahnya yang besar bersama Gio, cowok itu memaksa ingin ikut.

"Lo ngapain di rumah orang heh? Mau lamar jadi pembantu?"

Nyelekit, namun Mani tak ambil pusing, gadis itu menatap Gio tajam, "lo diem aja disini, mau beranak, mau ngapain kek gue disini, bukan urusan lo."

Gio mendengus, namun cowok itu tetap mengangguk, dari pada mendapat amukan dari cewek bar-bar ini, lebih baik ia menurut.

Mani melangkahkan kakinya mendekati pos satpam, "mang, bukakin."

Adi, satpam di rumah Dinda mengangguk, membuka gerbang kecil khusus pejalan kaki, "neng Putri teh mau ketemu ibuk?"

Mani mengangguk, "mama ada?"

"Ada neng, tapi semenjak neng Putri nggak disini ibuk jadi lebih sinis, sering marah-marah juga, terus ngomel-ngomel sendiri waktu pulang kerja."

Penjelasan panjang Mang Adi membuat Mani ragu untuk menemui ibunya, ia hanya merindukan wanita itu, ia harap wanita itu baik-baik saja, ditambah Mani juga membawa satu kotak nasi goreng kesukaan ibunya itu.

Menguatkan hati, Mani berusaha agar bisa menemui ibunya, berharap ibunya akan menerimanya kali ini.

Gadis itu menoleh ke arah Mang Adi, "mang, itu temen Putri," Mani menunjuk ke arah Gio yang sedang duduk di atas motor sambil melihat kearahnya. "Misalkan nanti ada apa-apa sama Putri, Mang Adi suruh aja dia pulang ya, jangan sampai tahu dia kalau Putri dijahatin mama."

"Siap neng." Ujar satpam paruh baya berbadan tegap itu dengan gagahnya.

Mani menarik nafas terlebih dahulu lalu menghembuskannya perlahan, ia berjalan ke  ambang pintu rumah yang menjadi sejarah saat ia kecil dulu.

"Puti tayang papa mama, kalau udah becal Puti mau kita libulan yang jauh."

Dinda tersenyum, memeluk putrinya yang jauh lebih pendek darinya, "iya sayang, ayo kita masuk."

"Yeeyeeeee, ada mainan balu, Puti sayaaaaangggg papa." Ujar Putri lagi sambil berusaha memanggil ayahnya agar ikut berpelukan dengan ia dan Dinda.

"Papa juga sayang sama kalian," ujar Joshua menciumi puncak kepala Putri dan Dinda bergantian.

Tak terasa air mata Mani mengalir begitu saja saat kembali teringat saat-saat kemanisan keluarganya.

"Eh! Sini! Ingat pulang juga ternyata."

Ekspektasi tak seindah realita, Dinda mendekati Mani, menarik cuping telinga Mani membuat gadis itu meringis.

"Udah satu minggu nggak pulang kamu ngapain? Heh?! Ngelacur?!"

Sungguh sakit hati Mani mendengarnya, namun ia tersenyum, ibunya mengatakan jika ia satu minggu tak pulang berarti ibunya menunggu kehadirannya bukan?

"Nyengar-nyengir, itu cucian udah menggunung! Piring nggak ada yang bersih! Kamu kira kamu mau ngelacur buat bisa bayarin saya pembantu?"

Sebenarnya cuping telinga Mani begitu perih karena tangan Dinda tak kunjung melepaskannya, tapi ia tetap sabar, sangat sabar malahan.

"Bukan, Ma. Aku tinggal sama papa."

"APA?!!!!" Dinda tambah menarik cuping kepala Mani lebih erat.

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang