Jatuh hati tidak bisa memilih, Tuhan yang memilihkan, kita hanyalah korban, sedih adalah konsekuensi, dan jika bahagia itu bonus.
***
Tepat pukul sebelas malam, Mani sadar dari pingsannya, Dinda dan Joshua langsung mendekati kasur inap gadis tersebut, mata Dinda bengkak, tangannya gemetar hebat, Joshua dibelakangnya menguatkan Dinda.
"Jangan banyak gerak sayang, badan kamu pasti sakit semua."
Mani juga menyadari tubuhnya sakit semua, terutama perutnya. Ia ingat betul bagaimana Mutia menginjak perutnya, sangat sakit karena sepatu sekolah gadis itu bertumit yang cukup tinggi.
"Mereka udah masuk penjara."
Mani terkejut luar biasa, Joshua yang mengatakan itu sempat bingung kenapa anaknya bisa terkejut, bukankah wajar jika pembully dimasukkan ke dalam penjara?
"Mereka? Siapa, Pa?"
"Empat gadis yang udah bully kamu, Putri nggak papa kan?" Balas Joshua hati-hati, sebenarnya ayah dari Mani itu ingin sekali tahu apa yang terjadi pada anaknya, namun melihat keadaan anaknya sangat tak mungkin baginya untuk menanyakan.
Mani mengangguk lemah, "kalau mereka pantas dapetin itu, Putri juga nggak masalah."
"Gio ada di depan, nungguin kamu. Bicara dulu sama dia gih."
Mani mengangguk lalu Dinda dan Joshua pergi keluar dari ruang inap Mani, jika diperhatikan, Mani sering sekali masuk rumah sakit akhir-akhir ini.
"Gimana?"
Mani menoleh, melihat Gio yang berjalan ke arahnya, cowok itu masih mengenakan seragam Gradisa, rambutnya berantakan, bajunya keluar dari celana, wajahnya sedikit sembab.
"Apanya?"
"Keadaan lo."
Mani menggeleng, "udah nggak apa-apa kok, lo belum pulang?"
Gio menggeleng, cowok itu duduk di bangku yang tersedia, "males."
Sebenarnya, Gio sedari tadi panik dan jalan mondar-mandir, takut Mani akan dirawat satu minggu seperti kemarin lagi, namun ia bersyukur kala melihat Mani siuman meski tengah malam seperti ini.
"Besok lo nggak usah ikut party-nya Dara."
Mani melotot, gadis itu menatap Gio kesal. "Kenapa?"
"Lo kan sakit, monyet. Ntar nyusahin."
Mani menggeleng, "nggak! Gue tetep ikut, besok pagi gue udah pulang, gue nggak ngerepotin lo lagi deh, biar gue pergi sama Lion atau Clau atau Lara kalau gitu."
Kenapa Mani ingin pergi dengan Lion? Apakah ia benar-benar buta ada Gio disampingnya? Apakah Mani benar-benar tidak ada rasa kepadanya?
"Lo sama gue! Biar gue jemput."
Mani melirik Gio kesal, tadi saja bilang Mani nyusahin, sekarang malah posesif gitu. Aneh.
***
Mani tersenyum bahagia kala di kamar inapnya ramai yang membesuk, seperti sekarang, ada Clau, Lara, Leon, Gio, dan Fatur.
Jam menunjukkan pukul 08.35, Mani harus menunggu Joshua dan Dinda dahulu baru bisa pulang, ya ia pulang hari ini, barangnya pun telah disiapkan Dinda, tinggal pergi saja.
"Kemarin gue dapet telepon dari cewek." Ujar Fatur dengan wajah sok cuek.
"Ala, nggak yakin gue," balas Lion yang langsung dapat toyoran dari Fatur, namun Mani malah melirik Gio yang tersenyum kepada dua temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toping Your Heart (end)
Teen FictionManila Putri Joshua, gadis yang ditakuti di SMA Gradisa, gadis bermulut pedas dan tidak pernah bersikap manis, memiliki teman kebanyakan laki-laki untuk bermain game Giovanos Robert, cowok yang menjadi vocalis di musik terkenal Gradisa, yang bisa di...