Sayangi selagi ada, karena bunga yang layu tidak akan mekar meski ditanam dan dikasihi lagi.
***
Andaikan tadi Gio tidak pergi dari ruangan Fadila pasti Fadila saat sadar menatap wajah Gio bukan Aziz, Gio benar-benar muak dengan sepupunya itu, kenapa semua orang yang disayangi nya malah bernasib malang saat bersama Aziz?
Gio tidak bisa masuk ke ruangan Fadila, gadis itu tidak mempersilahkan dirinya untuk masuk dan bertemu, padahal Gio hanya ingin meminta maaf dan berharap Fadila bisa kembali tersenyum didekatnya.
"Abang."
Gio mendongak, ia melihat gadis kecil itu berlarian ke arahnya, "Dara? Boleh masuk?"
Dara mengangguk sambil menunjuk seorang dokter, Gio berdiri dan tersenyum kepada dokter tersebut. "Bang Reno."
"Hai, ketemu lagi kita." Ujar abang kandung dari Fadila itu, mereka berjabat tangan dan saling balas tersenyum.
"Fadi—"
"Gue udah tahu semuanya, dia yang ngasih tahu." Ujar Reno melirik ruangan Fadila. Ia tersenyum kepada Gio sambil menepuk bagian punggung cowok itu. "Lo nggak bisa cintai dua orang dalam satu masa, Yo. Fadi udah ketemu elo, jadi permintaan dia tinggal satu lagi."
"Maksud lo?"
Reno mengangguk, "iya, Fadi punya dua permintaan terakhir sebelum dia meninggal, satu bisa ketemu sama lo dan kedua bisa ketemu Rio, atau setidaknya pergi ke pemakaman Rio."
"Gue bakal ajak Fadi kesana, tapi tentang kematian bukan dokter yang nentuin, cuma yang diatas."
"Gue tahu, tapi cuma itu permintaan Fadi, dan satu lagi, jangan sampai Aziz bernasib sama kayak Rio, karna Fadi sayang sama Aziz melebihi dia sayang sama lo."
Gio terdiam, pandangannya menjadi kosong, apa maksudnya Fadila sayang ke Aziz melebihi sayang Fadila ke dirinya? Apa yang terjadi yang tidak Gio tahu? Apa masalahnya sekarang? Kenapa Gio disudutkan pada masalah terus menerus?
Tanpa Gio sadari, Reno telah beranjak dari tempatnya meninggalkan Dara dan Gio saja.
"Abang, Dara mau ketemu Kak Mani."
Gio baru tersadar, ia tersenyum kepada Dara lalu melirik ruangan Fadila, ia menggendong tubuh Dara lalu membawa gadis kecil itu ke ruangan Mani.
Disana ada Joshua dan Dinda yang sedang menunggu, Gio sadar jika Joshua telah tahu sikap tak baiknya, tapi ia tidak peduli, yang ia ingin sekarang hanya meminta maaf kepada Mani.
"Aku boleh masuk?" Izin Gio, namun Joshua langsung berdiri dari duduknya.
"Nggak."
Dinda langsung mengelus lengan Joshua, menggeleng pelan lalu tersenyum kepada Gio, "boleh sayang, silahkan."
"Nggak boleh!" Balas Joshua lebih keras.
Gio hanya diam, cowok itu melihat ke arah Dinda dengan pandangan memohon, ia merindukan gadisnya, Manila Putri Joshua.
"Sayang, biarin Gio masuk, nggak papa." Bujuk Dinda lagi, "sayaaang." Ujar Dinda kembali memelas.
Joshua menghela nafas lalu menggidikkan bahu dan kembali duduk di kursi tunggu, bagaimanapun ia akan luluh dengan memelasan istrinya tersebut.
Gio jongkok di hadapan Dara, "abang ketemu dulu sama kak Mani, Dara nggak boleh masuk, disini aja ya, abang cuma sebentar."
"Dara mau ikut." Ujar Dara menggenggam tangan Gio erat.
"Nggak boleh, nanti kak Mani nggak bisa bangun Dara mau?"
Dara menggeleng sambil merenggangkan genggamannya di tangan Gio, "iya abang." Patuhnya.
Gio tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Dara, cowok itu masuk ke ruangan Mani dengan wajah yang kusut, Mani-nya belum juga sadar, ia rindu celotehan gadis itu.
Gio duduk di bangku sebelah kasur Mani, ia mengamit tangan Mani, mencium punggung tangan gadis itu.
"Cewek bar-bar, bangun dong. Gue mau minta maaf, maaf ucapan gue waktu itu, gue tahu gue terlalu kasar, gue dapet karma kehilangan dua orang sekaligus dalam hidup gue." Gio meneteskan air matanya, "gue nggak bisa tanpa lo di sekolahan, bangun dong."
Mani masih terlelap di atas kasur rumah sakitnya, gadia itu bahkan tidak menyadari kata-kata Gio yang mungkin akan membuat pipinya bersemu merah.
Gio sadar ucapannya kemarin itu terlalu kasar bagi Mani, ia ingat betul ucapan yang selalu membuatnya menyesal itu. Gio berjanji ia akan meminta maaf kepada Mani.
"Man, gue sayang sama lo." Gio menciumi lagi punggung tangan Mani, "gue cinta sama lo, gue sadar yang gue butuh itu lo bukan Fadi, dan yang berarti di hidup gue itu lo bukan Fadi, Fadi cuma masa lalu gue, jadi gue mohon banget bangun Man."
Gio mendesah frustasi, Mani tak sedikitpun menunjukkan jika ia akan sadar, gadis itu tetap saja nyenyak dalam tidurnya, tidak terganggu dengan tangisan Gio.
Gio melirik ke jendela, melihat Joshua, Dinda dan Dara yang mengintip, cowok itu berdiri, ia ingin memeluk Dara, agar ia sedikit tenang.
Namun, saat Gio baru akan beranjak, tangan Mani bergerak, membuat Gio segera berlari keluar ruangan.
"Dokterrr!!! Dokter!!!"
Joshua dan Dinda pun ikut mendekat ke arah pintu, sayangnya saat sepasang suami istri itu akan masuk, suster langsung menahannya dan mengatakan jika mereka menunggu diluar saja, termasuk Gio.
Gio memeluk Dara, menggendong adiknya itu dan menciumi pucuk kepalanya berkali-kali, ia sangat cemas sekarang, ia harap Mani akan sadar.
"Bapak Joshua?"
Joshua mendekati suster, "saya sendiri, bagaimana dengan anak saya Dok?"
"Silahkan masuk, anak bapak memanggil nama bapak dari tadi."
Joshua langsung masuk, sedangkan Gio langsung melirik Dinda yang terlihat seperti lega.
Dinda mendekati Gio, "Gio, Putri pasti sembuh."
"Iya tante, Gio juga yakin, Mani gadis yang kuat."
"Makasih ya."
"Makasih buat apa tan?"
"Makasih udah sadarin saya, makasih udah buat Putri memiliki cinta, dua hari sebelum Putri kecelakaan dia buat ini di diary nya, saya robek, saya rasa ini buat kamu."
Gio mengambil kertas dari tangan Dinda, membolak balik gulungan tersebut. Gio membukanya, di pojok paling atas ada tulisan Gio, buat lo? Bukan! Ini diary gue, lo juga nggak bakalan bisa baca ini. Hahaha
Gio tersenyum, Mani memang selucu itu.
Dear Gio
Gue nggak tahu apa yang gue rasain sekarang ke lo, deket lo bikin gue emosi, jauh dari lo malah sepi, aneh.
Sakit juga yah Yo, mencintai seseorang yang nggak menganggap lo berarti, kayak gue contohnya.
Lo udah bikin gue cinta, tapi lo pergi aja, capek Yo.
Bertahan sakit, pergi apalagi.
Gue juga sadar diri Yo, gue ini siapa bagi lo, gue nggak berarti buat lo.Ah capek, nangis kan jadinya.
Udah ah segitu aja.Gio mematung, ia jadi teringat lagi ucapan kasarnya kepada Mani, dan di ujung kertas itu ia melihat bekas titikan air yang jelas saja itu adalah air mata Mani.
Gio mencium kertas tersebut, ia melihat ke arah Dinda yang tersenyum getir kearahnya, dipeluknya makin erat tubuh Dara.
Man, maafin gue.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Toping Your Heart (end)
Teen FictionManila Putri Joshua, gadis yang ditakuti di SMA Gradisa, gadis bermulut pedas dan tidak pernah bersikap manis, memiliki teman kebanyakan laki-laki untuk bermain game Giovanos Robert, cowok yang menjadi vocalis di musik terkenal Gradisa, yang bisa di...