20. Lo suka sama gue

337 44 0
                                    

Bunga yang layu saja butuh matahari dan air untuk kembali berdiri, masak kamu nggak butuh apa-apa saat merasa sendiri?

***

Taburan bunga di atas tanah bergundukan itu dipadu al-fatihah dan do'a. Nisan bertuliskan nama Manilo Putra Joshua membuat tetes demi tetes air mata tiga keturunan adam itu mengalir deras.

Mani melirik ibunya, dari tiga tahun ini baru kali keduanya Dinda mau kembali ke pemakaman ini, yang pertama saat Putra kuburkan dan yang kedua adalah hari ini.

Mani mendekati Dinda, didekapnya Dinda takut Ibunya itu kembali marah-marah dan sikapnya berubah lagi, namun yang ia dapatkan adalah Dinda mengelus pucuk kepalanya dan menciuminya berkali-kali.

"Mama nyesel dulu udah perlakuin kamu kasar, mama nggak tahu lagi kalau waktu di rumah sakit itu temen kamu Gio itu nggak nyadarin mama."

Mani melirik Joshua yang memperhatikan keduanya tengahberpelukan. Gadis itu melepaskan pelukannya, "maksud mama?"

"Iya, dia yang udah bilang semuanya, dia itu pacar kamu?"

Mani menggeleng kuat, "nggak ma, ayo kita pulang."

Dinda mengangguk, mereka bertiga beridir lalu berjalan ke gerbang keluar, namun lagi-lagi Mani bertemu tatap dengan Gio yang sepertinya juga ngelayat di pemakaman ini.

Gio tersenyum kepada kedua orangtua Mani lalu menyalami tangan keduanya,

"ngelayat juga?"

Pertanyaan dari Joshua dijawab anggukan oleh Gio, "iya, Om."

Dinda melirik Mani yang sepertinya ogah-ogahan bertemu dengan Gio padahal baru kemarin Dinda lihat Gio dan Mani belajar bersama di rumahnya, Dinda jadi berpikiran jika mereka sedang diambang putus.

"Mas kita duluan aja." Ajak Dinda yang diangguki Joshua.

"Eh, kok malah ninggalin Putri?"

"Gio mau bicara sama Putri kan?" Tanya Dinda mengedipkan matanya kepada Gio yang dengan terpaksa Gio mengangguk saja padahal ia tak mengerti apa maksud dari Dinda.

Setelah kepergian Dinda dan Joshua, Mani langsung melipat tangan di bawah dada, "apaan? Gue nggak punya waktu banyak."

Gio menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "nggak."

"Hah? Nggak maksud lo?"

Gio lagi-lagi bingung, cowok itu mencari akal agar ia mendapat ide. "Gue mau ajak lo makan nanti sore." Ujarnya final dengan icapan tanpa jeda.

Gio menutup mata, ia yakin jika Mani tidak akan mau, argh! Salah besar rasanya Gio mengatakan hal tersebut.

"Hm oke, nanti sore abis shalat ashar."

Gio membuka matanya, ia menatap Mani tanpa kedip, ia bahkan mencubiti dirinya sendiri takut tadi ia hanya menghayal, namun ini nyata.

"Gue duluan."

Gio mengangguk saja dengan wajah cengo-nya. Ia bahkan tidak merancanakan akan pergi dengan Mani, lalu sekarang ia mengajak gadis itu, heuh.

***

Padahal hanya ingin pergi makan dengan Mani yang katanya cewek bar-bar dan sangat ingin ia hindari, tapi kenapa Gio sangat semangat dan bahkan senyam-senyum ke cermin besar di hadapannya? Cowok itu memberi minyak rambut pada rambutnya yang termasuk rapi itu, menggunakan celana jeans dipadukan dengan baju kemeja petak-petak berwarna maroon, juga tak lupa menggunakan sepatu vans yang sudah lama tidak pernah dipakai dan dibeli di Amerika.

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang