19. Kafe

311 97 0
                                    

Tak ada yang salah dengan cinta, namun salahnya itu bagaimana hati menempatkan pada yang benar atau pada yang salah.

***

Mani bingung dengan kehidupannya, awalnya ia bertemu dengan Gio, mendapat job dari ayah Gio untuk mengajar cowok itu, lalu sekarang ia dekat dengan Lion namun yang dipikirkannya tetaplah Gio, bukan, bukan seperti cinta, tapi bagaimana ia tak kepikiran Gio jika setiap ia dekat dengan Lion pasti Gio selalu menguntitnya.

Seperti sekarang, mereka sedang makan di sebuah kafe, Lion yang mengajak dan memilih kafe tersebut, lalu di ujung pojok sana Mani melihat Gio sendirian meminum kopinya.

"Man? Lo kenapa noleh kesana terus sih?"

Mani menoleh, gadis itu tersenyum kikuk lalu menggeleng, "nggak, nggak papa."

"Lo mesen apa?"

"Matchalatte," ujar Mani namun kenbali ia menoleh ke tempat keberadaan Gio, betapa terkejutnya Mani saat menemukan Gio bersama Clau.

"Gue pesen bentar, ya." Ujar Lion lalu mengusap pucuk kepala Mani, Mani hanya terkekeh lalu mengangguk.

Saat Mani akan menoleh ke arah Gio lagi, tanpa sadar Gio juga menoleh ke arahnya, membuat tatapan mereka berada pada satu garis lurus, Mani yang pertama kali memanglingkan wajahnya dan tak mau lagi menoleh kebelakang.

Gio tidak mengikutinya, namun Gio juga pergi kencan, Mani tak habis pikir pola percintaannya dekat-dekat begini, ia dekat dengan Lion dan Gio dekat dengan Clau, Lion adalah sahabat Gio dan Clau adalah teman dekat Mani.

Ya, hingga sekarang Mani belum bisa mengatakan jika Lara dan Clau itu sahabatnya meski mereka telah sangat banyak berjuang untuk dirinya. Mani takut saat ia memberikan banyak kepercayaan lagi-lagi ia dikhianati.

"Ini."

Mani mendongak lalu lagi-lagi mengangguk lucu, "makasih Lion."

Lion mengangguk saja sebagi jawaban.

"Yon, gue mau nanya."

Lion menaikkan satu alisnya, "hm?"

"Nama lo kan Lion yang artinya singa, seharusnya panggilan lo itu L-A-Y-E-N, layen, bukan Liyon, aneh deh."

Lion terkekeh, cowok itu tak menyangka pemikiran Mani jauh sampai kesana padahal ia tak pernah memikirkan sampai kesana. "Lo berarti juga aneh dong."

"Kok gue?"

"Yaiyalah, lo kan juga manggil gue LIYON."

Mani nyengir, "iya juga yah? Tapi nyamanan manggil Liyon sih, karna mungkin udah kebiasa ya?"

"Emang ya, kenyamanan itu berasal dari keterbiasaan."

Mani yang menhirup kopinya jadi terhenti, wajahnya memerah bukan karena ucapan Lion namun karena suara hatinya.

Apa gue udah nyaman sama Gio karena gue terbiasa ada dia?

"Wajah lo merah gitu."

Mani mengalihkan pandangannya, ia takut Lion salah paham menganggap ia blushing karena dirinya padahal karena pemikiran absurd yang entah kenapa bisa timbul.

"Eh kita gabung ya."

Mani mendongak, mendapatkan Clau dan Gio yang telah berdiri di dekatnya. Lion hanya mengangguk entah mengapa menyetujui jika sepasang yang hampir menjadi kekasih itu duduk di meja yang sama dengan mereka.

Mani jadi teringat kejadian tadi siang, saat Gio marah-marah tak jelas kepadanya, ingatan itu membuatkan keki, namun apa haknya untuk melarang sepasang umatnitu bergabung? Toh ia juga ditraktir oleh Lion.

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang