Gue kira kita adalah alpokat dan bijinya, tapi gue salah, ternya cuma lo yang alpokat, gue cuma tanah dibawahnya.
***
Pagi tadi Gio pergi bareng dengan Mani, mereka bahkan menyanyi sepanjang perjalanan lalu janjian untuk pulang bersama.
Mani senang Gio dekat dengannya, karena semakin lama ia jadi semakin nyaman dengan cowok itu. Bilanglah bucin, jika ini memang bucin maka Mani menjudge jika bucin itu enak, ngebucin lebih enak dari pada makan di restoran mewah, jika tidak percaya cobakan saja.
"Ayok."
Mani mengangguk lalu melirik Lara dan Clau. "Gue duluan."
Kedua gadis itu mendadahkan tangannya sambil tersenyum. Mani keluar dari kelas bersama Gio, mereka berjalan ke mobil sport kuning milik Gio.
"Mau kemana?" Tanya Gio saat mereka berada di dalam mobil. Mani menggeleng sambil menjawab. "Terserah."
Gio membawa mobilnya membelah jalanan kota Jakarta. Gio bersenandung dan Mani yang setia mendengarkan hingga suara ponsel Gio memberhentikan aktifitas mereka berdua.
Gio menepikan mobilnya lalu mengangkat telepon.
"Iya waalaikumsalam."
"..."
"Apa?!"
"..."
"Rumah sakit apa?!"
"..."
"Oke, Gio kesana."
Mani melihat kegelisahan di wajah Gio, entah apa yang terjadi. Gio tanpak panik dan melemparkan kesembarang arah ponselnya lalu menancap gas mobilnya.
"Kenapa?"
"Gio! Gue nggak mau mati! Lo kenapa?!"
Gio memperlambat mobilnya lalu mendesah frustasi. Cowok itu mengusap wajahnya. "Maaf, tapi kita nggak jadi jalan."
"Kenapa?! Ada apa Yo!"
"Fadi masuk rumah sakit."
Bertepatan dengan itu hati Mani teriris dibuatnya. Ia cemburu Gio seperhatian itu kepada Fadila. Tapi ia bisa apa? Ia hanya bisa terdiam menatap jalanan yang baginya hanya hampa.
Gio sesayang itu kepada Fadila. Gio tidak mau Fadila kenapa-napa dan Gio sekhawatir itu kepada Fadila. Mani jelas tidak menyukai hal tersebut.
***
Mani duduk disebelah Gio yang kini terlihat lemas, di depan UGD menunggu seseorang yang berada di dalamnya sadar.
Aziz datang dengan wajah yang juga gelisah, namun sebelum cowok itu mendekat Gio telah terlebih dahulu berjalan kearahnya lalu menonjok wajah sepupunya itu hingga tumbang.
Mani langsung berlarian menahan Gio, namun Gio yang pasti lebih kuat malah menghimpit tubuh Aziz dan menonjok wajah tampan Aziz berkali-kali.
"Yo! Lepasin Aziz."
"Nggak!" Jawab Gio dengan wajah yang geram. "Dia nggak becus jagain Fadi."
Mani menggeleng, ia melirik tubuh Aziz yang pasrah di bawah sana. "Ini bukan salah Aziz, jadi sekarang berdiri Yo."
Gio kembali menggeleng. "Nggak! Dia harus mati di tangan gue."
Mani mengepalkan tangannya, gadis itu muak dengan semua ini, dimana Gio melampiaskan amarahnya kepada orang yang telah menjaga Fadila selama tiga tahun belakangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toping Your Heart (end)
Teen FictionManila Putri Joshua, gadis yang ditakuti di SMA Gradisa, gadis bermulut pedas dan tidak pernah bersikap manis, memiliki teman kebanyakan laki-laki untuk bermain game Giovanos Robert, cowok yang menjadi vocalis di musik terkenal Gradisa, yang bisa di...