12. Bunuh diri.

381 25 0
                                    

Jangan pernah menganggap dirimu tak berguna, karena disetiap kau merasa dirimu sepele ada banyak orang yang menginginkan dirimu atau posisimu.

***

Jangan tanyakan kepada matahari apa yang membuatnya panas, dan jangan tanyakan kepada awan mengapa ia menurunkan hujan deras, tapi cobalah bertanya mengapa dunia terlalu ganas tanpa celah untuk bisa bernafas saat diri mulai merasa was-was.

Mani, gadis itu kembali ke rumah ibunya sendirian, ia yakin Dinda pasti bisa seperti biasanya, berlaku adil dan baik kepadanya, Mani sangat yakin, namun terkadang keyakinannya ditolak mentah-mentah oleh semesta alam, seolah dirinya rmang pantas tak memiliki ibu.

"Manggg!!!"

Mang Adi keluar dari pos, ia tersenyum kala mendapati anak dari majikannya datang. "Neng Putri," sapanya sambil membukakan pagar untuk pejalan kaki.

"Mama ada?"

Mang Adi menggeleng, "ibuk baru aja pergi ke kantor neng,"

"Oh bagus." Ujar Mani lalu masuk ke dalam perkarangan rumahnya, "kalau mama datang kabarin ya Mang Adi, saya mau ngambil beberapa barang."

Mang Adi memamerkan jari jempolnya mewakili dirinya yang mengatakan oke, Mani berjalan ke kemarnya, namun sesampainya di meja makan ia melihat makanan kemarin yang ia berikan untuk ibunya, habis dan itu sukses membuat senyuman Mani melebar.

Kaki panjangnya menaiki lantai dua, masuk ke dalam kamar yang memang tak pernah ia kunci.

Masih sama, masih bercat warna kuning, masih ada figura keluarga di ujung nakas, masih ada boneka-boneka saat ia kecil bersama Putra.

Mani membaringkan tubuhnya di atas kasur, sangat merindukan kasurnya ini, ia juga merindukan menggunakan pakaian-pakaian santai yang ada di dalam lemari.

Tuk! Tuk! Tuk!

Bunyi suara sepatu, Mani mencoba berdiri lalu membuka pintu, Mang Adi berjalan ke arahnya dengan terburu.

"Ibuk datang neng."

Mani mengangguk, "jangan bilang ada Putri ya mang, Putri mumpet aja disini, nanti kalau mama udah ke kantor lagi Putri baru pulang."

Mang Adi mengangguk siap lalu pergi dari hadapan Mani, Mani menutup kembali pintu dan kembali duduk di atas kasur, gadis itu mengambil salah satu boneka kembar, boneka yang sering ia perebutkan dengan Putra, padahal mereka bisa menggunakan satu-satu, namun Putri selalu ingin keduanya membuat mereka bertengkar.

Tuk! Tuk! Tuk!

Bunyi sepatu hils, Mani segera berlari ke ujung kamar dan bersembunyi disana menggunakan kain yang tergantung, Dinda masuk ke kamar Mani, duduk di atas kasur lalu membaringkan tubuhnya, ia masih menggunakan baju kantornya.

"Putraaa..." desah Dinda membuat Mani menciut, apakah tidak ada panggilan untuknya dari sang ibu?

"Mama kangen Putra, mama mau Putra jadi imam saat shalat waktu papa nggak ada di rumah, mama rindu tidur diselimutin sama Putra, anak mama satu-satunya."

Ingin rasanya Mani keluar dari persembunyiannya, mengatakan jika ia juga anak Dinda, hatinya sangat sakit ketika Dinda tidak menganggapnya begini, ia sangat sakit.

"Papa kamu juga pergi ninggalin mama, sama dia, anak yang bikin kamu meninggal dunia itu, anak yang nggak boleh lepas dari pukulan mama."

Air mata Mani berlinang, ia tahu ibunya mengatakan dirinya, sungguh kecelakaan waktu itu bukan karena Mani, tapi kenapa Mani yang selalu disalahkan ibunya?

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang