13. Sadar

363 24 0
                                    

Anak mana yang tak membutuhkan ibunya? Anak mana yang mau ibunya selalu menangis? Anak mana yang rela ibunya tersakiti?

***

Joshua masuk ke dalam kamar inap Dinda, wanita itu sudah sadar dan sama seperti biasanya, selalu marah-marah.

Dulu, Dinda itu bukan wanita yang sesensitif ini, ia wanita tegar dan selalu bersikap manis. Joshua bingung ada apa dengan istrinya.

Ayah dari Mani itu duduk di kursi sebelah brangkar milik Dinda, ia memegang tangan Dinda yang telah dijahit. Ia mencium tangan itu dengan sayang lalu beralih mencium pipi Dinda.

Wanita itu diam, ia tak marah dan tak memberontak.

"Kamu boleh cerita sama saya, kamu kenapa?"

Dinda masih diam, namun ia juga sedih melihat keadaan Joshua yang jauh dari kata rapi, suaminya ini tampak stres dan rambut halus mulai bermunculan di sekitar bibirnya.

"Putri koma, udah satu minggu."

"Biarin, kalau perlu mati aja sekalian anak nggak ada guna kayak—"

Dinda terdiam kala jari telunjuk Joshua terletak di bibirnya, ia menatap iris hitam Joshua yang penuh kesabaran, ia ingin bercerita betapa sulitnya menjadi dirinya.

"Putri udah banyak berkorban, kamu—"

"Aku nggak mau dengerin tentang anak itu."

Joshua tak pantang menyerah, ia menyentuh pucuk kepala Dinda lalu tersenyum kepada ibu dari anaknya tersebut, "dengerin saya sebentar, Dinda."

Dinda mengangguk, tak tahan melihat wajah Joshua yang penuh penarikan tersebut, tak salah ia jatuh cinta dengan Joshua, Joshua memang memiliki daya tarik yang luar biasa.

"Saya sayang sama kamu, Dinda. Tapi sayangnya, kamu sebagai istri saya malah mencampakkan anak kita, saya kabur dari rumah juga karena nggak tahan kamu yang selalu marah-marah abis pulang kantor, Putri itu anak kita satu-satunya setelahsaya kehilangan Putra dan calon anak kita, bukan cuma kamu yang sedih,saya juga sedih.

Dari kelas satu SMA Putri udah ngerasain apa yang seharusnya nggak dia rasain, dia kehilangan kasih sayang seorang ibu, dia masih bisa senyum di depan kamu, saat kamu nyiksa dia, saat kamu mukul dia, saat kamu lampiasin semua amarah kamu ke dia, dia nggak pernah benci sama kamu, dia selalu bilang, papa Putri sayang sama mama, papa jangan marahin mama.

Saya nggak tega, Dinda. Dimana letak hati kamu setelah anak kita meninggal?"

Dinda tak mau menatap Joshua, ia kekeuh menatap ke arah lain juga karena ia susah bergerak. "Aku cuma mau Putra! Aku nggak mau Putri!"

"Tapi Putri selalu mau kamu, Putri selalu sayang kamu meski gimanapun kamu."

Joshua memegang dagu Dinda lalu menariknya agar menoleh kepada dirinya, "sayang, saya mohon kamu berubah, biar saya bisa balik ke rumah dan kita bisa jalani ini sama-sama."

Dinda menggeleng, "aku nggak mau, semenjak Putra meninggal dunia aku jadi kehilangan semuanya, kamu kehilangan pekerjaan, aku kehilangan anak bungsuku, dan anak yang nggak seharusnya hadir sekarang itu malah bikin Putra meninggal, kenapa nggak dia aja?! Kamu nggak kerja dan aku terpaksa cari lamaran sana-sini, kamu nggak tahu beratnya jadi aku mas."

Joshua terdiam, ia baru tahu jika itu yang dipikirkan istrinya selama ini, hal sepele yang membuat keluarganya hancur berantakan.

"Dinda, saya mencari pekerjaan, saya menemui Robert, saya bekerja sama dia tapi kamu nggak pernah tahu, saya diam-diam masukin gaji saya ke rekening kamu, udah tiga tahun, udah tiga tahun saya nggak pernah pengangguran." Ujar Joshua membuat Dinda terkejut, ia juga merasakan Dinda jauh dari kata baik sekarang.

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang