29. Maafin

312 36 0
                                    

Mani melirik kartu nama yang tadi ia dapatkan di meja dapur saat akan mengambil minum mineral, ia melihat lagi ke arah kartu itu dengan nama pemilik, Diani Morselia.

Ia yakin ini milik adik tirinya, tapi sejak kapan namanya pakai Morselia?

"Assalamu'alaikum." Ujaran serentak tiga orang.

"Wa'alaikumsalam." Jawab Mani lalu keluar melihat siapa yang datang meski dari suara ia tahu siapa yang datang.

Joshua, Dinda dan..... Diani? Kenapa gadis itu bisa berbarengan dengan ibu dan ayah Mani, Mani melirik tajam ke keduanya.

"Sebenernya dia siapa sih?" Tanya sinis oleh Mani, namun Dinda malah berjalan untuk memeluk Mani,

"Jangan marah-marah sayang, Mama kangen loh, ayo kita bicara dulu di ruang keluarga." Ujar ibu Mani itu lalu menarik pelan anak gadisnya ke ruang keluarga.

Sesampainya di ruang keluarga Mani kembali diam, menunggu apa yang akan dijelaskan oleh Dinda dan Joshua kepadanya.

"Diani ini anak angkat papa sama mama." Ujar Dinda membuat Mani menoleh ke arah Dinda dengan wajah yang sulit dibaca.

"Apa nggak cukup cuma Putri aja?"

"Bukan gitu sayang, pokoknya kamu harus terima Diani di kehidupan kamu karena Diani adalah adik kamu."

Raut masam tidak pernah pudar dari wajah Mani hingga gadis itu berdiri lalu hengkang dari ruang keluarga, Dinda hanya bisa sabar karena ia bisa merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Mani. Pasti terkejut dengan semua yang tiba-tiba ini.

Mani membaringkan tubuhnya di atas ranjang, tidak mampu menahan isak tangis yang keluar. Namun ia merasakan tangan besar seseorang mengelus puncak kepalanya.

"Ternyata kamu udah tahu ya siapa nama Diani sebenernya."

Mani mendongak lalu merubah posisi tidurannya menjadi duduk, melihat wajah Joshua yang penuh kekhawatiran dan dengan senyum yang kecut.

Tanpa diminta, Joshua mulai bercerita. "Dua tahun yang lalu ada kecelakaan tabrak lari—

Joshua turun dari mobilnya, ia melihat kecelakaan itu tepat di depan matanya, semua orang telah membantu sepsang suami istri yang menjadi korban, namun Joshua melihat ada seorang anak di jok belakang yang juga bersimbah darah.

"Pak, di jok belakang ada anak SMP, kita tolong rame-rame." Ujarnya panik karena membayangkan jika Putri anaknya lah yang disana.

Saat inilah Joshua sudah jarang pulang kerumah karena tidak tahan dengan Dinda yang sifatnya berubah. Joshua ikut ke rumah sakit dan naasnya sepasang suami istri itu meninggal dunia, keluarga mereka tidak diketahui sedangkan anak SMP yang tadi kritis.

Hampir setiap hari Joshua berkunjung ke rumah sakit untuk melihat keadaan gadis yang ia ketahui namanya Diani Morselia itu.

"Waktu Papa nggak pulang-pulang, papa tinggal bersama Diani sambil bekerja dengan Robert di perusahaannya. Diani yang nyiapin semua keperluan kerja papa sampai nyuciin baju papa, papa sering ceritain kamu ke dia sampai kemarin itu waktu papa jemput kamu ke rumah nenek. Papa tinggalin Diani di rumah kontrakan sendirian, dia alhamdulillahnya ngerti, dua bulan papa nggak ngehubungin dia sejak Papa selalu sama kamu dan mama.

"Papa juga ceritain kalau kamu di sekolah jadi jagoan sampai sering disebut-sebut sebagai jiwa yang bar-bar, semua itu papa tahu dari Clau, mata-mata papa di sekolah kamu."

Mani terdiam mendengar cerita itu, ia shok, Diani wajar tinggal di rumahnya karena Diani lah yang nerawat Joshua selama ini.

"Tapi kenapa papa bikin permainan yang melibatkan perasaan Putri?"

"Sayang, Clau selalu ngasih tahu keadaan kamu ke papa, kamu sakit sakit aja Clau bilang sama papa, waktu kamu berantem hebat sama Gio disaat itu pula papa sama Robert sedang rapat, iya papa pengelola perusahaan bersama Robert bukan karyawan biasa. Papa bohong, tapi waktu itu Robert bilang mau jodohin kamu sama anak nya, papa iyain aja nggak tahu masalahnya jadi kayak gini."

Mani kembali menangis, gadis itu menangis tersedu-sedu di pundak Joshua, ia bingung harus melakukan apa.

"Putri salah pa, Putri jahat sama Clau."

***

Bangun-bangun hari telah menunjukkan pukul enam sore, ternyata Mani terbangun daribtidurnya, seingatnya tadi ia masih menangis dalam pelukan Joshua, mungkin benar hero nya bisa membuatnya nyaman.

Tok tok tok

"Masuk."

Pintu terbuka, seorang gadis masuk ke dalam kamar Mani dengan senyuman yang mengembang, Mani sempat terkejut namun kembali biasa karena ia sudah tahu apa maksud Lara ke rumahnya.

"Gue mau wudhu dulu, anggap aja kamar gue." Celetuk Mani lalu hengkang dari kasur ke kamar mandi.

Lara hanya terkekeh, ternyata benar, Mani hanya kesal dengan Clau bukan dengannya. Lara masuk lebih dalam dan meletakkan tasnya di atas nakas, gadis itu berjalan ke meja belajar Mani yang banyak kata-kata insipari seperti.

Kalau mau Mama sayang, Putri harus rajin belajar!!

Belajar Putri! Jangan tidur!!

Putri sayang Mama Papa dan Putra.

Banyak lagi kertas yang tertempel disana, Lara yakin ini motivasi Mani agar tetap terus belajar. Sedikit banyak Lara tahu tentang keluarga Mani, bukan Mani yang cerita tapi ia yang menyelidiki.

Lara juga tahu kembaran Mani bernama Putra itu,dulu Lara cukup penasaran dengan Mani hingga menalking Mani sedalam itu.

"Mau bicarain tentang Clau?"

Lara berbalik, melihat wajah Mani yang lebih fresh dan masih ditempeli air wudhu. Dengan yakin Lara akhirnya mengangguk, Mani tidak suka basa-basi soalnya.

"Yaudah, silahkan." Ujar Mani terdengar kaku oleh Lara, ia saja merasakan deg-degan.

"Pulang sekolah Clau pergi sama Lion ke rumah Fadila, ternyata sepupu Clau itu masih ada urusan yang harus dia seleseikan dengan Gio, gue juga nggak tahu apa, pulang dari sana Clau langsung ke rumah gue, nangis-nangis bilang kalau dia takut lo bakal tersakiti lagi secara nggak sengaja. Clau baru diem waktu gue mutusin untuk ke rumah lo, dia sekarang masih di rumah gue."

"Bodoh." Umpat Mani. "Kenapa nyiksa diri sendiri dan mikirin gue?"

"Karena kita sayang sama lo, Clau nggak permah bekerja sama sama Mutia, Clau juga niatnya deketin gue sama Gio, tapi bokap lo udah duluan bilang ke Clau Gio mau dijodohin sama lo."

Mani menarik nafasnya dalam, mungkin Lara belum tahu jika Clau adalah tangan kanannya Joshua, mata-matanya Joshua, lagian ini bukan masalah Lara, Mani juga tidak nyaman begini dengan Clau.

"Bilang sama Clau gue udah maafin dia, jangan berlaku kaku deket gue besok di sekolah, gue mau dia dan lo kayak biasanya ke gue."

Lara tertegun, gadis itu mendekati Mani lalu memeluk Mani erat, "makasih Man."

Sebenarnya Mani gerah, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak mau menyakiti perasaan Lara.

Sepulangnya Lara, Mani mengambil ponselnya, mengetikkan sebuah pesan lalu mengirimnya.

Claudia
Gue udah maafin lo, jangan kebanyakan nangis

***

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang