21. Pembullian

329 143 0
                                    

Jangan jadi pendendam, karena dendam nggak ada gunanya bagi nusa dan bangsa.

***

Bagi Mani perjalanan singkatnya dengan Gio kemarin sangat-sangat berarti daripada perjalanan jauhnya dengan keluarga, bahkan jika mengingat hari kemarin ia jadi senyam-senyum sendiri.

Mani rasa ini yang disebut jatuh cinta, namun saat ia siap jatuh cinta ia juga harus siap patah hati, karena jatuh cinta dan patah hati itu berteman dekat bahkan bisa dikatakan bersahabat karib.

Mani menarik ujung tali ranselnya, berjalan sangat riang di koridor sekolah, namun ia berhenti kala seseorang memanggil namanya dari belakang, Mani menaikkan satu alisnya heran.

"Ngapain lo?" Ujarnya tak bersahabat.

Gadis yang tadi memanggil Mani menundukkan kepalanya, "nggak kak, aku tadi pagi buat kue, mau dikasih buat Buk Rika, tapi takut nggak enak, apa kakak mau cobain?"

Mani menatap gadis itu dari ujung kaki hingga ujung rambut, ia berbicara sambil menekuk kepalanya kebawah, tangannya memegang kotak nasi yang telah pasti isinya kue yang akan diberikannya
Kepada Buk Rila.

Mani mengangguk, "boleh." Ujarnya membuat si gadis tampak ceria, gadis itu membuka kotak nasi tersebut lalu menyodorkan ke arah Mani dengan wajah yang ceria.

Mani mengambilnya lalu memakan kue itu, "enak, gue rasa Buk Rika bakalan suka."

Gadis itu mengangguk, "makasih banyak, kak."

Mani memgangguk lalu pergi melalui gadis tersebut, ia masuk ke dalam kelas lalu mulai mengerjakan PR nya, namun Mani merasakan ada yang aneh dengan perutnya, gadis itu mengira mungkin karna tadi pagi ia meminum susu buatan Dinda.

"Man, lo nggak bikin PR?"

Mani tak sanggup menajawab, perutnya sangat mual, gadis itu segera berlari secepatnya ke toilet lalu memuntahkan semua isi perutnya, Lara yang baru datang di toilet menyusul Mani langsung mengusap punggung gadis itu.

Mani masih mual, namun isi perutnya telah keluar semuanya, ia memuntahkan air berwarna kuning karena mual.

"Man, bentar ya, lo tunggu aja disini, gue ambil minyak angin dulu."

Setelah mengatakan itu Lara langsung pergi dari toilet, namun Mani merasakan dua orang memegangi tangannya, menyeret Mani yang tak berdaya entah kemana hingga pandangan Mani mengabur dan hilang kesadaran.

Mani membuka matanya, ia mencoba melirik sekeliling dan ternyata tangannya diikat, ia mendongak saat mendengar suara.

"Udah bangun?"

Mutia, gadis itu tersenyum devil ke arah Mani, Mani ingin menampar wajah gadis itu namun tenaganya telah habis, untuk bergerak saja rasanya ia sangat sulit.

Mani baru sadar jika sekarang ia berada di gudang sekolah yang posisinya paling pojok, ia melihat dua budak Mutia menyeret seorang gadis yang ternyata orang yang sama dengan yang memberikan kue tadi pagi kepada Mani, jadi ia idijebak.

Gadis itu menunduk dengan air mata berlinang, Mani benci orang yang berkhianat, ia akan ingat ini sampai kapanpun.

Par!!

Karena tamparan yang sangat kuat, kepala Mani sampai tertoleh ke kanan, sangat perih.

"Buat tamparan kemarin yang lo buat ke gue!"

Par!!

"Buat lo yang udah permaluin gue."

Par!!

"Buat lo yang udah coba-coba usik kehidupan gue."

Mani tak tahan, bahkan untuk bergerak saja rasanya ia tak sanggup saking lemahnya.

Bugh!!

"Arghh."

Mani merasakan perih di perutnya, ia meringis kesakitan kata tinjuan Mutia mendarat di perutnya.

Plakk!!

Mutia menginjak paha Mani, gadis itu juga mengangkat dagu Mani tinggi, melihat darah yang mengalir di ujung bibir Mani. "Kasihan banget, sahabat lo yang bikin masalah, lo yang dibully."

Mutia menendang bangku Mani membuat Mani jatuh ke lantai dengan posisi tangan diikat dibelakang dan kaki juga diikat.

Mani merasa hidupnya akan berakhir sebentar lagi, ia meraba lantai dan beristighfar berkali-kali. Ia memohon jika ini akhir kisah hidupnya ia harap tidak ada yang menangis atas kepergiannya

Namun sepertinya itu hanya pikiran Mani, karena saat Mutia ingin menginjak kepala Mani, terdengar suara pintu didobrak.

Gio, cowok itu masuk dengan wajah memerah, Mutia langsung menjauhkan kakinya yang telah melayang di atas kepala Mani, ia melirik dua babunya lalu berlari untuk kabur, namun ia tak cukup pintar karena di dekat pintu telah ada para guru dan beberapa murid yang menahan mereka.

Gio mendekati Mani, membuka ikatan di tangan dan kaki Mani, ia tak berbicara ataupun marah, ia memegang tangan Mani yang telah melemah. Air matanya mengalir melihat Mani tak berdaya begini.

Gio menggendong Mani ala bridal style, ia melihat senyuman Mani mengembang, "ma.. ma...kasih, gu... guu... e uuu... uuu.. daaahh gaaa...kkk kuu...aaaatt."

Mani pingsan, "please bertahan Man, gue mohon sama lo jangan bikin gue panik gini, Man, gue bawa lo ke rumah sakit jadi please jangan gini, lo harus tetap sadar."

Gio berlari membawa tubuh Mani ke parkiran, "Tur buka pintunya, cepetan."

"Lo keberatan?"

"Cepetan Tur, ini anak orang udah sakarat."

Fatur mengangguk lalu membuka pintu mobilnya, banyak siswa-siswi Gradisa yang menyaksikan hal tersebut, mereka bahkan iri dengan hidup Mani yang menurut mereka sangat beruntung dan menurut Mani jauh dari kata beruntung.

"Gue ikut."

"Gue juga."

Fatur dan Gio menoleh ke sumber suara, mereka mengangguk mengizinkan Lara dan Clau untuk ikut, setelah mengambil minyak kayu putih tadi Lara tak menemukan Mani di toilet, ia kira Mani balik ke kelas atau ke kantin, namun saat diperjalanan ke kantin ada seorang gadis kelas sepuluh menghentikan langkahnya dan bilang jika Mani tadi diseret Mutia ke gudang belakang bersama dua budaknya.

Lara langsung ke kelas Gio, mengatakan semuanya, awalnya ia ingin bilang ke Lion karena ia tahu Mani sedang dekat dengan Lion, namun Lion tak hadir hari ini jadi Giolah yang bisa ia minta tolong, sementara Gio berjalan ke gudang belakang dengan Fatur, Lara mengajak Clau dan memberitahu guru jika ada pembulian di gudang.

Lara menyesal telah meninggalkan Mani sendirian di toilet, ia tak tahu jika ini akan terjadi kepada Mani, lagian kenapa bisa kebetulan Mani dibully dan saat kondisinya tidak sehat, Lara telah bisa menelaah jika ada yang tidak beres.

Clau melihat wajah Gio yang dangat cemas akan Mani, ia memeluk kepala Mani yang berada di atas pahanya, bahkan cowok itu tampaknya menahan tangisan, Clau bahkan melihat Gio mengelus pucuk kepala Mani dan memaksa Fatur untuk melajukan mobilnya lebih cepat.

Wajah Mani lebam-lebam, ujung bibirnya berdarah, dan tangan Gio tak pernah lepas dari wajah Mani dan mengelusnya dengan lembut, saat Mani sadar Gio seperti hilang respect, tapi sekarang lihatlah, ia menjadi sangat peduli kepada Mani.

Clau tersenyum senang dan tak sadar telah diperhatikan oleh Fatur, Fatur bingung, seharusnya Clau marah karena Gio yang merupakan gebetannya malah sepeduli itu kepada Mani sahabatnya, Fatur mendengus, ia rasa Clau memang sangat tulus, bahkan ia tak mau melihatkan kesedihannya dan ia memilih kebahagiaan sahabatnya.

Fatur baru sadar jika ia telah banyak berpikir hari ini, mungkin karena Lion tidak hadir dan tidak ada yang menganggunya.

***

Toping Your Heart (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang