(12)

1.5K 248 15
                                    

“Udah gue bilang suruh putusin.”

Jeno memutar bola matanya malas, ia malas sekali menghadapi Taeyong yang mendesaknya untuk memutuskan Siyeon. Jeno tidak suka kehidupan asmaranya pun diatur oleh abangnya.

“Bang, ga usah gitu juga, ngomong pelan pelan coba,” Renjun menyela.

Taeyong mendengus kesal, “Gua ga mau tau, lu putusin cewek itu sekarang juga.”

“Gue ga mau kenapa sih lu, Bang?” Jeno berdiri, tetapi tidak menghindar dari abangnya, sebab abangnya kini menatapnya dengan tatapan tajam penuh makna.

Renjun tak bisa pula melerai Taeyong dan Jeno, bukan tak bisa. Tetapi bukan haknya Renjun untuk melerai.

“Gila lu kalo masih jalanin hubungan sama Siyeon. Gak bakal gua restuin sampe kapanpun juga.” Taeyong membiarkan Jeno berpikir dan mematung di sana, sedangkan ia pergi ke kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

Jeno membanting kunci motornya sehingga membuat retakan pada meja kaca yang ada di ruang tamu itu, dia kini menatap Renjun dengan tatapan marah, “Njun, coba itu abang lo kenapa si? Gak jelas tau gak!”

“Jeno, lo dengerin dulu lah. Bang Taeyong ngomong gitu bukan gak ada maksudnya,” Renjun mencoba pelan pelan memberi pengertian kepada Jeno.

“Lo pikir sendiri lah, gila aja kali gua mutusin Siyeon? Ga lucu tau gak.”

“Jeno, lagian itu cuma kontrak kan? Lo gak mungkin kan udah suka sama dia? Gak logis kalo lo bisa suka sama dia!”

Jeno terdiam, “Gua ke kamar.”

Renjun menghela napasnya kasar, “Kenapa juga gua punya sepupu sepupu kayak begini, ambekan dua duanya, tinggi ego dua duanya.”

-

“Sialan.”

Taeyong menelepon Mark, “Dek, cepetan ke rumah gua, urusin sepupu lo yang gak ngotak tuh,” pinta Taeyong langsung pada poinnya setelah mendengar jawaban dari Mark.

“Muak gue, pokoknya suruh dia putus,” lanjutnya. Kemudian Taeyong mengangguk dan memutuskan sambungan teleponnya.

Taeyong diam sejenak, ia meraih foto yang terletak indah dalam framenya. Kemudian ia meremas bajunya lagi, tidak mau sampai ini semua terjadi. Ia harus membawa Jeno, Mark, Renjun, Mark, Ayah dan Ibunya pergi dari negeri ini. Harus.

Tok Tok Tok.

Cowok itu menoleh ke arah pintu, kemudian membukakan pintu kamarnya dan membiarkan Renjun masuk ke dalam kamarnya. Renjun duduk di kursi kerjanya Taeyong.

“Gua mau bilang gimana juga Jeno gak bakal mau mutusin Siyeon, Bang.”

Rahang Taeyong mengeras, “Awas aja dia gak mau mutusin, gua paksa tu cewek yang mutusin, lo liatin aja.”

Sans elah bang, jangan yang cewek yang mutusin, makin dipertanyakan kenapa harus putus.”

“Terus gimana? Gua gak mau adek gua jadian sama cewek itu.”

-

Mark membuka pintu kamar Jeno perlahan, cowok itu melihat Jeno sedang terbaring dengan baju basketnya, nampaknya Jeno akan latihan lagi hari ini.

“Ngapain si buka buka? Tutup lagi gih,” ucap Jeno ketika mendengar suara pintu dibuka, tetapi mata cowok itu masih terpejam, ia ingin merasakan kedamaian tadinya, sebelum Mark-sahabat dan sepupunya-masuk ke dalam kamarnya.

Mark duduk di kursi belajar Jeno, memutar mutarkan kursinya kemudian mengetuk meja belajar Jeno dengan pensil yang ia pegang, baru ia lihat di meja Jeno.

“Ribut banget, ngapa lo datang ke sini?” Suara Jeno langsung menginterupsi Mark.

Cowok itu membuang napas kasar, “Apa banget si berantem sama Bang Taeyong?” tanya Mark, kesal.

“Dia duluan kok,” kata Jeno tak terima.

“Itu demi kebaikan lo, kebaikan keluarga kita. Jangan egois gitu lah Jen.”

Jeno mendengus, cowok itu bangkit dari baringnya kemudian menatap Mark dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

“Lo enggak mungkin suka kan sama Siyeon? Kita udah perjanjian dari awal, lo bersedia bantuin cewek itu tanpa pakai hati, kan?” kalimat Mark sungguh membuat cowok itu bingung.

Ia mengacak rambutnya frustasi, “Gua..,”

“Jeno? Kita udah perjanjian, dan sekarang buat ngelepasin Siyeon lo pasti bisa, kita semua tau lo enggak ada rasa sama cewek itu, Iya, kan?”

Mark menghela napasnya gusar, “Dan lo tau sendiri Bang Taeyong, dia bisa aja ngubah posisi dimana Siyeon bisa mutusin lo duluan. Maksud gue disini bukan siapa yang duluan mutusin, tapi dengan apa nanti Siyeon mutusin lo. Lo juga tau Bang Taeyong kalo udah ada maunya, semuanya bisa dilakukan, dan itu enggak dosa. Dia pake cara halal bahkan untuk dapatin kemauannya. Dan lo enggak bisa nyalahin dia nanti.”

Tiba tiba saja darah dalam tubuh Jeno berdesir hebat, bisa saja cowok itu membuat Siyeon sakit hati, itu bisa saja.

“Gue harap lo pikirin dulu, Jeno. Kita di sini enggak buat main-main, kita datang sekeluarga di sini buat jagain Mami, lo tau kan maksud gue apa.”

Mark berdiri kemudian menepuk pundak Jeno, “Pikirin, ya, Bontot. Gue keluar.”

Manik mata Jeno masih memantau Mark hingga keluar dari kamarnya, entahlah, ada perasaan aneh jika ia berada di posisi sekarang ini.

“Yeon, maaf.”

[][][]

thank u all, for reads this story luv u✨💓

[✓] Dating With JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang