(29)

1.2K 210 11
                                    

Siyeon baru saja pulang sekolah, sekarang ia sedang berjalan dengan santai rumah Rose. Hari ini ia masih tidak ada tenaga, tidak bertemu Jeno. Cowok itu berbohong lagi kepadanya.

Walaupun tahu Jeno tidak berjanji, tetapi, Siyeon ingin terus menyalahkan cowok itu karena telah membuatnya menjadi seperti ini.

Kakinya sudah sampai di komplek rumah Rose, kakinya berjalan gontai, matanya menatap ke bawah, rasanya ia ingin menangis saja.

“Lihat apa?” suara itu menginterupsi Siyeon ketika cewek itu sampai di teras rumahnya.

Detik itu juga, air mata Siyeon keluar, ia sangat ingin melihat wajah cowok di depannya ini. “Jeno!”

Siyeon berlari ke dalam pelukan Jeno, Jeno meringis, tubuhnya sakit karena terhempas pada waktu kecelakaan kemarin, tetapi, ia tidak bisa mengatakan kepada Siyeon.

Suara tangis Siyeon semakin menguat, Jeno membalas pelukan Siyeon dan mengusap punggung cewek itu, “Kok nangis, sih?” tanya Jeno.

“Kamu jahat,” klaim Siyeon.

Jeno terkekeh, “Memangnya aku jahat banget?” tanya Jeno.

Siyeon tidak menjawab, ia memeluk Jeno dengan sangat erat, seolah tidak ingin melepaskan cowok itu lagi. Siyeon tidak mau Jeno menghilang tanpa kabar lagi.

“Kamu kemana, gak ada kabar...” Siyeon mendongak mengangkat kepalanya, tangannya masih melingkar di belakang punggung Jeno.

“Kemana aja boleh,” jawab Jeno.

Siyeon melepas pelukannya lalu memukul pelan dada Jeno, “Aku benci kamu,” Siyeon melangkahkan kakinya melewati Jeno, tetapi Jeno segera menarik Siyeon ke dalam pelukannya.

“Segitu marahnya, sih,” ujar Jeno.

Siyeon tidak mau dipeluk Jeno, “Ya, kamu aku tanya malah gitu! Kamu kemana aja Jeno? Kamu gak tahu apa aku sedih banget nungguin kamu yang gak ada sama sekali kabarnya?!” Siyeon marah, tetapi ia tidak bisa membentak Jeno.

Ia marah. Marah karena ia menunggu Jeno yang tidak ada kabarnya. Jeno memang tidak ada kabarnya, tetapi, Siyeon juga marah pada dirinya yang menunggu Jeno tanpa kepastian dimana dan sedang apa cowok itu.

“Aku ada urusan keluarga, Sayang.”

Siyeon terdiam. Ini yang Siyeon tidak suka. Jeno selalu bisa membuat Siyeon tidak marah lagi. Jeno selalu bisa membuat cewek itu tidak bisa menjawab dan berceramah.

“Jadi urusan keluarga? Tapi apa segitu sibuknya kamu sampe gak kabarin aku?” tanya Siyeon.

Jeno mengangguk, “Segitu sibuknya.”

Siyeon tidak menjawab lagi. Cewek itu duduk di teras rumahnya yang permukaannya agak tinggi, sekitar setinggi lutut.

Melihat Siyeon meluapkan kekhawatirannya, Jeno berjongkok di depan Siyeon, meski cowok itu sebenarnya tidak boleh berjongkok lebih dahulu.

“Sini, bangun,” kata Jeno, ia menarik tangan Siyeon kemudian memeluk cewek itu, merasakan harum stroberi dari rambut Siyeon.

Jeno memeluk Siyeon dengan sayang. Seperti memeluk guling saat hujan, rasanya sangat nyaman.

“Tapi gak masalah bagi aku. Karena urusan itu, aku berhasil,” kata Jeno masih dengan pelukan yang hangat.

Siyeon mendongak, “Berhasil? Apalagi?” tanya Siyeon.

“Misi aku berhasil,” jelas Jeno.

“Misi apa?”

Jeno memeluk Siyeon lebih erat, mengelus kepala cewek itu, dan mendekatkan mulutnya ke telinga Siyeon. “Misi membuatmu rindu.”

[✓] Dating With JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang