(15)

1.3K 229 26
                                    

Semua peserta diberi waktu untuk merapihkan barang barang mereka sampai jam waktu makan siang, sekarang banyak sekali yang semangat merapihkan barang mereka kemudian menggunakan waktu luang untuk mabar, tidur, nobar dari ponsel.

“Eh, kalian mau pake laci yang mana?” Yonghee membereskan beberapa barang kecilnya seperti buku tulis dan pulpen untuk pengamatan lapangan esok hari dan hari selanjutnya. Laci mereka berbagi, ada 5 laci dalam satu meja, sangat pas kalau di kamar kelompok dua.

Jeno meletakkan barangnya di atas meja, kemudian melihat-lihat laci laci yang memungkinkan, “Terserah lo deh mau pake yang mana, gue laci di sebelah lo aja.”

“Yaudah gue yang di nomor 2 ya,” kata Yonghee, begitu dia meletakkan barangnya ke laci, Jeno juga mengikuti di sebelah, sedangkan Jinyoung, Felix dan Haechan tidak tahu akan menggunakan laci yang mana, mereka sedang berkelahi memperebutkan guling yang Jeno terlantarkan.

Jinyoung sebenarnya bukan tipe orang yang suka mempeributkan hal yang tidak perlu, tetapi dia sangat suka jika tidur dengan dua guling, itu akan membuatnya cepat terlelap dan lamban bangun. Kenikmatan yang luar biasa, kalian rasakan saja sendiri.

Bagi Haechan, dua guling itu juga sangat nikmat. Jika dia berbalik ke kanan, ia bisa memeluk guling, kalau dia berbalik ke kiri pun juga ada guling, jadi ia merasa aman dan ramai saja.

Kalau untuk Felix, ia sangat ingin dua guling, sebab alasannya hampir sama, nyaman dengan dua guling, ia khawatir gulingnya akan jatuh, jadi ia punya cadangan, ia tidak bisa tidur hanya dengan bantal, rasanya seperti sepi. Bagi Felix.

“Aduh, lo bertiga coba jangan rebutin guling, itu urus dulu kek laci kalian, baju kek apa kek, bentar lagi jam makan malam, kalian bakal dimarahin loh kalo barang belom beres,” omel Yonghee.

Jinyoung yang sedikit dewasa akhirnya mengalah untuk membereskan barang barangnya terlebih dahulu, ia juga malas sebenarnya berebut, tetapi dia sangat ingin gulingnya ada banyak.

Jeno hanya terkekeh sambil menggeleng, teman sekamarnya seperti ini. Ia merasa menjadi ayah 3 anak. Yonghee pun merasa seperti ibu 3 anak kalau begini jadinya.

“Haechan, beresin barang lo juga, Felix juga cepetan,” kata Jeno.

Mereka akhirnya melepaskan guling itu di ranjangnya Yonghee, mereka langsung menurut dan membereskn barang mereka dengan ekspresi sedih seperti baru dimarahi orangtua. Yonghee menggeleng saja kemudian duduk di ranjangnya, yang kebetulan berdekatan dengan milik Jeno.

Jeno juga ikutan duduk, kemudian ia mengambil hp di atas nakas dan mematikan data seluler hpnya agar tidak terganggu selama ia berada di sini. Kecuali telepon dan Taeyong.

“Lo kenapa bisa putus, sih, sama Siyeon?” tanya Yonghee, membuka obrolan.

Jeno menoleh, kemudian menunduk ke bawah lagi, ia terkekeh lalu memandang ke luar jendela, “Gue ga pernah suka sama dia, jadi buat apa pacaran?” tanya Jeno.

“Itu maksud gue juga, kenapa lo bisa nembak Siyeon coba kalo lo ga suka dia?” Jinyoung datang sambil membawa segelas air di tangannya, ia kemudian meneguk air putih itu dan dengan enaknya duduk di atas nakas.

Jeno tersenyum remeh saja. Mereka saja yang belum tahu kemarin pacaran Jeno dan Siyeon hanyalah kontrak, untuk menyelamatkan Siyeon dari Hwall. Siyeon mengatakan dia tidak suka Hwall suka bersikap seolah masih pacaran.

“Lupa gue kenapa bisa pacaran sama dia,” ujar Jeno, kemudian menghela napas.

Begitu juga Yonghee, dia bukan kasihan dengan Jeno, hanya merasa aneh saja ada apa dengan mereka berdua, ternyata sudah putus.

“Sebenernya ini bukan urusan gue, tapi ya aneh aja gitu kenapa lo sekarang sinis banget sama Siyeon?” tanya Yonghee, lagi.

Jeno menoleh ke Yonghee, kemudian dia terkekeh kecil, “Sinis apaan, biasa aja gue. Dari kemaren juga kayak gitu,” Jeno berdiri kemudian melirik ke sekitar, dan bersikap seolah mengabaikannya, padahal Yonghee tahu, Jeno tidak mengabaikannya.

---

“Nah, semuanya, sudah pada bereskan barang?” tanya kepala sekolah.

Semuanya berseru, "Ya."

“Baiklah, kalo gitu kita makan malam, ya, anak-anak,” kepala sekolah memimpin doa makan lalu mereka semua makan untuk perayaan.

Setelah makan, Jeno dan Jinyoung berjalan ke sekitar hotel, disana ada tersedia rak buku besar yang berisi buku buku berserjarah. Tetapi, ditengah perjalanan mereka berdua, mata Jeno bertemu dengan Siyeon. Kemudian Siyeon memalingkan tatapannya lebih dulu seolah marah, tetapi Jeno tidak memperdulikan.

Sekarang Jeno sedang duduk membaca buku, menikmati bacaannya di sebelah Jinyoung yang sedang menyeruput jus jeruknya di sore hari.

“Aneh ya rasanya liat lo diem dieman sama Siyeon,” kata Jinyoung membuka suara.

Jeno masih sibuk membaca bukunya, tetapi, ia sempat terdiam. Kemudian ia menatap kolam renang di depan matanya, ia melihat masih ada beberapa penghuni hotel yang berenang di malam hari.

“Gue enggak diemin dia,” kata Jeno, membela diri.

“Ya, kalo enggak diemin, namanya apa, Jeno? Lo enggak sadar apa, ya? Dia sekarang jadi kayak cewek yang baru putus cinta tau.”

Jeno menghela napasnya kasar, “Kan gue sama dia emang baru putus,” jawab Jeno lagi, tidak mau kalah.

“Ada ya putus yang begitu?”

Jeno menoleh, “Maksud lo?” tanya Jeno.

“Kalian pacaran baru beberapa minggu, dan tiba tiba putus pas lagi trending topik.”

“Lalu apa yang salah?” tanya Jeno.

Jinyoung mengambil jus jeruk Jeno kemudian meneguknya beberapa tegukan, ia menunjuk ke arah orang yang sedang berenang di dalam kolam renang.

“Lo liat orang itu? Dia berenang buat hilangin stress, tapi, dia terlalu maksa buat berenang. Gue lihat orang itu udah hampir 5 jam di kolam renang. Sama kayak lo.”

Mata Jinyoung menyorot ke arah Siyeon yang masih ada di dekat sana, “Putus sih, tapi, disini kesannya lebih kayak lo ninggalin Siyeon. Jadi, Siyeon yang sakit sendirian, lo nya mah biasa aja.”

“Hubungannya dengan orang yang berenang. Putus lo sama Siyeon itu kayak orang yang berenang yang tadi gue tunjuk. Hanya salah satu sakit, yang satunya biasa aja. Badan orang itu sakit, karena terpaksa mengikuti batinnya, sedangkan air yang menjadi tempat pelepasan penatnya biasa aja.”

Jinyoung menatap Jeno, “Lo enggak bisa paksain hati lo untuk tetep menjauh dari Siyeon kalo lo enggak mau. Coba bayangkan aja, kalau orang berenang itu berenang teruus sampe 1 hari, menurut lo apa yang terjadi sama airnya?”

“Putus lo itu kayak kepaksa tau enggak, Jeno? Sesuatu yang dipaksakan itu enggak baik. Lo bisa ikut menderita juga kalo lo biarin dia sakit sendirian.”

Jeno terdiam sejenak, “Gue enggak ada perasaan sama Siyeon.”

“Oke,” Jinyoung berdiri, “Ayo balik ke kamar, besok kita ada kegiatan.”

Jeno mengikuti Jinyoung, berjalan di belakang cowok itu. Dalam hatinya, Jeno memikirkan apa yang Jinyoung katakan. Tapi, apa boleh buat?

[][][]

MAAF YAA LAMA ENGGAK UPDATE, AKU SIBUK NUGAS NIH TT TAPI AKU USAHAKAN TETEP UPDATE YAAA.

MAKASIH BANYAK BUAT YANG UDAH MAU BACA CERITA INI😭🤩

aku hiatus cukup lama ya, sangat lama bahkan..
oh iya, aku lagi belajar buat nulis yang baik sesuai saran dari beberapa pembaca, terimakasih banyak atas kritikannya, aku bakal belajar lebih baik lagi.

[✓] Dating With JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang