05. Feeling (S2)

932 149 15
                                    

Di taman banyak sekali yang berdatangan untuk main dengan keluarga. Taman ini sangat ramai dari biasanya karena ini hari libur dan pasti banyak yang quality time dengan keluarga.

Kebanyakan, bahkan semuanya. Semua anak-anak ingin merasakan bagaimana kasih sayang dari orangtua. Beberapa dari mereka yang mendapatkannya, sering kali mengabaikannya, tetapi, bagi yang tidak mendapatkannya akan muncul dua tipe dalam diri anak remaja.

Jika tidak mendapatkan kasih sayang, anak remaja akan otomatis masuk ke dalam dua tipe. Tipe yang pertama, menjadi pendiam seperti tidak punya arah tujuan. Tipe yang kedua, akan menjadi pembangkang karena merasa tidak mendapat perhatian.

Jeno sekarang tidak tahu dia masuk ke dalam tipe yang mana. Disaat ibunya pergi ke luar negeri. Ayahnya, ada. Datang hanya saat ayahnya ada perlu dan ada pengumuman.

Setelah bangun dari mimpinya yang buruk itu, Taeyong menyuruhnya untuk makan bersama karena ayahnya, Donghae, pulang. Tetapi, ternyata fakta yang mereka dapatkan. Pengumuman. Bahwa Donghae akan menikah lagi.

Tidak dapat dibantah. Jangankan membantah, memberikan pendapat saja tidak boleh. Dan tidak bisa. Jeno ingin sekali mengatakan, kalau ia tidak mau punya mama baru.

Jeno tidak masalah dengan Sora yang akan menjadi mamanya. Bukan itu awalan yang ia inginkan. Jeno bukannya tidak mau menerima, tetapi, yang membuatnya tidak terima adalah.. Ini pernikahan. Mengikat dua keluarga. Jeno bahkan tidak tahu wajah Sora.

Donghae harusnya izin dengan Jeno dan Taeyong. Tetapi, ayahnya bahkan tidak menanyakan seperti : kalian setuju? Apa pendapat kalian? Tidak. Donghae hanya mengatakan : Papa mau nikah lagi. Sekitar tiga minggu lagi.

“Papa harusnya izin...” gumam Jeno. Ia kecewa. Keputusan Donghae memang sudah bulat, tapi, harusnya untuk hal seperti ini, Donghae izin dengan kedua anaknya.

Jeno menunduk, melipat kedua tangannya, menaikkan lututnya. Ia ingin merasakan oksigen meski hanya sebentar saja. bukannya mau dramatis. Tapi, sakit. Sakit sekali kalau keluarga tidak utuh. Bukan tentang maut yang memisahkan.

“Ngapain, di sini?” suara seorang cewek menggetarkan rambut telinga Jeno.

Jeno mengangkat kepalanya kemudian menolehkan kepalanya. “Ngapain, sih, kamu di sini?”

“Gue yang harusnya tanya, lo ngapain di sini, Jeno?”

Jeno membuang napasnya berat, “Biarin aku sendiri, Siyeon.”

Siyeon tidak mengindahkan permintaan Jeno. Ia duduk di sebelah Jeno, ikut menduduki rerumputan yang biasanya digunakan untuk bercamping.

“Gue juga mau sendiri. Yaudah kita berdua aja daripada sendiri? Gak enak tau.”

Jeno menghela napasnya. Membiarkan Siyeon duduk di sebelahnya. Sekarang, Jeno tidak tahu harus berlaku seperti apa di depan Siyeon. Hari ini dia sedih.

“Jeno..,” panggil Siyeon.

“Jangan manggil, lagi gak bersedia,” jawab Jeno.

Siyeon menghela napasnya kasar, “Dih, lo tuh jahat banget sih. Orang ngajak ngobrol juga.”

“Aku lagi sedih, Siyeon.”

Siyeon mendengus, “Gue juga!”

“Yaudah kalo gitu diem aja.”

“Ah, lo mah. Gue juga sedih Jeno. Gue daritadi ngikutin lo. Gue ke sini karena gue khawatir sama lo.”

Jeno menoleh pelan, “Makasih.”

“Untuk?”

“Udah khawatir sama gue.”

Siyeon tersenyum senang. Jeno kembali seperti Jeno yang dulu. “Gue suka sama lo, Jeno.”

[✓] Dating With JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang