"Ternyata mau ketemu mereka." Leo duduk, memandang ramah pada Viktor dan Vano. Leo melihat ada yang salah dengan Vano, tapi dia masih mencoba abai. Jangan lupakan, Rego juga ikut hadir.
"Aku yakin ikatan bisnis kita akan semakin kuat jika anak- anak kita saling rukun." Viktor membuka bicara setelah pelayan cafe selesai menghidangkan makanan yang sudah mereka pesan.Vano memalingkan wajahnya. Dia sangat tidak suka bila sang papa hanya mengurus bisnis dan bisnis lagi - lagi ini semua hanya untuk kepentingan bisnis.
"Kau benar Viktor." Sahut Aldeo Zitao, ayah Leo dan Rego.
Berbeda dengan Vano yang acuh dengan urusan bisnis, Leo justru sangat menyukainya. Apalagi di tambah iming-iming dari Alde yang akan memberikannya satu perusahaan.
"Ah paman tenang aja, aku sama Vano 'kan udah sahabatan baik dari SMP. Iya 'kan Van? "Vano mengangguk kikuk. Jujur saja dia kecewa, ternyata Leo mendukung pertemuan ini.
"Paman tahu nggak? Bahkan Vano udah deket juga sama bang Rego. Mereka belajar bareng setiap pulang sekolah. Vano minta bimbel fisika ke bang Rego." Lanjut Leo. Leo memang anak yang sangat suka berbicara. Bercerita ini itu. Rego hanya memutar bola mata malas mendengarnya. Dia tidak suka bila Leo terlalu mengumbar kegiatannya.
Vano berbicara pada Leo lewat isyarat mata. Dengan tujuan melarang Leo untuk terus menerocos.
"Bimbel?" Vano menoleh panik mengetahui Viktor bertanya seperti itu pada Rego. Bagaimana kalau papa tau? Apa papa akan marah?
Rego mengangguk mantap. "Vano memang kurang menguasai Fisika."
Viktor langsung teringat perihal yang akan di katakan putra nya kemarin saat dia memarahi tanpa alasan dan menghukumnya. "Apa karena bimbel dia pulang telat?"
"Sudah kita bahas itu nanti. Sekarang mari kita makan dulu." Seru Alde, ayah Leo.
Inilah yang di tunggu-tunggu Vano. Dia menatap rakus semua makanan di mejanya, tapi ada satu masalah disini. Vano menatap satu persatu makanan di meja. Sedangkan semua orang di sampingnya sudah mulai melahap makanan.
Walau ada kerisauan di hatinya. Akhirnya Vano menggeleng. Makanan yang ada di depannya adalah pesanan Viktor. Jarang-jarang 'kan Viktor memesankan makanan langsung untuk Vano. "Ah bodo amat. Masalah akibat mah pikir belakangan. Sekarang yang penting kenyang. Gila gue laper banget." Gumam Vano, tanpa seorangpun yang dapat mendengar.
Vano langsung memakan lahap makanan di depannya. Ya mau bagaimana lagi, dia sedang sangat lapar. Tak peduli apa yang dia makan yang penting kenyang.
Vano menyudahi makannya, mengusap bibir dengan tisu kemudian menarik nafas panjang . Vano mulai resah saat keringat dingin keluar makin lama semakin banyak.
Napas Vano memberat, dadanya seperti tertimpa batu besar. Vano memejamkan matanya ketika napasnya makin memburu. Entahlah Vano tidak bisa melakukan apapun.
"Astaga Viktor, apa yang terjadi pada anak mu?" Ujar Aldeo panik melihat Vano mencengkeram dadanya.
Viktor mencoba mengguncang tubuh anaknya yang kesulitan bernafas, "hei Vano, kamu kenapa?"
Leo pun ikut mendekat. Dia melotot melihat sisa makanan Vano. "Astaga Vano, lo makan ikan? Paman kita harus bawa Vano kerumah sakit. Vano alergi ikan."
"Apa Vano sendiri yang pesen ini? Emang cari mati Lo Van!" Di saat genting seperti ini masih sempat-sempatnya Leo memuncahkan emosi.
"Paman yang memesan." Tutur Viktor jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Teen Fiction[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...