Bab 40. Epilog & Trailer {merelakan}

2.7K 296 56
                                    

Leo mengipas wajah dengan tangan, dia tergopoh pergi ke kelasnya setelah lelah mendapat ucapan selamat dari banyak pihak.
Juara umum untuk perpisahan sekolah tahun ini. Leo mendapatkan itu. Dua tahun berlalu sarat akan pelik. Sulit di jelaskan dan sulit mencari alasan untuk Leo tertawa.

Leo lantas duduk di bangkunya, menatap bangku di sebelahnya yang kosong. Piala gagah emas, bertengger apik di atas meja itu. Leo yang memintanya, tidak ada yang boleh duduk di sampingnya. Karena bagi Leo, teman sebangku hanyalah Arvano se - la - ma - nya.

Dia hanya datang ke kelas untuk menaruh sejenak piala itu di atas meja, meja Vano.

Leo menghela napas, "kalo lo masih ada, gue yakin piala ini milik lo sekarang, Van."

Leo tergelak pelan menyadari dia berbicara dengan bangku kosong. Leo mengambil beberapa coklat dari laci bangku yang dia nobatkan sebagai tempat duduk Vano. Ada banyak sekali yang mengirim coklat setiap pagi. Ya, para penggemar Vano.

Pihak sekolah tentu saja di kejutkan dengan kabar tentang berpulangnya Vano. Para siswa siswi juga sangat solid. Walau Vano bukan lagi siswa di sana, namun mereka tetap memberikan penghormatan terbaik.

Andai mereka tau, semua coklat itu akan berakhir di panti asuhan. Apakah mereka masih mau memberikannya?

Fathur datang berlari ke kelas, tangannya membawa kamera. "Leo, ditunggu Bang Rego. Sesi foto bersama. Apa lo nggak pengen punya kenangan-kenangan?"

Leo yang tersenyum, mengunyah coklat dengan mata menatap bangku tak berpenghuni di sampingnya. Fathur menyadari, dia juga tau apa yang Leo saat ini rasakan.

"Leo, nanti kita bisa nengokin Vano." Ungkap Fathur penuh teduh. Leo hanya bisa mengangguk samar, menepuk bangku itu dua kali. Seolah berkata jangan pergi.

Leo juga belum lupa. Fathur yang nyaris pingsan karena kabar duka perginya Vano. Semua itu masih terekam jelas. Walau dua tahun berlalu nyatanya tidak ada yang bisa menghapus luka.
Vano benar-benar menghukum mereka semua.

Leo berpose ria dengan Aldeo dan Rosa disampingnya. Keluarga mereka memanglah tidak lagi utuh. Tapi, demi foto kelulusan yang elok, mereka berdua mau hadir.

Memeluk Rego, itu bukanlah suatu hal yang mudah. Mungkin Leo hanya bisa melakukannya saat foto kelulusan ini saja.

Leo juga tidak lupa melakukan foto bersama Viktor dan Yumna. Dengan senyum bahagia Yumna merangkul bahu Leo. Senyum yang mereka nampak'kan itu tidak nyata. Leo bukan anak bodoh. Dia melihat dengan jelas ketika Yumna menangis di pelukan Viktor saat acara kelulusan para siswa berlangsung tadi.

Leo tau apa yang mereka rasakan. Yumna, bila Vano masih ada Vano pasti akan ikut serta dalam acara kelulusan ini. Menerima piala sebagai predikat siswa terbaik. Berfoto ria bersama kedua orang tuanya yang sudah lengkap.

Dengan mata sipitnya Leo mengais sisa-sisa bahagia acara kelulusan. Hingga acara pun usai.

Semua keramaian dan suka cita kelulusan menguap begitu saja ketika Leo melangkah memasuki rumah. Rumah sederhana dengan gaya klasik.
Rumah yang menjadi tempat bernaungnya bersama Rego dua tahun terakhir.

Kakak Leo, Rego bekerja di salah satu studio musik, membuatnya sibuk dan jarang sekali pulang. Sering sekali meninggalkan Leo sendirian tertelan sepi.

Helaan napas berat terdengar dari Leo yang duduk di sofa, menatap sekeliling yang seolah menikam dada. Sepi, sesak.

Keputusan untuk tinggal mandiri memanglah tidak mudah. Setelah Aldeo dan Rosa bercerai, Rego memutuskan untuk membawa Leo bersamanya dan tidak membiarkan kedua orang tuanya mengambil hak atas Leo. Rego tak ingin kejadian seperti apa yang Vano rasakan akan terulang pada Leo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang