Viktor meraih tangan Vano dan membawa anak itu menjauh dari Adhipura. Dalam diamnya, Vano dapat merasa ada yang coba papanya sembunyikan. Vano tau dan sepertinya itu adalah hal yang besar.
Langkah keduanya terhenti di pintu kamar Vano. Viktor menariknya perlahan lalu mendudukkan Vano di sisi kasur. Viktor berlutut di sana, Vano dapat menangkap kedua mata papanya bergetar, berkaca-kaca. Seperti banyak rahasia di kedua tatap mata, Vano tidak sanggup membongkar semuanya.
Setelah waktu mereka diisi dengan keheningan panjang lewat tatap mata. Vano menghembuskan napas membuka bicara dengan nada lembutnya.
"Papa kenapa?"
Tidak langsung terdengar sahutan hingga beberapa detik. Viktor hanya menatapnya dengan pandangan tidak terbaca.
Lalu di detik selanjutnya jiwa Vano seolah melayang lantaran dadanya di penuhi bunga, ketika Viktor memeluknya dalam kebisuan.
Vano tak berontak, ini adalah kesempatan yang sangat jarang terjadi. Vano tidak boleh menyianyiakan. Dengan perlahan Vano mengangkat tangannya membalas rengkuhan hangat yang Viktor berikan.
Vano merasakannya, dia bisa mengais ketulusan dari yang Viktor lakukan, walau hanya terasa sedikit saja. Tapi tak apa, Vano tetap suka. Viktor menangkupkan kedua telapak tangannya di kedua sisi pipi Vano.
"Vano di kamar aja. Kenapa turun? Cepat tidur."
Tutur lembut yang Viktor luncurkan baru saja membuat Vano terpana beberapa saat. Vano hanya mampu mengangguk. Kedua matanya berbinar penuh warna, sepertinya Viktor juga menyadari binar di matanya juga.
Viktor bangkit menghampiri Rajen yang ternyata sudah berdiri di pintu, memandang tanpa ada minat untuk ikut campur. Viktor menepuk bahu Rajen dua kali. "Rajen kamu disini saja, temani Vano."
Setelahnya Viktor melenggang pergi menyisakan tanda tanya besar pada Vano. Atas alasan mengapa papa berlaku sangat berbeda padanya, papa Viktor berubah.Viktor bejalan penuh penekanan di setiap langkahnya. Kedua mata yang awalnya berkaca-kaca kini sempurna di penuhi api yang membara. Dadanya bergemuruh penuh amarah, bila tak mengingat sekarang dia sedang berada di rumah. Mungkin Adhipura akan selesai hari ini juga.
Tatap mereka saling bertubrukan, sama-sama menyimpan percikan api yang merambah kemana-mana.
Viktor menghembuskan napas yang menjerit penuh luka. Dia bergumam lirih bahkan nyaris tak tertangkap Indra pendengar Adhipura. "Ada perlu apa?"
Berbeda dengan Viktor, tatapan Adhipura melunak, debar di dadanya pun tak seriuh tadi. "Kenapa bertanya seperti itu? Apa kamu tidak melihat? Aku menyelamatkan Vano. Jadi apa perlu bertanya ulang?"
Viktor diam, menyelami kelam Adhipura yang terlihat berselimut luka, sama seperti dirinya. Viktor memilih abai atas semua itu sejenak, ini bukan saat yang tepat untuk berbelas kasih pada luka orang lain.
Mereka duduk saling berhadapan bernaung sepi lantaran keduanya memilih bungkam. Sampai akhirnya Viktor menyela, masih dengan nada suara yang coba dia redam dari amarah. "Aku tau, kedatangan mu tidak mungkin tanpa alasan. Setelah sekian tahun hilang, kamu kembali lagi, aku tidak peduli apa yang akan kamu lakukan. Tapi jangan coba-coba menyentuh Vano."
Dari awal pembawaan Adhipura tetap mencoba santai. Terbukti setelah mendengar tuturan yang Viktor berikan, Adhipura justru tergelak pelan. "Siapa? Kamu siapa sampai berani menasehati ku seperti itu?" Adhipura memberi jeda, dia membenarkan posisi duduk lalu menyelami kedua mata Viktor lebih dalam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Teen Fiction[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...