Belum ada yang bangun. Saat ini jauh dari kata 'bangunlah sudah pagi! ' atau 'bangun Matahari nya sudah tinggi! '
Bunyi jangkrik dan serangga serta penghuni kebun lebat yang mendominasi malam sunyi. Duduk di bangku yang mangkrak di balkon.
Tidak ada kopi atau apapun yang hangat - hangat. Matanya menerawang bintang yang baling bersinar malam ini.
Dia sedang merindukan seseorang. Wanita yang sempat mengisi setiap harinya di 'masa lalu'. Apa kabar dengan gadis cantik itu sekarang? Entah masih hidup atau malah bersanding dengan bintang di atas sana.
Viktor bangkit dari duduknya, mendekat ke pinggir balkon. Udara di villa sangat segar walau dingin.
Tidak, Viktor tidak menangis. Dia lelaki kuat. Matanya memejam ketika cerita Prakasa terus berputar di memorinya. Astaga setiap katanya sangat menyakitkan, lebih pedih dari sepuluh tikaman.
"Jangan bohong padaku jika kau benar-benar membencinya atau berniat membuangnya. Ya, kau membesarkannya selama enam belas tahun. Itu bukan waktu yang singkat, nak ."
Viktor membuka matanya. Dia tidak membayangkan semua yang akan terjadi setelah ini.
Ekspresi apa dan sikap seperti apa yang tepat ketika dia pulang nanti?Viktor tidak bisa berlama - lama berdiam diri dan terpuruk di villa. Dia harus segera menyelesaikan semuanya. Dia harus meluruskan segala kesalahan pahaman dimasa lalu.
"Saat itu Raga menangis di depan ku. Seumur hidup baru kulihat secara langsung Raga menangis. Dia sangat- sangat menyayangimu dan Rajen. Dia sakit melihat anak sulungnya disakiti. Raga merasa gagal."
Prakasa menjeda ceritanya, tentu saja dia bercerita dengan logat sepantasnya kakek - kakek . Dia menceritakan itu semua dengan sangat perlahan dan sesekali di selingi dengan minum teh hangat.
Viktor masuk kekamar saat suhu di luar semakin dingin. Duduk di tepi ranjang, hatinya sudah tak berbentuk lagi. Perasaannya luar bisa hancur.
"Tidak mungkin!" Tegasnya lagi. Dia masih berharap jika semua fakta yang dia dengar dari Prakasa hanyalah bualan semata, tapi apa boleh buat. Semua itu nyata.
Kepalanya mendongak menahan air mata yang hendak lancang keluar. "Yumna dimana kamu sekarang?"
Sudah tidak bisa di bendung lagi. Dia putuskan akan menangis semalaman penuh agar sesak di dadanya bisa sedikit berkurang atau malah hilang.
"Ayah, apa yang harus anak mu ini lakukan?" Bila Raga masih berdiri di sampingnya. Maka Viktor bisa meminta pendapat ayahnya. Mungkin dia tidak akan merasa begitu terpuruk seperti ini.
"Raga bercerita padaku sambil terisak. Aku tidak menyangka uhuk-uhuk lelaki sepertinya bisa menangis juga."
Prakasa menarik kedua ujung bibirnya, dengan senyum yang tulus dia menatap lamat Viktor. "Ingatlah selalu, ayah mu itu sangat menyayangi kedua jagoan yang dia besarkan susah payah."
"Raga sangat senang ketika dia mengatakan padaku bahwa dia mendapat kabar cucunya itu laki laki. Aku tertawa bila mengingat betapa senangnya dia saat itu. Raga meminta izin padaku untuk menengok cucunya di Indonesia. Aku mengizinkannya."
Prakasa menghela napas, entah mengapa rasanya sangat sesak. Mengingat orang yang dia ceritakan sudah tiada, Raga sudah meninggal.
![](https://img.wattpad.com/cover/204923461-288-k38645.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Fiksi Remaja[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...