'Apakah kata selamanya itu ada?'
Nyatanya sampai detik dan hembusan angin malam pada saat ini. Vano masih memegang teguh pendapatnya ; papa Viktor terbaik.
Barangkali akan goyah namun salah. Pendapat itu kini semakin terpatri kuat di benaknya.Saat satu tetes air mata, tidak, bukan hanya setetes tapi bahkan sudah menganak sungai. Dadanya sesak bukan kepalang.
"Bisa diam tidak! Jangan cengeng! Saya tidak suka pemuda seperti itu." Aldeo dengan perasaan menggebu nya berupaya mengendalikan gerakan reflek ingin melayangkan tinju. Telinganya terlalu panas karena mendengar isakan tak berujung dari mulut bergetar Vano.
Yang di tegur menggigit bibir bawahnya. Tangannya semakin mengerat menggenggam pada tali tas punggungnya. Bahkan berbicara saja tidak bisa, sesak sekali Pa.
"Kita menepi dulu!" Ujar Aldeo pada sopir. Mobil pun segera menepi. Ini belum terlalu malam, jadi masih banyak kendaraan lalu lalang.
Tanpa memulai berbicara apapun Aldeo melempar amplop putih tepat di paha Vano yang duduk agak jauh di sampingnya.
"Buka dan baca! Tidak usah banyak bertanya apalagi mengajukan protes!" Aldek memandang pemuda yang mulai mengambil dan membuka amplop putih ber-cap Rumah Sakit dengan tangan bergetar.
Kedua ujung bibir Aldeo terangkat saat mendengar isakan Vano yang semakin menjadi.
"Ini tidak mungkin..." Gumamnya, matanya yang sudah sembab tak karuan membaca hasil tes DNA.
"Tidak percaya? Yahh tapi sayang sekali kau harus percaya nak." Aldeo malah tertawa, seperti mengejek.
Nyatanya sesak nya malah kian menambah, ini mimpi. Pasti jika dia tertidur lalu terbangun di esok pagi maka mimpi buruknya ini akan berakhir. Dia memejamkan erat kedua matanya .
'Papa Viktor, Vano ingin pulang, Ingin peluk Papa.'Aldeo menghembuskan napas pongah. "Aku ini sudah berbaik hati loh. Sebenarnya kalau saja kau tau, kau harus tau sih." Aldeo terkekeh sejenak, seolah ini hanyalah gurauan semata.
"Vano, kamu itu sebenarnya hanya alat untuk saya menghancurkan keluarga papa Viktor mu itu! Tapi saya lupa kalau kamu juga bisa menjadi Boomerang untuk keluarga saya sendiri." Nada bicaranya penuh penekanan pada kata saat dia mengucap nama sahabatnya, ralat mantan sahabatnya.
Kalimat yang baru saja Aldeo Zitao lontarkan sukses menghantam psikis Vano. Dia mendadak merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di otaknya yang terus saja bergumam, kau memang sedang bermimpi Vano, mimpinya seram sekali. Takut ya? Tapi sayangnya tidak bisa bangun.
Sulit mendeskripsikan perasaan anak manis itu sekarang. Dadanya naik turun dengan pandangan kelewat kosong menatap gelapnya malam dari dalam jendela mobil di tepi jalan. Mukanya memerah menahan amarah akan dirinya sendiri. Rambutnya berantakan dan Vano masih menggunakan seragam sekolah lengkap dengan tasnya.
Jadi begitu ya dia ini di lahirkan? Jahat sekali kamu Vano! Kendati memang begitu, dia itu jahat. Hadir untuk merusak rumah tangga Papa Viktor terbaiknya. Anak tidak tau diri ya?
Vano malah tersenyum, namun kesannya sangat seram. Tersenyum dengan mata berderai dan wajah acak- acakan."Kenapa paman jahat sekali?" Tanya Vano dengan suara parau. Walau lirih namun Aldeo masih bisa menangkap suara itu.
Lagi dan lagi Aldeo hanya terkekeh. Sinting!
Vano yakin orang yang dia anggap baik sebelumnya. Orang yang dulu sering bermain ke mansion Viktor hanya untuk menemuinya dan mengajak bermain pesawat terbang dengan menaiki bahu orang itu. Kini mungkin benar, orang itu sudah tak waras. Dia tidak pantas menjadi ayah untuk Leo yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Ficção Adolescente[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...