Tidak ada kehidupan yang berjalan tegak lurus. Yang ada hanya seperti halnya jalan raya, untuk mencapai tujuan maka harus menurut pada petunjuk jalan walau jalan itu berbelok tajam atau kau akan tersesat. Mungkin dengan sedikit memberi pengertian itu pada dirinya sendiri, Vano akan sedikit merasa tenang, se.di.kit.
Namun kelegaan itu berlangsung tak lama saat mobil Aldeo datang bersama Leo dan Rego. Dadanya berdegup kencang, rasanya dia belum siap untuk bertemu dengan Aldeo.
Tapi tak apalah, dia abai sejenak. Posisinya masih sama. Vano duduk di tepi ranjang dan menatap jendela seperti biasa.
"VANO!!! GUE PULANG, VAN!!" Seru Leo yang baru saja masuk. Rego yang ada di sampingnya menutup kedua telinganya dan memutar bola mata malas.
"Leo, kamu ganti baju dulu! Ketemu Vano nanti setelah selesai ganti." Senyum manisnya luntur setelah Rosa muncul dari dapur dan langsung berkata demikian.
"Okedeh."
Setelah selesai berganti baju, Leo dengan penuh semangat memasuki kamar Vano. Dia menjinjing plastik hitam di tangan kanannya.
Seperti kemarin, dia membuka pintu tanpa permisi serta penuh pekikan girang."Van! Liat, gue bawa sesuatu buat kita."
Vano mengukir senyum, kehadiran Leo benar-benar bisa membuat hatinya menghangat. Melupakan barang sebentar tentang kemarin dan memikirkan yang akan datang. Walaupun kemunculannya sering membuatnya terkejut tapi tidak masalah ^^.
"Paan tuh?" Vano memiringkan kepalanya.
"Ada banyak jajanan yang gue beli. Karena hari ini gue mau maraton anime. Sama lo!" Leo menepuk bahu Vano keras.
"Ish! Anime apa?" Tanya Vano dengan nada tidak santai.
"Kimi no nawa, gimana? Lo mau nonton nggak?"
"Nggak bisa, Leo." Vano tersenyum jahil melihat wajah Leo yang mendadak murung. "Nggak bisa nolak maksudnya." Lanjut Vano dengan tergelak.
Leo merengut, dia melempar plastik hitam ke kasur Vano. "Yaudah gue ambil laptop dulu."
Vano mengangguk menurut. Pikirannya kembali tidak tenang. Papa Viktor nya sedang apa sekarang? Apakah papanya itu lebih sering meninggalkan makan malam?
Nanti jika papa Viktor sakit siapa yang akan mengurus?Dan tanpa sepengetahuan anak manis itu. Sang Papa, Viktor sedang sibuk mengemas beberapa barang dan berkas - berkas penting ke dalam koper berukuran sedang.
"Apa semuanya sudah beres?"
"Sudah tuan."
"Bagus."
Bawahan kerja Viktor mengangguk paham kemudian meninggalkan kamar Viktor bersama koper sang tuan yang akan dia bawa ke mobil.
Viktor memijat pangkal hidungnya. Sejujurnya di rumah terlalu lama malah akan membuatnya semakin merasa sendirian. Berbohong kepada diri sendiri tentang dia yang tidak merindukan Vano ternyata begitu melelahkan.
Tungkainya melenggang ke arah kamar Vano yang baru saja kemarin pergi. Tapi rasanya bagai sepuluh tahun tidak bertatap muka lagi.
Hatinya mencelos sakit sekali dikala matanya menatap gantungan tulisan berantakan anak TK .
'Vano- nya papa.'
"Iya. Vano - nya papa. Maafkan papa ya. Papa terlalu sibuk sampai tak mengetahui bahwa anak manis Papa masih menyimpan ini. Kenapa di pajang jika melihatnya pasti bisa membuat Vano -nya Papa sedih?"
Viktor menghela napas, mengusap gantungan kertas yang lumayan tebal berukuran persegi panjang kecil dengan tulisan spidol warna- warni.
"Vano menggantungnya agar dilihat oleh Papa? Sekarang Papa sudah liat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Teen Fiction[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...