Bab 14. Runtuhnya setiap tempat yang di pijak

3K 319 19
                                    


"Mau pulang?  Ayo biar paman antar."

"Tapi paman.."

"Sudahlah ayo cepat!  Diluar dingin, ayo masuk. Takut kamu sakit lagi." Tutur Aldeo dengan tawa khasnya. Ya, tanpa Vano duga sosok Aldeo datang menjemput. Vano kira semua orang sudah lupa akan dirinya.

Vano merasa tidak enak hati bila menolak niat baik seseorang. Tapi takut merepotkan. Namun tak apalah, untuk hari ini biarlah dia menerima uluran tangan orang baik.

"Mau pulang kemana?" Tanya Aldeo dengan posisi mereka sudah duduk di dalam mobil.

"Menurut paman?"

Aldeo tertawa kembali dan menggusak rambut Vano gemas. "Papa mu menyuruh paman untuk menjaga mu selama dia belum pulang." Aldeo menghela napas. "Viktor dan Rajen pergi ke Jerman. Di Mansion mu tidak ada orang. Jadi untuk sementara waktu tinggalan di rumah paman. Ingat ini perintah langsung dari Papa mu. Jadi tidak boleh menolak."

Hanya anggukan yang Vano berikan. Seperti yang Vano inginkan, biarlah dia menerima uluran tangan orang baik. Setelahnya pikirannya kembali melayang, tidak jauh hanya seputar Viktor, Rajen dan orang-orang terdekat yang semakin hari makin membentangkan jarak.

Pertama Mamanya, Emily lalu kini Rajen dan Viktor. Lalu apakah di masa depan Vano benar-benar akan tinggal seorang diri? Vano menatap luar jendela, Vano ingin segera mengakhiri semuanya. Rasanya sesak dan sakit.

"Kenapa heum? Ada yang menganggu pikiran mu?" Aldeo mengelus punggung Vano dengan satu tangan sedang tangan yang lain dia gunakan untuk menyetir. "Kamu tidak keberatan 'kan menginap di rumah paman?"

Vano mendongak matanya membulat. Dia tidak akan kesepian, disana ada Leo dan Rego. Tapi apakah dia tidak akan merepotkan disana? Vano ingin menolak. Namun ini semua adalah perintah dari Viktor. Vano takut bila dia menolak maka papanya akan marah.

"Tenanglah paman tidak keberatan. Kamu ini sudah seperti anak paman sendiri. Dulu saat kamu kecil paman sangat sering bermain dengan mu. Kamu ingat?"

Vano mengangguk, "beneran nggak apa-apa?"

"Tentu saja. Kamu sahabat Leo. Pasti sangat seru jika bisa berkumpul seharian 'kan?"

Mobil yang mereka tumpangi mulai melaju membelah jalanan  yang bisa dibilang padat. Beruntung cuaca nya tidak begitu buruk. Mobil mereka berhenti di depan rumah besar walaupun lebih besar mansion Viktor.

"Sudah sampai. Ayo masuk."

Aldeo menggandeng tangan Vano untuk masuk ke rumah. "Assalamualaikum." Salam Aldeo ketika sampai di ruang makan. Semua anggota yang awalnya sibuk sarapan, kini menatap heran pada Aldeo yang datang bersama Vano.

"Wa'alaikumussalam."

"Lihat siapa yang datang. Mulai hari ini, untuk sementara Vano akan menginap di rumah kita." Jelas Aldeo dengan nada yang berbunga-bunga. Seolah datangnya Vano kerumahnya merupakan hal yang patut di hadiahi riuh tepuk tangan.

Semua termangu melihat Vano termasuk istrinya, Rosa. "Apa ada masalah mas? Semuanya nggak lagi kacau 'kan?" Tanya Rosa. Wajar saja dia bertanya demikian, karena dulu Vano tidak akan Viktor titipkan jika masalah di mansion nya tidak terlalu besar.

"Nggak ada, Vano sendirian di mansion, Viktor dan Rajen sedang pergi jadi untuk sementara Vano akan menginap disini."

"Bagus dong, rumah kita pasti akan lebih ramai." Sahut Leo menengahi aura dingin antara kedua orang tuanya.

Leo menarik pelan tangan Vano lalu mengajaknya duduk untuk sarapan. Vano merasa sangat canggung. Ini bukan lingkungannya, bukan keluarganya pula. Sepertinya Vano sudah masuk terlalu jauh ke keluarga Leo.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang