Bab 31. Semua akan baik-baik saja

2.7K 364 40
                                    

Kata Tatan bekerja di warung Pak Selamet tidak begitu sulit, hanya perlu menyapu dan mengelap meja. Sedangkan Tatan akan mencuci piring.

Memang kedengarannya tidak sulit. Namun, lihat betapa ramainya warung kecil Pak Selamet sekarang.  Bahkan sampai kehabisan tempat duduk. Pak Selamet kesana - kemari menghantar pesanan. Ya, pegawai disini hanya ada Tatan saja sebelum Vano ikut ambil bagian menjadi tukang bersih-bersih.

Kedengaran lucu saja, Pak Selamet tertawa ringan saat remaja wanita mendelik tidak terima.

"Pasti aja, aku kesini buat makan baksonya bapak."

"Bilang aja pada kepincut pegawai baru ku." Bela pak Selamet sambil membenarkan posisi handuk kecil di pundak rentanya.

"Lihat dia bekerja sangat keras. Hahh sepertinya bapak perlu segera memperbesar warung. Alhamdulillah kalo ramai begini." Lanjutnya.

"Jangan lupain bantuan ku, Pak. Pak Selamet harus kasih aku makanan gratis sepanjang masa. Aku 'kan yang udah sebarin berita ini ke temen - temen. Kalo disini ada kariawan baru yang ganteng." Ungkap gadis berseragam SMA dengan tawa lirihnya.

Pak Selamet tersenyum cuek melihat gadis kasmaran yang berdiri di depan warung bersamanya. Memperhatikan Vano yang sibuk mengelap meja.

"Udah pulang sana! Tidak lihat sekarang jam berapa? Kamu ini wanita."

"Iya .. aku pulang. Besok pasti akan lebih ramai. Bapak harus masak yang banyak. Semangat!"

"Jangan begitu, ngaku aja kalo kesini cuma mau makan gratis !!"

Gadis itu mencebik, menghentakkan kaki. Sebelum enyah dia tersenyum bahagia, " besok aku ajak sahabat lelaki ku sini!" Teriaknya dari kejauhan.

Vano bertanya pada Pak Selamet yang perlahan menutup tirai dan membalik gantungan papan buka menjadi tutup.

"Apa udah masuk waktu buat tutup, Pak?"

"Kamu rupanya terlalu semangat bekerja. Tidak lihat apa sekarang pukul berapa? Ini sudah dini hari."

Si manis tersenyum kuda, menggaruk tengkuk. Jujur saja dia juga sudah sangat mengantuk.

"Tatan di belakang sedang cuci piring. Tunggu aja sebentar lagi pasti sudah selesai."

"Iya, Pak."

Vano memilih duduk di bangku warung sembari mengamati detail warung kecil paman Pak Selamet. Bangunannya sudah menua. Tapi jatuhnya terlihat sangat estetik apalagi di tambah pencahayaan yang terbilang tidak terang.

Masih serius memperhatikan tapi dirinya malah di kaget kan, "woee ngalamun! Nggak ada kerjaan lain apa? Disini ngelamun di rumah juga ngelamun!"

Rumah?

Tatan merangkul bahu Vano, tangan yang lainnya mengisyaratkan 'Go.'

"Ayo kita pulang. Bunda pasti lagi nungguin kita di teras sama Luri."

Pulang?

Bunda menunggu ?

Vano tersenyum lebar lantas mengangguk. Mendengar kata - kata itu hatinya kian menghangat. Vano merasa benar-benar di ajak masuk dalam biduk keluarga.

"Lo nggak laper?" Tanya Vano di sela perjalanan mereka. Mereka pulang berjalan kaki karena warung Pak Selamet tidak begitu jauh dari panti.

"Udah kenyang. Tadi sore gue makan banyak banget. Justru lo yang nggak keliatan gabung makan, kemana?"

"Iya, gue tadi emang nggak makan. Jual handphone, udah nggak ada gunanya lagi." Jawab Vano dengan nada bicara yang turun. Lagi pula apa gunanya handphone bila tidak ada seorangpun yang akan menanyakan kabar padanya atau sekedar bertukar pesan.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang