Bab 23. Keraguan di ujung perjumpaan

2.4K 343 42
                                    

Seminggu bukanlah waktu yang membentang lama. Hanya seperti tisu terbakar api, singkat. Terhitung tinggal tersisa dua hari. Dua hari lagi entah akan terjadi apa pada Vano yang sedang duduk diam di tepi kasur.

Menatap kosong pada handphone yang dia genggam. Tanpa senyum atau gurat kesedihan. Wajahnya datar. Vano ingin menelfon Rajen, tapi takut menganggu. Dia hanya mampu meremas benda pipih di tangannya.

Misinya sama sekali belum selesai. Viktor masih saja sama. Setelah papanya sembuh dari demam tidak ada perubahan yang berarti. Bahkan kini Viktor sangat jarang terlihat di rumah. Viktor seperti menghindari Vano.

Ini sudah dini hari, tapi matanya belum juga mau di pejamkan. Vano mendengus lalu meraih boneka teddy bear kesayangannya dan merengkuhnya dalam pelukan.

Tapa Vano ketahui, besok. Besok bisa jadi hari terakhirnya tinggal bersama Viktor dan lusa tidak bisa di prediksi keputusan apa yang akan Aldeo ambil untuk anaknya yang sudah tertidur ini.

Pintu kamar Vano di buka sedikit. Ada orang yang mengintip rupanya. Waktunya sangat tepat karena anak itu sudah tidur lelap. Terhitung beberapa hari terakhir dia sengaja menjaga jarak dengan Vano. Tentu tujuannya agar tidak membuatnya semakin menaruh kasih dan berakhir berat melepas Vano saat nanti Aldeo menjemput.

Viktor tersenyum tipis melihat Vano menggeliat lucu. Namun,  hanya sampai disitu tidak lebih. Hanya berdiri dan mengintip dari celah pintu.

Viktor lalu melanjutkan langkah untuk kekamar nya.
Dia menutup matanya, mengatur nafas yang terasa menyempit. Mungkin karena pikirannya yang mendadak panik.

Rasa khawatir itu menyeruak begitu saja. Layaknya orang tua yang takut hal buruk terjadi pada buah hati mereka. Bagaimana bila Aldeo menitipkan Vano ke panti asuhan? Bagaimana nasib anak ini nantinya?

Atau yang lebih parahnya lagi. Bagaimana jika Aldeo sampai hati untuk membunuh Vano yang jelas-jelas akan memporak-porandakan rumah tangganya dengan Rosa?

Tapi apa boleh buat? Mau tak tau Viktor harus mengenyahkan anak yang sama sekali tidak ada sangkut paut dengan darah keturunan keluarganya. Anak yang juga telah merusak kedamaian hidupnya.

•••

Rasanya baru saja tertidur tapi sudah pagi saja. Kenapa pagi datang cepat sekali hari ini?

Membuat pagi Vano sedikit dongkol. Walau malas dia tetap melangkah mandi dan memakai seragam Valexandria.

Saat sampai di meja makan, tetap sama. Masih kosong, berarti ini antara dua kemungkinan, Viktor sudah berangkat bekerja atau masih di kamarnya.

Vano melewati meja makan begitu saja sampai akhirnya dia berhenti saat ada instruksi dari salah satu pelayan.

"Tuan muda, sarapan tuan sudah siap. Sebaiknya tuan muda sarapan terlebih dahulu."

Vano berbalik saat sudah sampai di pintu utama, "nggak perlu nanti biar aku sarapan di kantin sekolah aja. Apa Papa udah berangkat ke kantor?" Vano tak lupa memberikan senyuman pada pelayan itu.

Di kalangan pada pelayan dan penjaga, Vano dikenal sebagai orang yang murah senyum. Vano akan menebar senyuman tanpa pilih-pilih orang. Vano yang sangat ramah dan periang.

"Maaf tuan muda. Saya tidak begitu memperhatikan jadi tidak tau."

Vano mengangguk lalu kembali melanjutkan langkahnya. Sebelum memasuki mobil, Vano menghembuskan napasnya. Semakin hari jarak yang di bentangkan Viktor semakin jauh.

Saat Vano sudah benar-benar pergi ke sekolah bersama sopir pribadinya, Viktor baru saja turun tangga dan melihat pelayan yang mengambil kembali sarapan untuk Vano yang ada di meja.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang