"Mendadak sekali." Cibir Rajen.Tangan yang memeluk erat sosok di depannya pun mengendur. Dia menangis, mengusap pipi yang basah secepat mungkin agar tidak ada yang menyadari. Namun jejaknya tak lekas mengering
"Papa kenapa nangis?" Tanya Vano dengan kepolosannya.
Viktor menangkupkan kedua telapak tangannya di kedua sisi pipi Vano. Tatapan Viktor menyiratkan rasa khawatir. Viktor menggeleng. "Vano nggak suka?"
"Iya, aku nggak suka papa nangis."
Rajen hanya diam saja. Bahkan kakak nya belum menjawab alasan kenapa dia pulang mendadak.
"Kak masuk ke kamar aja dulu. Istirahat, kak Viktor pasti capek." Rajen merengkuh bahu Viktor dan Vano dengan kedua tangannya.
"Kalian langsung tidur ya." Viktor lalu beralih menggiring keduanya masuk ke kamar masing-masing.
"Iya pa, aku mau tidur sama bang Rajen." Viktor tersenyum, menggusak surai rambut Vano. Vano tersipu, kenapa sikap papanya begitu manis tidak seperti biasanya?
'Apa karena ada bang Rajen? Makanya papa baik gini ke gue.'
Viktor memalingkan tubuhnya menuju kamar setelah Vano dan Rajen memasuki kamar untuk tidur bersama.
Viktor berjalan di lorong rumah dengan penerangan di setiap meter atapnya dan karpet bercorak abstrak memanjang hingga ujung lorong.Viktor melepas jas hitamnya lalu membaringkan diri ke ranjang. Tatapannya kosong menerawang. Terdengar hembusan nafas berat darinya. "Vano."
Dadanya sesak. Viktor belum menemukan dasar yang bisa menjadi alasan untuknya menyayangi Vano. Dalam pikirannya terputar segala hal dari Vano masih kecil hingga kini dia telah remaja.
Viktor mencari-cari apa hal terbaik yang telah dia lakukan atau berikan pada Vano? Setahunya hanya tamparan ataupun teriakan keras bila Vano gagal memenuhi ekspektasi nya.
Air mata Viktor menetes, dia juga heran mengapa dia bisa selemah ini. Seorang Viktor Athar Watson menangis.
Dia pulang mendadak lantaran mendengar bahwa Adhipura datang dan menemui anaknya, Vano.Apa yang Adhipura inginkan setelah sekian lama menghilang? Dulu Viktor, Aldeo dan Adhipura adalah sahabat kuliah yang sangat dekat. Itu dulu, kini tidak lagi.
Viktor mengusap wajahnya kasar. Tatapannya berubah menjadi tajam namun sendu. Perasaanya gundah. Viktor tidak tau semua kesedihan yang dia rasakan saat ini bermula dari mana. Seolah ada kesedihan tersendiri, ketika menatap kedua kelam hitam Vano, semua sakit itu kembali.
Tidak bisa Viktor pungkiri, enam belas tahun membesarkan Vano nyatanya kebersamaan mereka masih saja terasa canggung. Sejarang itulah Viktor berada di rumah. Maka Vano seolah hanya menjalankan perannya sebagai anak, tanpa tau kalau kewajiban yang di lakukan harus menerima hak.
Sedangkan di kamar Rajen, Vano masih terjaga walaupun ini sudah tengah malam.
Dia masih berfikir keras kenapa papanya pulang mendadak dan yang paling parah dia juga terlihat menangis. Selama ini belum pernah Vano melihat Viktor menitihkan air matanya.Vano tersenyum mengingat tadi Viktor memeluknya. Vano bisa merasakan bahwa apa yang di lakukan Viktor itu tulus. Namun keyakinannya akan hal itu makin lama, makin samar.
'Gue nggak mimpi, papa meluk gue tadi.'
Setelahnya Vano pun tertidur dengan senyum yang tak pudar.
•••
Meja makan nampak lengang. Suasana menjadi kikuk tak terkendali. Viktor sudah merekrut pelayan baru untuk memasak. Jadi mereka hanya tinggal duduk manis menunggu pelayan menyajikan makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth ✓
Teen Fiction[Follow dulu baru baca] TAMAT Hiraeth memiliki arti yang sangat indah, yaitu kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Ini semacam kerinduan akan seseorang, tempat, dan waktu, yang tidak bisa diputar kembali...