Bab 33. Vano bilang, dia ingin mengakhiri semuanya

2.5K 347 43
                                    

Seharusnya dari awal Vano tidak menanamkan keyakinan bahwa tempat ini adalah peneduh terakhirnya karena dia tidak ingin kemana - mana lagi.

Saat Tatan menangis dan memeluknya. Dia tau, Tatan sudah mengetahui semua ini.

Tatan berbisik lirih, " maaf karena nggak ngasih tau, Van. Gue juga nggak sengaja denger dari Bunda. Sebenernya gue udah tau ini dari lama, dari hari kedua lo ada disini. Maafin gue, seharusnya gue bisa gagalin semuanya. Maaf bikin hidup lo makin runyam, Van."

Vano melepas pelukan Tatan, menghapus air matanya. Vano menggeleng, "nggak pa-pa. Makasih udah ngasih gue kehangatan selama di panti. Gue pergi dulu. Jaga diri lo ya, Tan."

Senyum itu? Senyum manis itu masih ada. Padahal baru beberapa saat yang lalu ada air mata yang terjun di pipi nya. Tatan lantas menggenggam tangan Vano, "Van, inget  janji lo ke gue. Kalo sampai lo ingkar janji, gue pastiin kita bakalan ketemu. Ketemu di alam lain, gue bakal ikut lo, Vano."

Tatan tersentak saat Vano menjawab, "kayaknya itu lebih baik."

"Enggak. Van...."

"Tatan, semangat kerjanya ya, kalo berhasil lo harus jemput gue nanti terus bawa gue Jerman. Lo mau 'kan?" Lalu Vano tergelak ringan.

Tatan mengangguk, bila saja dirinya ini kaya. Pasti Tatan bisa melakukan segalanya.

Vano menunduk ketika menyadari anak kecil sedang menarik pelan ujung bajunya. "Kak Vano, ayo pulang ke rumah Arga!"

"Ayo, kakak pengen cepet semua ini berakhir."

Tatan sepontan memegang bahu Vano, "maksud lo apa?"

"Tatan, semoga kita bisa ketemu lagi ya." Ujar Vano dengan senyum sendu.

Tangan Tatan melemas, "lo?"

Sebelum Vano menjawab, Bunda panti datang dengan tatapan teduh, "nak, tuan Adhipura sudah menunggu mu di mobil. Dia orang yang sibuk tolong hargai waktu beliau."

Jadi menurut Bunda, menunggu Vano adalah hal yang sia-sia?

"Iya Bunda. Bunda, Vano harap mulai sekarang panti ini nggak akan kekurangan bahan makanan lagi. Jangan bikin kepergian Vano," Vano menghela napas, "sia-sia."

"Terimakasih nak. Jaga diri Vano baik - baik ya. Maaf - maafin Bunda."

Saat punggung kecil Vano mulai menghilang. Tatan berharap apa yang Vano katakan tadi hanyalah bualan.

•••

Viktor terus saja di landa keresahan. Beberapa hari yang lalu dia menelfon Leo dan apa yang anak itu katakan cukup membuatnya tidak tidur semalaman.

'Leo di rumah nenek Paman, Leo nggak tau Vano dimana. Ayah sama Mama  cerai karena anak sialan yang Paman besarin.'

'Jangan tanya ke Leo tentang Vano, karena Leo nggak tau dan nggak mau tau kabarnya. Yang pasti Ayah nggak suka sama Vano. Paman, Ayah benci Vano.'

'Paman hubungi Ayah aja. Ayah tau semuanya karena dia yang memulai.'

'Intinya Leo juga benci Vano.'

Mulai hari itu, saat sambungan telfon terputus. Kini  Viktor sedang menimbang. Apakah dia harus pulang? Tapi untuk apa?
Vano bukan anak nya 'kan?
Ya, bukan!

"Permisi tuan Viktor. Saya sudah melacak ponsel tuan muda Vano. Saya menemukannya, tapi ponsel itu bukan lagi milik tuan muda Vano. Orang itu mengaku bahwa dia membelinya tiga hari yang lalu."

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang