Bab 24. Direnggut paksa

2.6K 366 45
                                    


Vano lagi - lagi menenggelamkan kepalanya di meja setelah mendengar motivasi ala Leo. Anak itu terus saja mengoceh sepanjang jam istirahat. 
Bagaimana tidak? tadi Vano hampir menangis hanya karna mendapat nilai 75 di ulangan harian mata pelajaran Kimia. Ada - ada saja anak itu 'kan? Leo tentu saja geram dia saja yang  mendapat nilai 70 hanya diam dan menerima.

"Leo, gue mau ke toilet dulu." Pamit Vano saat detik- detik mendekati bel masuk.

"Haisss anak itu!" Leo berdecak pasalnya Vano seolah menulikan telinga dari semua ocehan motivasinya tadi.

Arvano,  dia mengeratkan pegangannya pada wastafel. Anak itu menatap pantulan wajahnya di cermin. Lihatlah wajahnya sangat berantakan. Ada air mata mengalir begitu saja di pipinya. Vano buru - buru menghapus air mata nya itu.

"Aaggrhh." Vano menggusak rambut frustasi.  "Kenapa sakitnya dateng di waktu yang nggak pas. Gue jadi nggak konsen ngerjain soal-soalnya. Nilai gue jadi jelek!" Geram Vano dengan suara lirih. Menurut Vano ini benar-benar buruk, kemarin dia mendapat nilai 80 di ulangan harian Fisika dan kini nilai ulangan Kimianya juga itu turun menjadi 75. Jelas itu bukan nilai yang sempurna, dan Vano benci itu.

"Van~ lo kenapa?" Vano terkesiap setelah menyadari ada seseorang di belakangnya. Dia segera mencuci mukanya agar terlihat lebih segar.

"Oh Fathur. Gue nggak papa. Gue duluan ya." Vano menepuk bahu Fathur dua kali lalu beringsut keluar.

"Vano hari ini aneh banget." Fathur hanya geleng - geleng kepala.

Sedangkan ditempat lain. Dalam ruangan yang penuh keheningan. Dua orang berhadapan dengan salah orang di antaranya mengernyit heran, "kenapa repot-repot datang ke kantor ku?"

Aldeo datang dengan air muka yang sangat berbeda dari pertemuan terakhir mereka. Aldeo mengulas senyum. Dia duduk tepat di depan Viktor. Mereka sedang berada dalam ruang kerja Viktor.

"Terimakasih banyak, Viktor."

Viktor menaikkan kedua alisnya, seolah bertanya.
'Berterimakasih untuk apa?'

"Ku rasa tidak perlu di jelaskan. Terimakasih karena kau sudah merawat Vano dengan baik dan aku tau, kata maaf saja tidak cukup untuk memperbaiki semuanya dan menebus segala sakit hati yang kau rasakan."

Viktor memutar bola mata malas. Namun sedetik kemudian dia berubah menjadi sangat gelisah, "kau akan menjemput Vano nanti?"

"Tentu saja, Aku akan mulai memperbaiki sedikit demi sedikit."

"Datanglah dengan baik-baik dan jemput lah Vano dengan baik. Anak itu pasti sangat bingung karena tidak mengetahui apapun. Sampai saat ini aku belum memberi tahu kalau kau adalah ayah kandungnya."

Aldeo tersenyum tipis. Viktor memang melihat Aldeo tersenyum, tapi senyum itu seperti menyimpan sesuatu. Dan Viktor harap itu bukanlah pertanda buruk.

"Kau tenang saja. Bagaimanapun Vano adalah anak ku. Aku pasti akan memperlakukannya dengan baik."

"Untuk saat ini, aku tidak bisa mempercayai perkataan mu setelah apa yang kau perbuat."

Aldeo menghela napas, "Maaf...maaf sekali karena aku tidak mengambil Vano darimu sejak dulu. Aku tidak bisa sembarangan mengambil Vano karena ayah mu sendiri yang meminta agar Vano tetap tinggal bersama mu."

Viktor diam. Bukan karena terkejut, dia sudah tau fakta itu. "Itu keputusan ayah, bukan keputusan ku. Dimata ku, kau tetap salah, Aldeo."

Viktor mengalihkan pandangan ke jendela kaca besar. Menghembuskan napas yang terasa memberat.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang