Bab 20. Dua pilihan, buang atau bunuh

2.6K 319 57
                                    

Vano dengan sejuta tanya hanya diam mendapati dua orang dewasa yang saling tatap.

"Pulang lah! Terimakasih sudah mau mengantarnya." Tutur Viktor dengan tatapan lurus pada kedua netra Adhipura yang berdiri tegap di depannya.

Keduanya seolah sama-sama berusaha meredam api yang berkobar. Kedua mata mereka saling adu perang.

Brak

Pintu utama Viktor tutup dengan keras tanpa menganggap penting eksistensi Vano yang membisu di sisinya. Viktor pergi begitu saja.

Bahu Vano perlahan merosot turun. Perasaannya lega sekali, Papanya tidak marah.

"Kenapa pulang terlambat?" Rajen datang dengan suara cerianya. Dia tidak tahu menahu tentang apa yang baru saja terjadi.

"Suka - suka lah wle!" Ejek Vano menjulurkan lidahnya lalu berlari ke kamar.

"Wahh sudah berani ya? Tunggu! Hey!" Rajen tergelak kemudian mengejar Vano.

•••

Setelah kejadian dua hari yang lalu. Insiden dimana Vano yang di antar pulang oleh Adhipura. Selama itu pula Viktor sama sekali tidak membuka suara pada Vano, menyapa pun juga tidak.

Sungguh hatinya bagai di hantam batu karang,  sakit tak terhingga. Membesarkan Vano selama enam belas tahun tampaknya tak membuat kasih sayangnya tercurah dengan mudahnya 

Viktor membesarkan Vano? Omong kosong! Dia bahkan sangat jarang bercengkerama dengan putra kecilnya dulu. Sibuk bekerja, jarang menyapa. Apa yang terjadi di sekolahnya? Siapa teman - temannya? Viktor tidak tau.

Yang Viktor tau hanya Vano harus menjadi anak yang sempurna dan penurut,  tidak membantah akan semua tuntutannya. Viktor yang egois.

Menurutnya semua rasa benci dan sakit yang dia rasakan lebih menguasai dari pada kasih sayang dari buah membesarkan selama enam belas tahun. Vano tetap bukan siapa-siapa di dalam kehidupannya. Tidak ada darah Viktor yang mengalir disana.

Di sore di selimuti gerimis. Di Cafe dengan suasana dingin yang melekat pada ketiga pria dewasa. Mereka duduk melingkari meja dengan kopi panas mengepul di atasnya.

"Kau mengadakan reuni?  Sudah mengingat semuanya ternyata. Selamat ya Viktor." Aldeo datang lalu menjabat tangan Viktor.

Viktor menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca.

"Kau datang juga Adhipura.  Sudah lama tak bertemu. Kurasa kau tambah berwibawa saja." Kini Aldeo menyapa Adhipura yang diam dengan wajah datar, sama sekali tidak bersahabat.

Adhipura menyungging senyum tipis, " bukankah aku sudah berwibawa dari dulu - dulu?"

"Sikap congkak mu tidak berubah." Viktor tersenyum miring melirik tajam pada Adhipura.

Mereka bertiga berkumpul di Cafe yang dulu sempat menjadi saksi terajutnya tali persahabatan di antara tiga mahasiswa dari keluarga berada, bergelimang harta kanan kiri.

Dimana dulu suasana yang hangat pernah tercipta. Penuh tawa di sela candaan yang tak bermakna. Menceritakan tentang kekasih masing - masing. 

Aldeo menerawang jauh pada luar jendela Cafe dua lantai itu, "apa ada sesuatu yang kalian rindukan?"

Viktor dan Adhipura diam saja. Tidak menyahut.

"Katakan saja intinya. Kau tau sekarang kita ini orang sibuk. Menyempatkan waktu untuk sekedar berkumpul dan berbicara omong kosong hanya akan membuang waktu, tuan Viktor." Jelas  Adhipura dengan ekspresi datarnya.

Hiraeth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang